Selasa, 14 Maret 2017

MENYANTUNI ANAK YATIM

MENYANTUNI ANAK YATIM:
MELUNAKKAN HATI DAN MENCUKUPKAN RIZKI


Oleh


Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


Dalam hadis Nabi Saw, Abu Darda’ ra meriwayatkan:

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَجُلٌ يَشْكُوْ قَسْوَةَ قَلْبِهِ، قَالَ : أَتُحِبُّ أَنْ يَلِيْنَ قَلْبُك، وَ تُدْرَكَ حَاجَتُكَ؟ اِرْحَمِ الْيَتِيْمَ، وَامْسَحْ  رَأْسَهُ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ، وَتُدْرَكْ حَاجَتُكَ (رواه الطبراني وعبد الرزاق وابونعيم وحسنه الالبانى)

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw mengeluhkan tentang kerasnya hati. Nabipun bertanya: “sukakah kamu jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” (HR. al-Thabrani, Abd al-Razzaq, dan Abu Nu’aim.  Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam al-Targhib No.2544).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa salah satu cara agar hati menjadi lunak dan kebutuhan sehari-hari tercukupi adalah dengan cara menyayangi dan menyantuni anak yatim. Termasuk dalam kategori menyantuni anak yatim adalah dengan memberinya makanan, pakaian, dan membiayai kebutuhan pendidikan serta kesehatannya.
  Menyayangi anak yatim bisa juga dilakukan dengan suka mengusap (meng-elus-elus) kepalanya sebagai tanda kasih-sayang dan keakraban serta siap memberikan perlindungan kepadanya. Nabi Saw dan juga sahabatnya suka mengusap kepala anak yatim sebagai wujud kasih-sayang kepada mereka. Nabi Saw menjanjikan kepada siapa saja yang menyayangi anak yatim dengan mengusap kepalanya akan diberikan banyak kebaikan dan jaminan masuk surga berdampingan dengan Nabi. Dalam hadis disebutkan:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ أَوْ يَتِيمَةٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلاَّ لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ ، وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَقَرَنَ بَيْنَ إِصْبُعَيْهِ.
Dari Abu Umamah, Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa mengusap kepala anak yatim, laki-laki atau perempuan karena Allah, maka baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim, perempuan atau laki-laki yang dia asuhnya, maka aku akan bersama dia di surga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya (HR. Ahmad No.22338). Syu’aib al-Arnout mengatakan: hadis ini sahih lighairih.
Dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim ditegaskan sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ ». وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “orang yang menanggung kehidupan anak yatim, maka baginya akan bersama saya di surga. Nabi mengisyaratkan dengan dua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah. (HR al-Bukhari no.4998 dan Muslim no.7660).
Selain mendapatkan kedudukan terhormat (bisa berdampingan dengan Nabi Saw di surga),  bagi orag-orang yang mau menaggung dan menyantuni anak yatim juga akan mendapatkan hati yang lunak, tenang-tenteram, mudah berempati kepada orang lain, dan kemudahan-kemudahan dalam memperoleh rizki, sehingga berbagai kebutuhan hidupnya serba tercukupi.
Berikut ini kisah nyata tentang keadaan orang yang menjadi kaya dan semakin dimudahkan dan diluaskan rizkinya semenjak dekat dan suka menyantuni anak yatim, sebagaimana yang pernah dimuat dalam situs hidayatullah.com. berikut ini kisahnya:
Tujuh tahun sudah saya merantau dari sebuah desa kecil di Sumatera ke Jakarta. Tujuannya hanya satu, mencoba peruntungan. Siapa tahu, Jakarta yang sering hanya saya dengar di televisi bisa mengubah garis hidup saya.
Salah satu andalan yang hanya bisa saya lakukan di Kota paling besar di Negeri ini adalah berjualan kecil-kecilan. Ya, saya memutuskan berjualan makanan Nasi Padang, khas kampung saya. Saya menetapkan tinggal di Jakarta Timur, dengan menyewa sebuah tempat kecil. Ahamdulillah, meski kecil, warung saya tidak sepi. Setidaknya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Merantau dari desa ke Jakarta tujuannya adalah mengais rizki. Tentu, agar irit, semua saya lakukan sendiri. Mulai belanja, masak dan menunggu warung.
Suatu hari, di sebelah warung yang saya tempati ada musibah. Seorang bapak, meninggal dunia dengan meninggalkan anaknya yang masih kecil enam orang dan seorang istri. Saya memperhatikan kehidupannya pasca kematian suaminya benar-benar memprihatinkan. Entah, apa yang menggerakkan hati saya, kala itu saya ingin membantu. Namun karena kondisi saya yang terbatas, yang memungkinkan saya adalah memberi makan mereka secara gratis. Itupun sekali dalam seminggu.
Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, itu saja yang saya kerjakan tanpa tahu makna dari itu. Boro-boro hadis Nabi tentang anak yatim, shalat saja masih bolong-bolong. Maklum, ketika datang dari desa, saya tak begitu mengenal makna hidup.Tidak terasa, anak-anak yatim yang saya santuni ternyata terus berkembang. Dari enam orang menjadi sembilan. Dan dari sembilan orang, kini telah mencapai 150 orang.
SubhanallahKalau bukan Allah Swt, tidak mungkin bisa menggerakkan anak-anak yatim datang ke warung saya. Setiap hari Jumat, mereka datang ke warung untuk makan bersama dan pulangnya saya beri amplop sekedarnya. Sering juga muncul pertanyaan dari banyak orang, apakah dengan mengundang mereka makan, tidak menjadikan warung saya rugi? Entahlah, tapi faktanya justru terbalik. Semenjak kedatangan mereka ke warung saya, rezeki yang datang menghampiri saya tidak pernah ada habisnya.
Betapa tidak, dahulu saya hanya menyewa warung kecil, kini tanah dan bangunan itu sudah saya beli. Tidak itu saja, saya bisa membeli rumah di Jakarta, menambah beberapa warung Padang lagi untuk memperlebar usaha, bahkan ditambah dengan memiliki karyawan yang semakin banyak.  Istri, anak dan keluarga bahkan semuanya bisa ikut hijrah ke Jakarta. 
Subhanallah!. Sungguh Maha Suci Engkau Ya Allah!
Berkah Ramadhan, satu lagi, yang sunguh menambah keyakinan saya bahwa Allah  telah memberi berkah melalui anak yatim ini. Saya sekeluarga bersama para karyawan bisa tidur nyenyak selama bulan Ramadhan. Bayangkan saja, umumnya pengusaha makanan, akan goncang jika bulan Ramadhan telah datang. Maklum, selama seharian penuh dipastikan akan libur total. Tentu bisa dimaklumi, karena dipastikan sejak Subuh hingga Ashar, tidak ada pemasukan. Masalahnya, jika semua kalkulasi-kalkulasi itu menggunakan akal dan logika manusia, maka Allah juga akan menggunakan kalkulasi dan logika manusia.
Bukankah ada sebuah hadis qudsi yang mengatakan:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي
Saya tergantung kepada prasangka hambaKu kepadaKu. Saya selalu bersamanya apabila ia selalu mengingatKu. Apabila ia mengingatKu dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu (HR.al-Bukhari No. 7505 dan Muslim No. 6981).
Jika kehadiran Ramadhan itu kita yakini akan membuat usaha kita rugi dan bangkrut, boleh jadi Allah juga akan memberi kebangkrutan pada kita. Sebaliknya jika kita ber-husnudzdzan (berbaik sangka) kepada Allah, bahwa hadirnya Ramadhan tak akan pernah membangkrutkan atau merugikan usaha kita, boleh jadi pula Allah akan memberi kita rizki dari pintu lainnya.
Dan itulah kenyataannya. Selama Ramadhan, kami dan seluruh karyawan justru libur penuh dan sibuk beribadah. Bagaimana dengan karyawan, anak dan istri, bahkan uang untuk THR dan urusan mudik? Bisakah tercukupi semuanya jika selama Ramadhan tidak buka warung? Justru sebaliknya. Allah telah melipatgandakan semua rizki saya dan keluarga sebulan sebelum datangnya bulan mulia itu. Biasanya, beberpa bulan menjelang Ramadhan tiba, saya kuwalahan menerima order. Kami semua tidak tidur sampai subuh hanya mengurusi order-order atau pesanan Nasi Padang ini. Dan biasanya, semua order mulai sepi begitu memasuki bulan Ramadhan.
Nah, kala itu, kami biasanya tinggal menghitung uang untuk bekal Idul Fitri. Entahlah, semua ini, boleh jadi karena berkah dari anak-anak Yatim. Saat ini, saya hanya selalu mengucapkan rasa syukur, karena Allah tidak pernah bosan menolong dan menambah  kebutuhan rizkiku. Saya ingat sebuah ayat dalam al-Quran yang mengatakan: 
مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid, 11).
Jika pengalaman saya ini bisa diambil sebagai pelajaran, saya hanya ingin mengatakan satu hal, jangan pernah “berhitung” dengan Allah Subhanahu Wata’ala, karena toh, selama ini Allah tak pernah berhitung terhadap nikmatNya yang diberikan kepada kita.
Akhir kata, tiada yang bisa saya katakana, kecuali ucapan,  “Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir”. (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung).
“Ya Allah”, hanya dengan mengingat kalimat ini saya sering bersyukur dan hati ini senantiasa sejuk. Saya percaya,  semua kesulitan, ketakutan, rizki dan apa yang ada di bumi se-isinya ini hanya milik Allah. Maka jangan pernah berpaling pada yang lain!. (Kisah nyata ini diceritakan langsung Abdullah pada hidayatullah.com, di warungnya di Jakarta Timur).






MENGUNGKIT-UNGKIT PEMBERIAN

MENGUNGKIT-UNGKIT PEMBERIAN


Oleh



Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr Wb!           
Ust.Achmad Zuhdi yang dirahmati Allah! Mohon penjelasan mengenai bagaimana hukum orang tua yang suka mengungkit-ungkit pemberian masa lalu yang telah diberikan kepada anaknya sendiri, misalnya: “Kamu bisa sekolah ini karena ibumu; kalau bukan karena ibumu, kamu tidak bisa sekolah, tidak bisa memiliki ini dan itu. Jangan suka bantah dan jangan macam-macam!”. Jika orang tua sampai mengucapkan seperti itu, apakah berarti ia tidak ikhlas? Lalu sebagai seorang anak harus bersikap bagaimana? Bukankah anak harus hormat kepada orang tua?  Mohon pencerahannya Ustadz! Atas jawabannya kami sampaikan terima kasih. Jazakallah khairan katsiran! (Farah, Wonoayu-Sidoarjo).              
Wassalamu’alaikum Wr. Wb!

Jawaban:
Bersedekah atau berinfak di jalan Allah adalah merupakan amal perbutan yang sangat mulia dan terpuji. Allah berjanji akan memberikan kemudahan demi kemudahan kepada orang-orang yang suka berinfak, bersedekah atau membantu orang lain. Allah Swt berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan(kemudahan) sesudah kesempitan(kesulitan). (QS. Al-Thalaq, ayat 7).
            Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang suka bersedekah atau berinfak akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam segala urusan. Tentu yang dimaksudkan adalah infak atau pemberian yang dilakukan dengan penuh ketulusan dan semata-mata karena Allah Swt. Kepada hamba-hambanya yang suka mengeluarkan sedekah (memberi sedekah), Allah Swt telah memuji dengan firman-Nya:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut(mengungkit-ungkit) pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), maka mereka akan memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (al-Baqarah, 2: 262).
            Ayat tersebut menyatakan bahwa mereka yang tidak mengungkit-ungkit pemberiannya dan tidak menyakiti hati si penerima, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala. Sebaliknya, jika mereka memberi dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti si penerima, maka Allah akan menghilangkan pahala dari amal perbuatan itu. Allah Swt memperingatkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir(al-Baqarah,2:264).
               Betapa ruginya orang yang berinfak atau bersedekah yang diikuti dengan mengungkit-ungkit sedekahnya. Demikian juga betapa sia-sianya orang yang pernah memberikan bantuan kepada orang lain, tetapi orang lain tadi merasa tersinggung dan dipermalukan karena pemberian tadi diungkit-ungkitnya. Orang yang bersedekah atau memberikan bantuan kepada orang lain seperti ini berarti tidak tulus, tidak ikhlas, tetapi ada pamrih. Karena itu maka siala-sialah sedekah dan pemberiannya. Amalan seperti ini tidak akan mendapatkan pahala sama sekali. Diibaratkan oleh Allah seperti batu licin yang di atasnya ada tanah lalu tertimpa hujan lebat sehingga batu itu bersih tidak ada lagi tanahnya.
Atas dasar keterangan tersebut, maka apa yang dilakukan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang mengungkit-ungkit pemberiannya selama dalam asuhannya, maka sikap Ibu tersebut mestinya tidak dilakukan. Jika Ibu tersebut tidak segera menyadarinya dan tidak segera bertaubat atas kekeliruannya, maka sia-sialah semua pemberiannya selama ini.
Sungguhpun sang Ibu telah bersikap salah, bagi anaknya tetap harus menaruh hormat sebagaimana mestinya sikap anak kepada kedua orang tuanya. Allah Swt berfirman:

ﻭَﻗَﻀَﻰ ﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧًﺎ ﺇِﻣَّﺎ ﻳَﺒْﻠُﻐَﻦَّ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﺍﻟْﻜِﺒَﺮَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺃَﻭْ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻘُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺃُﻑٍّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻬَﺮْﻫُﻤَﺎ ﻭَﻗُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻗَﻮْﻟًﺎ ﻛَﺮِﻳﻤًﺎ ‏ ﻭَﺍﺧْﻔِﺾْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺟَﻨَﺎﺡَ ﺍﻟﺬُّﻝِّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔِ ﻭَﻗُﻞْ ﺭَﺏِّ ﺍﺭْﺣَﻤْﻬُﻤَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺭَﺑَّﻴَﺎﻧِﻲ ﺻَﻐِﻴﺮًﺍ ‏
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ”Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku di waktu kecil”(QS. Al-Isra : 23-24).
Jadi, bila sang Ibu melakukan kekeliruan dengan mengungkit-ungkit pemberiannya selama ini kepada anaknya, hendaknya segera bertaubat, selanjutnya berusaha mengikhlaskannya dengan setulus-tulusnya dan mengharap keridhaan dari Allah Swt. Demikian juga sang anak hendaknya tetap berusaha menaruh hormat kepada orang tuanya, lebih-lebih jika keduanya telah usia renta.
Sebagai peringatan kepada orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, berikut ini peringatan dari Nabi Saw: “Tiga orang yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari kiamat, tidak pula Allah melihat kepada mereka dan juga tidak mensucikan mereka, serta bagi mereka azab yang pedih”. Abu Hurairah berkata: “Beliau mengulanginya hingga tiga kali”. Abu Dzarr berkata: “Sungguh merugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Musbil,  yaitu yang melabuhkan pakaiannya melebihi mata kaki ke bawah (bagi lelaki)), lalu orang yang mengungkit-ungkit kebaikannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”(Hadis Riwayat Muslim, No. 106).
Dan hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنَّانٌ، وَلَا عَاقٌّ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْر
 “Tiga orang yang tidak akan masuk surga, yaitu: “orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, anak yang durhaka kepada orang tuanya, dan orang yang terus-menerus minum khamar” (HR. al-Nasa’i, No. 5672, dan al-Albani menshahihkannya).