Jumat, 17 Maret 2023

MASUK SURGA TANPA HISAB

 

MASUK SURGA TANPA HISAB

Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Pertanyaan:

              Assalamu’alaikum wr.wb.!

Pengasuh Konsultasi Agama rahimakumullah! Saya pernah mendengar bahwa besok pada hari kiamat ada orang-orang yang sangat istimewa, yaitu mendapatkan jaminan masuk surga tanpa hisab bahkan tidak tersentuh sedikitpun oleh neraka. Yang saya tanyakan siapakah mereka itu? Apa amalannya sehingga membuat mereka begitu istimewa? Demikian, atas perkenan dan jawabannya saya sampaikan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairan katsiran! (Berlian, Sidoarjo).

Wassalamu’alaikuim wr. wb.!

Jawab:

              Dalam hadis sahih Riwayat Muslim No. 549, hadisnya agak panjang, di antaranya disebutkan sebagai berikut:

هَذِهِ أُمَّتُكَ وَ مَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ

“Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab”.

Selengkapnya diterangkan bahwa Hushain bin Abdurrahman berkata: “Ketika saya berada di dekat Sa’id bin Jubair, dia berkata: “Siapakah di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?” Saya menjawab: “Saya”. Kemudian saya berkata: “Adapun saya ketika itu tidak dalam keadaan salat, tetapi terkena sengatan kalajengking”. Lalu ia bertanya: “Lalu apa yang anda kerjakan?” Saya menjawab: “Saya minta diruqyah”. Ia bertanya lagi: “Apa yang mendorong anda melakukan hal tersebut?” Jawabku: “Sebuah hadis yang dituturkan al-Sya’bi kepada kami”. Ia bertanya lagi: “Hadis apa yang dituturkan oleh al-Sya’bi kepada anda?” Saya katakan: “Dia menuturkan hadis dari Buraidah bin Hushaib:

لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَّةٍ

 ‘Tidak ada ruqyah kecuali karena ‘ain atau terkena sengatan”.

“Sa’id pun berkata: “Alangkah baiknya orang yang beramal sesuai dengan nash yang telah didengarnya, akan tetapi Ibnu Abbas ra. menuturkan kepada kami hadis dari Nabi saw., beliau bersabda: “Saya telah diperlihatkan beberapa umat oleh Allah, lalu saya melihat seorang Nabi bersama beberapa orang, seorang Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi sendirian, tidak seorangpun menyertainya. Tiba-tiba ditampakkan kepada saya sekelompok orang yang sangat banyak. Lalu saya mengira mereka itu umatku, tetapi disampaikan kepada saya: “Itu adalah Musa dan kaumnya”. Lalu tiba-tiba saya melihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepada saya: “Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab”.

Kemudian beliau bangkit dan masuk rumah. Orang-orang pun saling berbicara satu dengan yang lainnya. Siapakah gerangan mereka itu? Ada di antara mereka yang mengatakan: “Mungkin saja mereka itu sahabat Rasulullah saw.” Ada lagi yang mengatakan: “Mungkin saja mereka orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak pernah berbuat syirik terhadap Allah”, dan ada yang menyebutkan yang lainnya.

Ketika Rasulullah saw. keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Nabi saw. bersabda:

هُمُ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

 “Mereka itu adalah orang yang tidak pernah meruqyah, tidak pernah minta diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, dan mereka bertawakkal kepada Rabb mereka”.

Lalu Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata: “Mohonkanlah kepada Allah, mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!”. Beliau menjawab: “Engkau (Ukasyah) termasuk mereka”. Kemudian berdirilah seorang yang lain lagi dan berkata: “Mohonlah kepada Allah, mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!”.  Beliau menjawab: “Kamu sudah didahului Ukasyah” (HR. Muslim No. 549).

Berdasarkan hadis tersebut, ada 70.000 orang dari umat Nabi Muhammad saw. yang akan mendapatkan jaminan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab (langsung masuk surga tanpa merasakan api neraka). Mereka yang 70.000 orang itu adalah orang-orang yang beramal dan bersikap tidak pernah meruqyah, tidak pernah minta diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur; dan mereka selalu bertawakkal kepada Rabb mereka”. Dalam hadis sahih Riwayat al-Bukhari No. 5705, tanpa menyebut “tidak pernah meruqyah”, tetapi ada tambahan “tidak meminta di kay”.

Bila digabungkan antara Riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang kreteria umat Nabi Muhammad saw. yang dijamin masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab, maka mereka itu ada lima kreteria, yaitu: (1) tidak pernah meruqyah; (2) tidak pernah minta diruqyah; (3) tidak minta di kay; (4) tidak melakukan tathayyur; dan (5) selalu bertawakkal kepada Allah swt. 

1.      Tidak pernah meruqyah (لاَ يَرْقُونَ).

Kalimat “tidak pernah meruqyah” ini diperselisihkan ulama. Sebagian ulama seperti Ibn Taymiyah menganggapnya lafalnya kliru (jika yang dimaksud adalah meruqyah secara umum). Ibnu Taymiyah berkata: Nabi sendiri pernah melakukan ruqyah terhadap dirinya sendiri dan pernah meruqyah orang lain. Beliau tidak pernah meminta diruqyah. Meminta diruqyah berarti minta tolong orang lain, sedangkan meruqyah diri sendiri dan meruqyah orang lain langsung meminta tolong kepada Allah (Ibn Taymiyah, Iqtida al-Shirat al-Mustaqim, I/448). Sejalan dengan Ibn Taymiyah adalah M. Nashiruddin al-Albani. Menurut al-Albani kalimat لاَ يَرْقُونَ, (tidak pernah meruqyah) dalam lafal Riwayat Muslim adalah merupakan kalimat yang syadz, yang janggal (al-Albani, Majmu’ Fatawa al-Albani, I/232). Namun, sebagian ulama ada yang memahami kalimat “tidak pernah meruqyah” dengan pemahaman yang lain, yaitu tidak pernah meruqyah dengan kalimat yang biasa dipakai orang-orang kafir, orang-orang jahiliyah, dan dengan perkataan yang tidak dimengerti maknanya sehingga bisa mengarah kepada kekufuran. Adapun meruqyah dengan kalimat al-Qur’an dan doa-doa Nabi saw., maka hal itu tidak dilarang bahkan disunnahkan (al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, XIV/168 dan al-Suyuti, al-Dibaj ‘Ala Muslim, V/203).

2.      Tidak minta diruqyah (وَلاَ يَسْتَرْقُونَ).

Orang yang tidak minta diruqyah adalah menunjukkan tingginya tawakkal kepada Allah, karena itu ia akan masuk dalam kelompok 70.000 orang yang akan masuk surga tanpa hisab. Perbedaan antara mustarqi dan raqi, kalau mustarqi (orang yang meminta diruqyah) adalah orang yang minta diobati, dalam hal ini hatinya bisa sedikit berpaling kepada selain Allah. Dengan demikian akan mengurangi nilai tawakkalnya kepada Allah. Sedangkan raqi (orang yang meruqyah) adalah orang yang berbuat baik, memberi manfaat kepada orang lain. Ibn al-Qayyim berkata: Nabi saw adalah orang yang pernah meruqyah diri sendiri dan orang lain, tetapi beliau tidak pernah meminta diruqyah dari orang lain (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, I/475).

3.      Tidak minta di kay (وَلاَ يَكْتَوُوْنَ)

Minta di kay artinya minta diterapi melalui sarana pengobatan kay. Menurut Ibn Mandzur, yang dimaksud dengan (pengobatan) kay adalah menempelkan (membakar) dengan besi panas (pada bagian tubuh yang sakit atau terluka) atau sejenisnya (Ibn Mandhur, Lisan al- ‘Arab, XV/235).

Ibn al-Qayyim rahimahullah berkata: “Hadis-hadis tentang (pengobatan) kay itu ada empat hal yaitu:(1) Perbuatan Rasulullah saw. Hal itu menunjukkan bolehnya melakukan kay. (2) Rasulullah tidak menyukainya. Hal itu tidak menunjukkan larangan. (3) Pujian bagi orang yang meninggalkannya. Menunjukkan bahwa meninggalkan kay itu lebih utama dan lebih baik. (4) Larangan melakukan kay. Hal itu menunjukkan pilihan dan makruhnya kay, atau sesuatu yang tidak dibutuhkan dan dikhawatirkan bisa menimbulkan penyakit (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, IV/58).

4.      Tidak melakukan tathayyur (لاَ يَتَطَيَّرُونَ)

Tidak melakukan tathayyur maksudnya adalah tidak tasya’um, yakni tidak merasa sial atau berprasangka buruk dengan adanya kejadian tertentu. Syekh al-Utsaimin mengatakan bahwa menurut para ulama, tasya'um bisa terjadi dengan sebab sesuatu yang dilihat atau didengar atau suatu fenomena (yang ditandai).

Tasya'um (merasa sial) dengan sesuatu yang dilihat, seperti jika seseorang melihat sesuatu lalu muncul pada dirinya firasat jelek. Semisal ia melihat burung hitam seketika itu ia berkata: "Ini adalah hari gelapku".  Tasyaum (berfirasat jelek) dengan sesuatu yang didengar, seperti ketika mendengar kata-kata menggelisahkan yang tidak sesuai kemudian ia berfirasat jelek dan mengurungkan (dari menyelesaikan) keperluannya. Tasya'um dengan suatu fenomena, yaitu menganggap sial pada hari-hari atau bulan-bulan tertentu. Sebagaimana dahulu dilakukan orang-orang jahiliyah yang ber-tasya'um dengan datangnya bulan shafar sebagai bulan pembawa sial.

Maka sesungguhnya tathayyur (bersikap pesimis atau menganggap sial dengan sesuatu) merupakan kesyirikan, sebagaimana sabda Rasulullah : "Sikap tathayyur (menganggap sial dengan sesuatu) merupakan kesyirikan, sikap tathayyur adalah kesyirikan”, diucapkan tiga kali (HR. Abu Dawud, Sunan Abi Dawud No. 3912). Al-Albani: sahih.

Karena itu wajib bagi manusia untuk senantiasa bertawakkal kepada Allah dan bersandar pada-Nya pada setiap urusannya (Muhammad bin Shalih al- ‘Utsaimin, Liqa-at al-Bab al-Maftuh, XII/19).

5.   Mereka bertawakal kepada Allah (وَعَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ)

Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah terhadap perkara yang bermanfaat bagi hamba untuk diri dan dunianya. Bersandarnya hati itu harus diimbangi dengan mencari sebab. Kalau tidak, berarti ia menolak hikmah dan syari’at. Seseorang tidak boleh menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan tidaklah tawakkal sebagai kelemahan. Dengan demikian definisi tawakkal adalah:

صِــدْقُ الْاِعْتِمَــادِ عَلَى اللهِ فِي جَلْبِ الْـــمَنَافِعِ وَدَفْــعِ الْمَضَــارِ مَعَ فِعْلِ الْأَسْبَابِ النَّافِعَـــةِ

"Benar-benar bersandar kepada Allah dalam mencari manfaat (kebaikan) dan menolak bahaya (kejelekan) diiringi dengan melakukan sebab-sebab yang bermanfaat untuk mencapai tujuannya" (al- ‘Utsaimin, Fatawa Arkan al-Islam, II/42).

Sebagai kesimpulan, hamba-hamba Allah yang istimewa yang kelak dijamin masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab adalah (1) mereka yang tidak melakukan ruqyah dengan cara seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau orang jahiliyah, (2) mereka tidak meminta untuk diruqyah, (3) mereka tidak meminta diobati dengan cara kay, (4) mereka tidak tathayyur atau merasa sial dengan adanya peristiwa tertentu, (5) dan mereka yang selalu bertawakkal kepada Allah swt.

 (Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi Maret 2023)