Sabtu, 23 Januari 2016

Hukum Merayakan Valentine’s Day

Hukum Merayakan Valentine’s Day

Oleh


Achmad Zuhdi Dh

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum wr. wb!
Ustadz Zuhdi yang dirahmati Allah !
Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan: (1) bagaimana seharusnya seorang muslim menghadapi acara pesta Valentine’s Day? (2) bagaimana hukumnya bila ikut merayakannya? (3) dan adakah ajaran kasih sayang dalam Islam? Terima kasih. (Muslim, Candi-Sidoarjo).
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui dulu apa itu sebenarnya Valentine’s Day?  Valentine’s Day adalah hari kasih sayang yang biasanya dirayakan pada setiap tanggal 14 Pebruari. Dalam bahasa Arab hari kasih sayang disebut dengan (الاحتفال بعيد الحب). Istilah atau nama Valentine dinisbahkan kepada tokoh Katolik yang bernama Valentino atau Valentinus. Menurut data dari Ensiklopedi Katolik, nama Valentinus diduga merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, yaitu Pastur di Roma, Uskup Interamna (modern Terni), dan Martir di provinsi Romawi Afrika.
Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya kasih sayang (Valentine,s Day) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Pada hari ini (Lupercalia), para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya. 
Jelas sudah, Hari Valentine atau Valentine’s Day sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo Valentinus yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi pada tahun 1969. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.
Karena itu, umat Islam tidak perlu menyambutnya dan ikut-ikutan berpesta ria. Bagi umat Islam, ikut merayakan Valentine’s Day dipandang melakukan hal-hal yang bisa membahayakan aqidahnya. Selain tidak bersumber dari Islam, budaya Valentine’s Day lebih dekat dengan budaya kaum Katolik. Rasulullah Saw telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam. Sabda beliau:
 « مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ »
Artinya: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut ” (HR. Abu Dawud No. 4033) . al-Albani: Hadis ini hasan shahih.
Dalam sabda beliau yang lain dikatakan:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا ، لاَ تَشَبَّهُوا بِاليَهُودِ وَلاَ بِالنَّصَارَى
Artinya: “Tidak termasuk kita (umat Islam) orang yang menyerupai (meniru-niru) selain kita; karena itu janganlah menyerupai orang Yahudi dan jangan pula menyerupai orang Nasrani” (HR. al-Tirmidzi No.2695). al-Albani: hadis ini hasan.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin ketika ditanya tentang Valentine’s Day, ia mengatakan: “Merayakan Hari Valentine itu tidak boleh ”, karena tiga alasan: Pertama, ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam; Kedua, ia dapat mendorong kepada cinta yang membabi buta; Ketiga, ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara yang tiada artinya dan bertentangan dengan petunjuk para ulama salaf al-shalih (al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il, XVI/199).
Terkait dengan prilaku ikut-ikutan pada pemeluk agama lain, Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata:“Memberikan ucapan selamat terhadap acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram”.  Karena dengan ikut-ikutan perbuatan seperti itu berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah Swt. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau melakukan pembunuhan (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Ahkam Ahl al-Dzimmah, I/441).
Karena itu, seorang muslim dilarang untuk meniru-niru kebiasan orang-orang di luar Islam, apalagi jika yang ditiru adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan, pemikiran dan adat kebiasaan mereka, seperti ikut-ikutan merayatkan Valentine’s Day.
Tentang ajaran Islam yang menyangkit kasih sayang, dapat kita baca pada hadis-hadis berikut ini, di antaranya sabda Nabi Saw: 
(مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَم),
 artinya: “Barangsiapa tidak menyayangi atau tidak memberikan kasih sayang, maka ia tidak akan dikasih sayangi” (HR. al-Bukhari No.5997  dan Muslim No. 6170). 
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabada:
(إِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ), 
artinya: Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang (HR. al-Bukhari No. 7448). 
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabada: 
(الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ), 
artinya: “Orang-orang yang suka memberikan kasih sayang, maka akan  dikasihi dan di sayang oleh Al-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang), karena itu maka rahmatilah (sayangilah) apa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di langit” (HR. Abu Dawud No.4941 dan Al-Tirmidzi No.1924). Hadis ini dishahihkan oleh al-Albani (al-Silsilah al-Shahihah, II/594).

Kata man (مَنْ) dalam sabda Nabi Saw tersebut adalah isim maushuul, yang dalam kaidah ilmu ushuul fiqh memberikan faedah keumuman, artinya bisa mencakup apa saja. Oleh karena itu Nabi Saw tidak hanya memerintahkan kita untuk merahmati (menyayangi) orang yang shaleh saja, lebih dari itu beliau juga memerintahkan kita untuk merahmati seluruh manusia dan bahkan seluruh alam, termasuk hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Ibn Bathal mengatakan bahwa hadis-hadis tentang kasih sayang tersebut menganjurkan kita agar memberikan kasih sayang kepada semua makhluk, baik kepada orang mukmin maupun kafir, hewan piaraan maupun hewan liar, dan lain-lain.(Ibn Hajar, Fath al-Bari, X/440).
Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa Islam sangat menekankan ajaran kasih sayang. Dalam memberikan kasih sayang, tidak dibatasi oleh waktu, sehingga kapan saja, setiap saat, kita bisa melakukan atau memberikan kasih sayang, baik kepada keluarga, orang tua, suami-isteri, anak-anak atau kepada yang lainnya, termasuk kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan.
            Wallahu A’lam!