Jumat, 09 November 2012

PERANAN ORANGTUA MENGANTAR KESUKSESAN ANAK


PERANAN ORANGTUA MENGANTAR
KESUKSESAN ANAK

Oleh:

Achmad Zuhdi Dh
0817581229

1.    Mempersiapkan calon Ibu-Bapak yang berkualitas;
Ibarat orang yang ingin sukses dalam berkebun, agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka benih yang hendak disemaikan pun harus berkualitas, tidak boleh sembarangan. Begitu pula jika menginginkan anak yang berkualitas, maka calon bapak-ibunya pun harus dipersiapkan dengan baik, serasi, sevisi, seiman, dan berkualitas lahir maupun batin. (QS.al-Baqarah, 221, al-Nur, 26, al-Rum, 21).

2.    Menanam benih di tempat yang baik dan dengan cara yang baik dan benar ;

Benih tanaman yang berkualitas untuk menjadi tanaman berkualitas haruslah disemaikan di lahan yang kondusif. Lahan yang kondusif itu adalah keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah (QS. al-Rum, 21). Yaitu suatu keluarga yang ditegakkan sebagai suatu organisasi yang solid. Organisasi yang solid dibentuk untuk mencapai tujuan bersama dengan cara kerja sama bukan sama-sama kerja. Apapun peran laki-laki dan perempuan di sektor publik, di rumah tetap memiliki kedudukan yang tidak boleh diotak-atik, laki-laki sebagai suami dan bapak, wanita sebagai istri dan ibu dengan segala hak dan kewajibannya masing-masing. Kunci utama dalam memperkokoh dan mengharmoniskan bangunan kelarga adalah dengan cara "masing-masing berbuat yang terbaik buat keluarga". Nabi Saw bersabda:

خِيَارُكُمْ خِياَرُكُمْ لاَِهْلِهِ
"Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam bersikap terhadap keluarganya". (HR. al-Tabrani, al-Albani: Sahih).

Selain menciptakan suasana keluarga yang kondusif, agar kelak menghasilkan keturunan (anak) yang unggul, maka sebelum meletakkan benih (berhubungan suami-isteri), dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

بِاسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

"Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan  dan jauhkanlah setan dari rizki (anak) yang kauberikan pada kami". (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Setelah selesai berhubungan, dianjurkan berwudu. Hal ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ.
     
"Dari 'Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah Saw itu apabila junub, kemudian mau makan atau tidur, maka beliau melakukan wudu seperti wudu untuk shalat". (HR. Muslim).

3.    Menyambut gembira dan rasa syukur atas lahirnya anak.

Terlepas dari pertimbangan ekonomi, politik dan budaya yang bisa berubah-ubah, pada dasarnya anak adalah anugrah, ni’mat bahkan dalam do’a saat hendak berhubungan suami-istri, anak diistilahkan dengan “rizki”. Kenikmatan itu pada dasarnya adalah hal yang positif tetapi dalam kenyataannya bisa positif bisa negatif tergantung bagaimana kita menyikapinya termasuk hadirnya seorang anak. Bersyukur adalah menyikapi kenikmatan secara positif dan kufur adalah menyikapi kenikmatan dengan negatif.

Untuk menunjukkan rasa syukur atas lahirnya anak, maka para kerabatnya dianjurkan membaca ucapan selamat dengan iringa doa sbb:

بُوْرِكَ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ وَرُزِقْتَ بِرَّهُ وَبَلَغَ أَشُدَّهُ

"Semoga (anak) yang diberikan Allah ini membawa berkah untukmu, Engkau patut bersyukur kepada sang Pemberi (Allah), semoga engkau mendapatkan kebaikannya, dan semoga ia tumbuh hingga dewasa" (Al-Suyuti, al-Hawi, I/80)
4.    Mengadzani dan mengqamati setelah kelahirannya.
Nabi Saw bersabda:
عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى رُفِعَتْ عَنْهُ أُمُّ الصَّبِيَّاتِ "

"Dari al-Husain bin Ali, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: barangsiapa anaknya lahir, kemudian mengadzaninya di telinga kanan lalu mengqamatinya pada telinga kiri, maka ia akan terbebas dari gangguan um al-sibyan (jin, setan) (HR. al-Tirmidzi dan al-Baihaqi). Al-Tirmidzi menilai hadis ini hasan, tetapi sebagian ulama men-daif-kannya.

Hikmah adzan di sini, menurut Ibn al-Qayyim adalah agar pertama yang sampai pada pendengaran si bayi ini berupa suara kalimat yang mengangungkan Allah. Wallahu a'lam! (Ibn al-Qayyim, Tuhfat al-Maulud, VI/2)
5.    Melakukan tahnik (mengolesi bayi dengan kurma)

Hadis Nabi Saw riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Asma ra: bahwasanya pada saat seorang bayi dihadapkan kepada Rasulullah saw, maka beliau memangkunya lalu meminta kurma lalu dikunyahnya; setelah itu beliau meniupkan ke mulut bayi itu, selanjutnya mengoles-olesi bibir si bayi itu dengan kurma yang sudah dilembutkan dan berdoa serta meminta kepada Allah untuk keberkahannya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

6.    Memberi nama anak yang baik.

Sebagai pribadi yang unik, maka sudah menjadi kebiasaan setiap anak setelah kelahirannya pasti diberi nama. Rasululloh SAW bersabda:

فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ

"Karena itu pilihlah nama yang baik bagi kalian” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud dan lain-lain).

 Bahkan beliau sering mengganti nama orang apabila nama aslinya dianggap jelek. Pemberian nama yang baik, mengandung tiga hal yaitu:

1. Nama sebagai identitas, merk atau brand sebagai panggilan yang baik.
 2. Nama sebagai assesori, perhiasan, mahkota yang dengannya anak merasa percaya diri, bangga, minimal tidak malu atau minder.
3. Nama sebagai doa atau harapan yang memiliki makna sesuai dengan potensi yang dibawa. Setelah diberi nama yang baik pada saatnya anak harus dijelaskan tentang apa makna nama yang dimilikinya agar memiliki dorongan untuk memiliki kepribadian sesuai dengan namanya.

7.    Selain memberi nama, juga memotong rambut si bayi dan menyembelih aqiqah (seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki) pada hari ketujuh dari kelahirannya.

Nabi Saw bersabda:

عَنْ سَمُرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ ، وَيُسَمَّى.

"Dari Samurah, Rasulullah Saw bersabda: setiap anak yang lahir tergadai dengan aqiqahnya, aqiqahnya itu disembelihkan pada hari ketujuh dari kelahirannya, kemudian rambut bayi itu dicukur dan diberi nama". (HR. Ashhab al-Sunan). Al-Albani: Sahih.

8.    Kenalkan Masa Depan Yang Sempurna

Perbedaan orang yang kafir dan yang beriman di antaranya adalah konsep tentang “masa depan”. Masa depan orang kafir sekedar sebelum mati sedangkan masa depan mu’min meliputi sebelum dan sesudah mati (Q.S. 2:200-201). Masa depan sebelum mati sifatnya mungkin sedangkan masa depan sesudah mati sifatnya pasti. Masa depan sesudah mati harus diseriusi sedangkan masa depan sebelum mati jangan dilupakan (Q.S. 28:77). Siapa yang sungguh-sungguh mencari akhirat akan mendapat kemungkinan duniawi namun siapa yang hanya sibuk mencari dunia jangankan mendapat kepastian masuk surga, bagian di duniapun belum tentu mendapatkannya. Bisa jadi mati mendadak atau hidup menderita komplikasi.


9.    Bekali Ilmu Yang Memadai

Pada dasarnya setiap anak dilahirkan tanpa memiliki ilmu (Q.S. 16:78) dan setiap manusia harus hidup berdasarkan ilmu (Q.S. 17:36). Maka kewajiban orang tua di samping memenuhi kebutuhan pertumbuhan maka harus dipenuhi pula kebutuhan perkembangannya. Paling tidak setiap anak berhak untuk dibekali dengan tiga disiplin ilmu yaitu ilmu syar’i atau agama untuk menghidupkan hatinya, ilmu profesi untuk menghidupkan otaknya, dan ilmu beladiri untuk menghidupkan ototnya. Setiap anak berhak untuk diantar menjadi takwa, cerdas, dan terampil sehingga mampu menghadapi tiga masalah hidup yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia yaitu: moralitas, relativitas, dan kriminalitas. Oleh karena itu idealnya anak kita berhak untuk dididik menjadi Ulil Albab yaitu sosok pribadi yang memiliki kemampuan sebagai ahli dzikir, ahli fikir, dan ahli ikhtiar (Q.S. 3:190-191). Siap untuk menjadi aktivis masjid, sekolah, dan lapangan. Terpadunya aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Untuk itu kita bersyukur sudah banyak lembaga-lembaga pendidikan islam terpadu yang siap membantu kita, tinggal kita saja yang harus banyak duitnya sebab pendidikan ini belum mendapat perhatian dari pemerintah. Mungkin dibutuhkan kemampuan kita untuk berjuang di dalam politik pendidikan.

10. Ajari Hidup Dari Realitas Dan Kendalikan Fasilitas

Hidup adalah perjuangan, setiap manusia diciptakan untuk menghadapi kesulitan sekaligus diberi naluri untuk menemukan kemudahan. Antara kesulitan dan kemudahan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan (Q.S. 94:5-6). Oleh karena itu agar anak kita bisa mudah menghadapi kesulitan-kesulitan hidup mereka harus kita ajari hidup realistis. Setiap yang dia dapatkan hendaknya sebagai hasil dari ikhtiarnya. Kita perlu menghidupkan lagi pepatahyang mengajarkan berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Ajari mereka menjadi perintis bukan menjadi pewaris, ajari mereka sebagai pengais bukan sebagai pengemis, ajari mereka sebagai pelopor bukan sebagai pengekor, ajari mereka sebagai penggerak bukan sebagai penggertak, ajari mereka sebagai pemain bukan sebagai mainan. Jangan mentang-mentang kita sukses secara ekonomi dan mampu memanjakan mereka lantas kita perlakukan mereka sebagai ayam sayur yang besar dari fasilitas bukan dari realitas, sehingga mereka menjadi sosok yang steril tetapi tidak imun, ada kesulitan sedikit seakan-akan dunia sudah kiamat. Mungkin kita perlu mengambil ibrah dari bagaimana ayam kampung mengantar anak-anak mereka untuk menjadi penakluk yang tahan banting.

11. Ajari Mereka Memahami Tahapan Kehidupan (Manajemen Umur)

Hidup sebagai proses haruslah dilewati tahap demi tahap (Q.S. 84:19). Bila sudah menyelesaikan suatu tahapan cepat bersiap untuk memasuki tahapan berikutnya (Q.S. 94:7-8). Secara sederhana tahapan itu bisa dikaitkan dengan ukuran umur. Umur manusia sekarang memiliki harapan hidup antara 60-70 tahun. Paling tidak agar anak kita dapat melewati tahapan-tahapan yang benar kita beri pengarahan melewati tahapan hidup per 20 tahunan. Tahapan pertama usia 0-20 tahun titik tekannya adalah untuk penguasaan teori-teori kehidupan atau mencari ilmu yang meliputi ilmu syar’i, profesi, dan beladiri (Q.S. 16:78, Q.S. 17:36). Tahapan kedua usia 20-40 titik tekannya untuk menguasai materi sebagai citra dunia atau perhiasan dunia sehingga usia 40 sudah memiliki status al amin atau yang dapat dipercaya di masyarakatnya (Q.S. 3:14). Tahapan yang ketiga usia 40-60 titik tekannya pada penguasaan nilai-nilai kehidupan agar hidup terhormat, mulia, bahagia, dan berwibawa (Q.S. 46:15-16). Tahapan yang keempat usia 60 sampai akhir hayat, titik tekannya untuk persiapan masa transisi belajar meninggalkan dunia bersiap ke akhirat dengan berusaha memiliki prasasti dan presasti (Q.S. 36:12) paling tidak ketika mati memiliki peninggalan berupa shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan (H.R. Muslim)

12. Bekali Dengan Tiga Prinsip Hidup Muslim

Agar mereka menjadi orang yang sukses dunia akhirat bekalilah dengan tiga prinsip hidup muslim untuk meraih kemuliaan dan kemenangan, yaitu iman, hijrah, dan jihad atau keyakinan, perubahan, perjuangan atau cinta, proses, dan pengorbanan (Q.S. 9:20, Q.S. 2:218)


Referensi:

Al-Qur'an;
Al-Hadis;
Ibn al-Qayyim, Tuhfat al-Maulud, VI/2.
Al-Suyuti, al-Hawi, I/80
Al-Albani, al-Silslah al-Sahihah, IV/334