Kamis, 26 November 2015

Zakat Profesi

ZAKAT PROFESI (KONTRAKTOR)


Oleh


Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I



Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. Wb
Ustadz Zuhdi yang dirahmati Allah, apakah seseorang yang mendapatkan penghasilan dari profesi sebagai kontraktor yang membangun perumahan, gedung-gedung perkantoran, dan profesi-profesi lainnya itu perlu dizakati ?
Jazakumullah Khairan Kasiran !

Jawab:

Wa’alaikumussalam wr wb!
            Dalam kajian zakat, ada yang disebut dengan zakat profesi. Zakat profesi sebenarnya merupakan istilah baru dalam kajian fiqih Islam. Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Adapun yang dimaksud dengan profesi dalam hal ini terbagi menjadi dua macam yaitu: (1) Profesi yang penghasilannya diperoleh dengan cara usaha sendiri seperti kontraktor, dokter, pengacara, arsitek, penjahit dan lain sebagainya, dan (2) Profesi yang penghasilannya diperoleh dengan cara bekerja pada orang lain sehingga ia memperoleh gaji/imbalan, seperti pegawai negeri, karyawan BUMN, dan lain sebagainya.
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama salaf (klasik) tidak mewajibkannya, namun para ulama kontemporer seperti  Yusuf Al-Qaradhawi dan Wahbah Al-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan atau zakat profesi itu hukumnya wajib.
Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, serta sebagian tabiin  yaitu Al-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, Makhul dan Umar bin Abdul Aziz. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau  ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.
Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul.  Menurut al-Qardhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%. 
 Adapun dalil tentang adanya zakat profesi adalah firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji” (QS.Al-Baqarah/2: 267).
Dan firman Allah tentang peringatan terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Allah berfirman :“…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah : 34);
Selain itu juga berdasarkan prinsip keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan tidak adil dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam bila petani dan pedagang kecil yang penghasilannya kecil diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif, kontraktor, konsultan, dan profesional lain yang penghasilannya dapat mencapai puluhan juta tidak diwajibkan membayar zakat.
Adapun nishab zakat penghasilan dan profesi adalah 85 gram emas, sama dengan nishab zakat uang. Demikian pula dengan besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 1/40 atau (2,5%) sesuai dengan keumuman nash yang mewajibkan zakat uang sebesar itu.
Timbul persoalan tentang orang-orang yang memiliki penghasilan dari profesi. Mereka menerima pendapatan dari profesinya tersebut tidak sama, ada yang setiap hari seperti dokter, atau pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai.
Bila nishab di atas ditetapkan untuk setiap kali upah atau gaji yang diterima, maka banyak golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu dikumpulkan, maka akan cukup senisab bahkan lebih. Sementara waktu penyatuan dari penghasilan itu yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syari’at adalah satu tahun, di mana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Penghasilan yang diukur nishabnya adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang telah dikurangi kebutuhan biaya hidup terendah atau kebutuhan pokok seseorang berikut tanggungannya dan juga setelah dikurangi untuk pembayaran hutang (hutang bukan karena kredit barang mewah tapi karena untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti bayar kredit rumah BTN, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dan yang sejenis).
Bila penghasilan bersih itu dikumpulkan dalam setahun atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 %. Bila seseorang telah mengeluarkan zakatnya langsung ketika menerima penghasilan (karena yakin dalam waktu setahun penghasilan bersihnya akan lebih dari senishab), maka tidak wajib lagi bagi dia mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double zakat).  
Mengenai cara praktis menghitung zakat profesi adalah sebagaimana contoh berikut ini:
A.Penerimaan kotor selama setahun : Rp.180.000.000;
B.Kebutuhan pokok setahun : Rp.60.000.000;
C.Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun : Rp.15.000.000;
D.Penghasilan bersih setahun : A-(B+C) atau Rp180.000.000-(60.000.000+15.000.000=75.000.000) =  Rp. 105.000.000;

Dari penghasilan bersih tersebut (Rp. 105.000.000;) karena dipandang sudah memenuhi  jumlah nishab (senilai 85 gram emas @ Rp. 490.000= Rp.41.650.000), maka selanjutnya  dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Dengan demikian jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %  atau 1/40 x Rp. 105.000.000; = Rp.2.625.000;
Jika penghasilan bersih tidak mencapai jumlah nishab, maka tidak terkena wajib zakat. Sungguhpun demikian masih diharuskan mengeluarkan infak, sedekah dan pemberian lainnya yang bersifat sunnah. Ingat firman Allah: “Apapun yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia (Allah) adalah sebaik-baik pemberi rizki (QS. Saba’ 39).
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa zakat yang dikeluarkan itu dari hasil penerimaan kotor (tanpa dikurangi kebutuhan pokok). Wallahu A’lam !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar