Rabu, 17 Februari 2016

RADIKALISME MENURUT ISLAM


RADIKALISME MENURUT ISLAM

oleh 


Achmad Zuhdi Dh


Assalamualaikum Wr. Wb. !

Ustad Zuhdi yang dirahmati Allah!
Dewasa ini sering muncul berita tentang aliran radikalisme, baik di tingkat nasional maupun internasional. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan aliran radikalisme itu? Bagaimana Islam memandang tentang aliran readikalisme? Bolehkan umat Islam mengikuti aliran radikalisme?
Mohon Ustad berkenan memberikan penjelasan atas beberapa pertanyaan tersebut, dan terima kasih atas penjelasannya. Jazakamullah khairal jaza’. (Muslimah, Sidoarjo).

Wassalamu’alaikum wr wb.!


Mengikuti Aliran Radikalisme, Bolehkah?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kbbi.web.id), yang dimaksud dengan radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam politik.
Sedangkan menurut Wikipedia bahasa Indonesia (id.wikipedia.org), radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Dilihat dari sudut pandang keagamaan, radikalisme agama dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham atau aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham atau aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Berdasarkan pengertian radikalisme tersebut, maka tak dapat dihindari adanya kesan negatif dari gerakan radikalisme, yaitu adanya unsur paksaan dan mungkin juga tindakan kekerasan dalam upaya mengaktualisasikannya. Dalam kontek ini, barangkali dapat dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada agama apa pun yang mengajarkan radikalisme. Islam sendiri adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, bersikap lembut, berbuat baik dan adil serta membangun sikap toleransi. Bahkan dalam al-Qur’an, Allah menegaskan Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam). Allah SWT berfirman:
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya, 107).
             Pada dasarnya Al-Qur'an itu diturunkan sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perdamaian itu masuk kedalam kategori kebaikan. Jadi sudah jelas Al-Qur'an akan mengajarkan kebaikan dan melarang perbuatan yang buruk. “Rahmat” itu sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yang maknanya ialah kelembutan, pengampunan dan kasih sayang . Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih.
Islam juga memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk menjalankan misi menyerukan manusia kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran. Tetapi bila mencegah kemunkaran itu menimbulkan kemunkaran yang lebih besar, maka mencegah kemunkaran yang beresiko demikian harus ditinggalkan. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menerangkan: “Mengingkari atau mencegah kemungkaran itu ada empat tingkatan yaitu:

1.      Menyingkirkan kemunkaran dan digantikan dengan lawannya (yaitu kemakrufan);
2.      Menyingkirkan kemunkaran dengan menguranginya walau pun tidak menghapuskan secara keseluruhan;
3.      Menyingkirkan kemunkaran, tetapi kemudian muncul kemunkaran yang serupa itu;
4.      Menyingkirkan kemunkaran tetapi kemudian muncul kemunkaran yang lebih jahat daripadanya.

Dari empat tingkatan tersebut, maka yang pertama dan kedua adalah nahi munkar yang disyariatkan. Dan tingkatan ketiga dalam nahi munkar ini masih dalam perbincangan ijtihad para ulama. Sedangkan tingkat keempat dari nahi munkar adalah bentuk yang diharamkan.” (Ibn al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, III/3).

Demikianlah prinsip-prinsip dasar dalam Islam yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah bagi kaum Muslimin sendiri maupun bagi seluruh umat manusia. Islam sangat membenci aksi kezaliman apa pun bentuknya. Karena Islam senantiasa mengajarkan dan memerintahkan kepada umatnya untuk menjunjung tinggi kedamaian, persahabatan, dan kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin). Bahkan al-Qur’an menyatakan bahwa orang yang melakukan aksi kezaliman termasuk golongan orang yang merugi dalam kehidupannya. Di dunia akan di cap sebagai pelaku kejahatan dan di akhirat kelak akan dimasukkan ke dalam api neraka Jahannam. Allah Swt. berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104) أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105) ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا (106)

Katakanlah, "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (Q.S. Al Kahfi: 103-106).
Dalam agama Islam ada pemahaman amar ma’ruf nahi mungkar, yang juga bisa mendatangkan pemahaman keliru sehingga mengidentikkannya dengan kekerasan. Hadis yang terkenal mengenai nahi munkar yaitu sabda Rasulullah Saw sbb:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ (رواه مسلم)
 “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan, kalau tidak sanggup (berbuat demikian), maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan kalau tidak sanggup (pula), maka hendaklah ia melakukan dengan hatinya (mendo’akan), yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (H.R. Muslim No. 186).

            Jika hadis ini dipahami secara tekstual, maka cara nahi mungkar yang utama adalah dengan cara kekerasan, yaitu dengan tangan. Tetapi tidak semua hadis, termasuk ayat al-Qur’an dapat dipahami secara tekstual. Adakalanya yang tertulis mesti dipahami secara kontekstual. Mencegah dengan tangan tersebut bukanlah dimaknai dengan kekerasan, tetapi dengan kekuasaan. Artinya kita harus mencegah kemungkaran dengan kekuasaan yang kita miliki, seorang pemimpin harus mencegah bawahannya dari perilaku kemungkaran, sebab dia berkuasa atas bawahannya; orang tua harus mencegah anaknya dari kemungkaran, sebab orang tua juga berkuasa atas anaknya; seorang suami juga mesti mencegah istrinya berbuat kemungkaran sebab suami berkuasa atas istrinya; begitu seterusnya.
            Dalam menyebarkan Islam, Rasulullah Saw berpesan kepada sahabat dengan sabdanya:
بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا
            “Gembirakanlah, jangan kamu buat mereka lari (karena ketakutan), dan mudahkanlah, jangan kamu persulit” (HR. Muslim No. 4622).

            Sebagai kesimpulan, bahwa radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut dialamatkan ke dalam agama Islam, karena sesungguhnya Islam tidak ada yang namanya radikalisme. Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orang itu penganut agama lain.
            Atas dasar pertimbangan tersebut, maka umat Islam tidak boleh ikut terlibat dan hanyut dalam aktifitas gerakan radikalisme.
            Wallahu A’lam !