ZAKAT PROFESI (KONTRAKTOR)
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamualaikum
wr. Wb
Ustadz Zuhdi yang dirahmati Allah, apakah
seseorang yang mendapatkan penghasilan dari profesi sebagai kontraktor yang
membangun perumahan, gedung-gedung perkantoran, dan profesi-profesi lainnya itu
perlu dizakati ?
Jazakumullah
Khairan Kasiran !
Jawab:
Wa’alaikumussalam
wr wb!
Dalam kajian zakat, ada
yang disebut dengan zakat profesi. Zakat profesi sebenarnya merupakan istilah
baru dalam kajian fiqih Islam. Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari
penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Adapun yang dimaksud dengan
profesi dalam hal ini terbagi menjadi dua macam yaitu: (1) Profesi
yang penghasilannya diperoleh dengan cara usaha sendiri seperti kontraktor, dokter,
pengacara, arsitek, penjahit dan lain sebagainya, dan (2) Profesi
yang penghasilannya diperoleh dengan cara bekerja pada orang lain sehingga ia
memperoleh gaji/imbalan, seperti pegawai negeri, karyawan BUMN, dan lain sebagainya.
Ulama’
berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama
salaf (klasik) tidak mewajibkannya, namun para ulama kontemporer seperti Yusuf
Al-Qaradhawi dan Wahbah Al-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan atau
zakat profesi itu hukumnya wajib.
Hal
ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan
Mu’awiyah, serta sebagian tabiin yaitu Al-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri,
Makhul dan Umar bin Abdul Aziz. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%,
berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu
haul atau ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada
saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.
Dengan
demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan
petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan
haul. Menurut al-Qardhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas
dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.
Adapun dalil tentang adanya zakat profesi
adalah firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا
فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Ketahuilah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji” (QS.Al-Baqarah/2:
267).
Dan
firman Allah tentang peringatan terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan
tidak membelanjakannya di jalan Allah. Allah berfirman :“…dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS.
At Taubah : 34);
Selain
itu juga berdasarkan prinsip keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan tidak adil
dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam bila petani dan pedagang kecil
yang penghasilannya kecil diwajibkan membayar zakat, sementara seorang
eksekutif, kontraktor, konsultan, dan profesional lain yang penghasilannya
dapat mencapai puluhan juta tidak diwajibkan membayar zakat.
Adapun nishab zakat penghasilan dan
profesi adalah 85 gram emas, sama dengan nishab zakat uang. Demikian pula
dengan besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 1/40 atau (2,5%) sesuai dengan
keumuman nash yang mewajibkan zakat uang sebesar itu.
Timbul persoalan tentang
orang-orang yang memiliki penghasilan dari profesi. Mereka menerima pendapatan
dari profesinya tersebut tidak sama, ada yang setiap hari seperti dokter, atau
pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau
secara regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai.
Bila nishab di atas ditetapkan untuk
setiap kali upah atau gaji yang diterima, maka banyak golongan profesi yang
menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari
kewajiban zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu
dikumpulkan, maka akan cukup senisab bahkan lebih. Sementara waktu penyatuan
dari penghasilan itu yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syari’at adalah satu
tahun, di mana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan bahwa
pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun
dibayarkan per bulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Penghasilan yang diukur nishabnya
adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang telah dikurangi kebutuhan
biaya hidup terendah atau kebutuhan pokok seseorang berikut tanggungannya dan
juga setelah dikurangi untuk pembayaran hutang (hutang bukan karena kredit
barang mewah tapi karena untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti bayar
kredit rumah BTN, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dan yang sejenis).
Bila penghasilan bersih itu
dikumpulkan dalam setahun atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nishab,
maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 %. Bila seseorang telah mengeluarkan
zakatnya langsung ketika menerima penghasilan (karena yakin dalam waktu setahun
penghasilan bersihnya akan lebih dari senishab), maka tidak wajib lagi bagi dia
mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double zakat).
Mengenai cara praktis menghitung
zakat profesi adalah sebagaimana contoh berikut ini:
A.Penerimaan kotor selama setahun : Rp.180.000.000;
B.Kebutuhan pokok setahun : Rp.60.000.000;
C.Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun : Rp.15.000.000;
B.Kebutuhan pokok setahun : Rp.60.000.000;
C.Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun : Rp.15.000.000;
D.Penghasilan bersih setahun : A-(B+C) atau
Rp180.000.000-(60.000.000+15.000.000=75.000.000) = Rp. 105.000.000;
Dari penghasilan bersih tersebut (Rp. 105.000.000;) karena dipandang
sudah memenuhi jumlah nishab (senilai 85
gram emas @ Rp. 490.000= Rp.41.650.000), maka selanjutnya dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Dengan
demikian jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % atau 1/40 x Rp. 105.000.000; = Rp.2.625.000;
Jika penghasilan bersih tidak mencapai jumlah nishab, maka tidak
terkena wajib zakat. Sungguhpun demikian masih diharuskan mengeluarkan infak,
sedekah dan pemberian lainnya yang bersifat sunnah. Ingat firman Allah: “Apapun
yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia (Allah) adalah
sebaik-baik pemberi rizki (QS. Saba’ 39).
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa zakat yang dikeluarkan
itu dari hasil penerimaan kotor (tanpa dikurangi kebutuhan pokok). Wallahu
A’lam !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar