Minggu, 01 Juli 2018

BERSIH-BERSIH DIRI DENGAN SHALAT


BERSIH-BERSIH DIRI DENGAN SHALAT

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Teks Hadis
Dari Abu Hurairah ra,  Rasulullah Saw bersabda:

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ. قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ «فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا»
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
           
Status Hadis
            Menurut Imam al-Nawawi, hadis yang telah dishahihkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim telah disepakati keshahihannya oleh para ulama ahli hadis (Syarah al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, I/14). M. Nashiruddin al-Albani juga menyatakan bahwa hadis tersebut shahih. Selain diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Uwanah, al-Nasai, al-Tirmidzi, al-Darimi, dan Ahmad. (Irwa al-Ghalil, I/47).
Kandungan Hadis
            Hadis tersebut menerangkan bahwa shalat lima waktu yang ditegakkan dalam sehari semalam itu dapat menghapus segala dosa. Bahkan ditegaskan dalam hadis tersebut, sedikit pun tidak tersisa dosa (kotorannya) dengan amalan shalat yang lima waktu itu.
            Memang, jika diperhatikan dari aspek bacaan dzikr atau doa pada gerakan-gerakan shalat, dapat ditemukan bahwa setiap pada posisi shalat, baik saat berdiri setelah takbiratul ihram, saat ruku’, saat sujud, saat duduk di antara dua sujud, dan saat menjelang salam, akhir shalat, terdapat bacaan yang isinya permohonan ampun atau minta dihapuskan dari segalah dosa dan kesalahan.
Pada saat berdiri, setelah takbiratul ihram, di antara redaksi bacaan iftitah adalah berisi pemohonan agar Allah berkenan membersihkan dari segala dosa. Lihat  redaksi bacaannya:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkan aku dari segala  kesalahan(dosa) sebagaimana pakaian yang putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari No. 744, Muslim No.1382)
            Pada saat rukuk dan sujud, salah satu bacaan dzikir dan doa yang sering dibaca oleh Nabi Saw adalah  dzikir yang berisi tasbih, tahmid, dan istighfar (permohonan ampun). Lihat redaksi bacaannya saat rukuk dan sujud:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Mahasuci Engkau, Ya Allah, Rabb kami, dengan memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku”.
‘Aisyah ra mengatakan bahwa Nabi Saw paling sering membaca dzikir atau doa tersebut dalam rukuk dan sujudnya (HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).

              Pada saat duduk di antara dua sujud, bacaan dzikir dan doanya juga berisi permohonan ampun kepada Allah Swt. Lihat redaksi bacaan doanya:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي
Ya Allah, ampunilah aku, sayangilah aku, tutupilah kekurangan(cacat)ku, berikanlah petunjuk untukku, dan berikan rizki kepadaku” (HR. al-Tirmidzi No. 284). Al-Albani: hadis ini shahih (Shahih Wa Dha’if Sunan al-Tirmidzi, I/284).
            Pada saat menjelang salam, akhir shalat. Nabi menganjurkan banyak berdoa, di antaranya dengan bacaan sebagai berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak melakukan kedzaliman terhadap diriku sendiri, dan tidak ada yang sanggup mengampuni dosa kecuali Engkau. Karena itu ya Allah, ampunilah diriku berupa ampunan dariMu, dan sayangilah aku, karena sesungguhnya Engaku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (HR. al-Bukhari No. 834 dan Muslim No. 7044).
Begitulah, pada setiap posisi shalat (berdiri, rukuk, sujud, dan duduk) terdapat peluang untuk meminta ampun kepada Allah dari segala kesalahan dan dosa. Dengan demikian sangat tepat bila manusia benar-benar memanfaatkannya (shalat lima waktu) untuk  bersih-bersih diri dari segala kesalahan dan dosa. Allah Swt (dalam hadis qudsi riwayat Muslim No.6737) mengingtkan bahwa setiap malam maupun siang, manusia biasa melakukan dosa, dan Allah Maha Pengampun, karena itu agar dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah, ia diperintahkan meminta ampun kepadaNya. Di antara peluang yang paling strategis untuk mendapatkan ampunan dari segala kesalahan dan dosa adalah melalui shalat.
Apakah dengan shalat yang lima waktu itu dapat menghapus segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah (Fath al-Bari Libn Rajab, III/51) mengatakan bahwa berdasarkan hadis tersebut di atas, sebagian ulama memahami bahwa shalat lima waktu yang diamalkan dalam sehari semalam itu dapat menghapus segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa dosa besar tidak bisa terhapus hanya dengan sekedar shalat kalau tidak disertai dengan taubat. Jumhur ulama mengatakan: “Penghapusan dosa dengan shalat ini bersifat umum (untuk dosa-dosa kecil), bukan untuk dosa-dosa besar sebagaimana diterangkan dalam hadis lain riwiyat Imam Muslim dari Abu Hurairah ra,  Nabi Saw. bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِر
“Shalat lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at, dari Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa di antaranya, selama dosa-dosa besar itu dijauhi” (HR. Muslim No. 233).
Selain itu, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis sebagai berikut:
مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Setiap muslim yang tatkala tiba waktu shalat wajib, segera  wudlu dengan sesempurna mungkin, kemudian shalat dengan khusyu, lalu menyempurnakan rakaatnya, niscaya terhapus sebagian dosanya, selama tidak melakukan dosa besar. Begitulah keadaannya sepanjang tahun”(HR. Muslim No. 565).
Dua hadis tersebut menjelaskan bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan shalat lima waktu adalah dosa-dosa kecil, belum termasuk dosa besar. Untuk mendapatkan pengampunan dari segala dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, selain melaksanakan shalat dengan baik, juga harus melakukan taubat dengan sebenar-benarnya. Ahmad Farid (dalam kitabnya Tazkiyatun Nufus, I/117), menerangkan bahwa taubat yang benar itu harus memenuhi beberapa syarat. Bila dosa yang dilakukan itu berhubungan dengan hak Allah, maka ada tiga syarat yang harus dilakukan, yaitu  (1)benar-benar menyesali atas pebuatan dosa yang pernah dilakukan; kemudian (2)berusaha maksimal meninggalkan dan menjauhi perbuatan dosa tersebut; dan (3)dengan ikhlas berjanji tidak akan mengualangi lagi perbuatan dosanya. Adapun dosa yang berhubungan dengan hak manusia, maka cara taubatnya selain dengan tiga syarat tersebut, ditambah satu lagi yakni mengembalikan hak-haknya dan meminta penghalalan(maaf) dari manusia yang didzaliminya.
Salah satu keuntungan yang diperoleh manusia dengan shalat yang khusyuk, selain dapat ampunan dari segala dosa adalah kemudahan terkabulnya suatu doa, termasuk doa untuk kesembuhan dari penyakit yang tak kunjung sembuh.
Alkisah, pada tahun 1980-an, seorang Ustadz melakukan perjalanan ke Singapura. Di dalam pesawat beliau bertemu dengan seorang konglomerat yang bermaksud hendak berobat karena sakit yang tak juga sembuh. Dalam dialog antara keduanya, Ustazd dengan hati-hati bertanya: “Maaf, Bapak apa sudah biasa shalat?”.  Sang konglomerat agak kaget dengan pertanyaan yang tak terduga tersebut. Dengan jujur sang konglomerat megakui bahwa selama ini memang dirinya tidak rajin shalat. Ustadz mencoba memberikan solusi kepada sang konglomerat: “Kalau ingin segera sembuh, Bapak bisa meminta kepada Tuhan yang Maha Menyembuhkan, yaitu Allah Swt. Dan salah satu caranya adalah dengan melakukan shalat dengan baik. Sang konglomerat tertarik dengan saran sang Ustadz.
Pada kesempatan lain Ustadz diundang ke rumah sang konglomerat dengan maksud untuk membimbingnya agar bisa shalat dengan baik dan benar. Ketika memasuki rumah sang konglomerat, Ustadz terkagum-kagum dengan kondisi yang serba mewah. Ustdadz lalu bertanya, Bapak! Apakah harta Bapak yang melimpah ini sudah dizakati? Sang konglomerat geleg-geleng kepala, dan mengatakan bahwa selama ini tidak terpikir untuk menzakatinya.  Ustadz menasihatinya agar harta yang melimpah tersebut dikeluarkan zakat, infak, dan sedekahnya. Karena sang konglomerat sudah begitu percaya dan hormat kepada Ustadz, maka apa saja yang disarankan oleh Ustadz, semuanya dilakukannya dengan baik.
Singkat cerita, setelah 6 bulan berlalu, sang konglomerat sudah biasa melakukan shalat dengan baik, banyak minta ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosanya selama ini, kemudian hartanya juga sudah dikeluarkan zakat, infak dan sedekahnya, maka doa sang konglomerat ini dikabulkan oleh Allah. Keinginan untuk sembuh dari penyakit sang selama ini dideritanya, telah disembuhkan oleh Allah Swt. Alhamdulillah !