Kamis, 11 Desember 2014

MENYAMBUT TAHUN BARU


MENYAMBUT TAHUN BARU,
BAGAIMANA UMAT ISLAM HARUS MENYIKAPINYA?

Oleh


DR.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I

Pertanyaan:
Bagaimana hukum menyambut atau merayakan tahun baru bagi umat Islam? Kalau boleh, bagaimana sebaiknya cara-cara yang bisa kita lakukan agar tidak terjebak pada perbuatan yang terlarang?  
Jawab:
Pergantian tahun, dari akhir tahun ke tahun baru yang biasa diistilahkan dengan pergantian Old and New adalah sesuatu yang sudah biasa. Biasa karena memang setiap tahun pasti terjadi. Yang membedakan adalah cara menyambutnya atau menyikapinya. Sebagian masyarakat bahkan suatu negara ada yang menyambutnya dengan gegap gempita, sorak-sorai penuh kegembiraan dalam merayakannya. Sementara yang lain menyambutnya dengan biasa-biasa saja.
Terjadinya pergantian tahun merupakan sunnatullah yang diterapkan demi kelangsungan kehidupan dan telah tertera di dalam al-Quran Surat Yunus ayat 5:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus, 5)
Selanjutnya firman Allah Surat al-Isra ayat 12:
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
 “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS. Al-Isra, 12)
Dua ayat tersebut memberikan informasi bahwa adanya pergantian hari, bulan dan tahun adalah merupakan ketentuan Allah yang berlaku di dunia ini. Karena itu maka sebagai kaum muslimin pada dasarnya kita boleh-boleh saja menyambut tahun baru asal dalam menyambutnya tidak dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Islam atau akidah Islam. Seperti pergi ke tempat-tempat wisata dengan melakukan maksiat, pacaran/pergaulan bebas, atau menjalani ritual-ritual tertentu yang bertentangan dengan akidah dan ibadah kita.
 Budaya masyarakat kita yang suka kumpul-kumpul dalam menyambut tahun baru,  sebaiknya kita jadikan ladang untuk melakukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.  Bentuk kegiatan yang kita lakukan hendaknya kegiatan-kegiatan yang menarik dan positif agar masyarakat tidak terjebak pada perbuatan yang dilarang syari’at.
Beberapa kegiatan yang bisa kita lakukan misalnya dengan muhasabah(instrospeksi diri) terhadap kegiatan-kegiatan kita, baik secara pribadi maupun sebagai umat Islam selama satu tahun yang lewat, yang dikemas dengan tabligh akbar atau seminar yang digelar di masjid-masjid atau tempat-tempat yang strategis dan menarik bagi jamaah untuk mendatanginya. Kegiatan ini penting untuk mengkondisikan diri agar dapat mengontrol, mengevaluasi diri apa saja yang sudah kita lakukan, dan selanjutnya berupaya memperbaiki dan meningkatkannya agar kehidupan selanjutnya menjadi lebih baik . Allah Swt berfirman:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Hasyr 18).
            Selain dengan kemasan tabligh akbar atau seminar, bisa juga dengan melakukan kajian-kajian keislaman yang berkaitan dengan masalah aqidah, akhlak dan ibadah dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas diri agar tahun depan lebih baik dari tahun sebelumnya. Termasuk mengevaluasi strategi dakwah kita selama ini, apakah masih relevan atau perlu ada metode baru yang lebih efektif dan lebih mengenai sasaran.
                  Demikian beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam menyambut dan mengisi semangat tahun baru. Tentu kegiatan tersebut merupakan beberapa alternatif yang bisa kita lakukan, dan insya Allah masih banyak lagi alternatif lain yang dapat kita lakukan untuk menarik perhatian masyarakat, terutama kaum mudanya, sehingga mereka berkenan gabung dengan kita. Harapan kita, dengan demikian dapat mengkondisikan mereka agar terhindar dari budaya-budaya yang dapat merusak akhlak umat (khususnya kamu muda Islam), dan selanjutnya lebih fokus pada upaya pencapaian masa depan yang  penuh dengan kesuksesan dan kegemilangan.
Dari sekian banyak kegiatan yang terkait dengan penyambutan tahun baru,  yang tak kalah pentingnya adalah melakukan “MUHASABAH” atau Evaluasi Diri. Adapaun hal-hal yang dapat  dievaluasi antara lain:
1. Bagaimana dengan shalat lima waktu kita, sudahkah kita biasa melakukannya dengan berjamaah? Bagaimana dengan shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, dan shalat tahajjud kita.....? Sudahkah kita melakukannya secara istiqamah?
2. Bagaimana dengan zakat, infaq dan sedekah kita? Sudahkah secara rutin dan istiqamah dapat kita laksanakan? Sudahkah kita gemar berbagi ?
3. Bagaimana dengan Qira’atul Qur’an kita? Sudahkah kita secara istiqamah/rutin membaca al-Qur’an setiap hari? Sudah mampukah kita mengkhatamkannya setiap bulan?
4. Bagaimana dengan puasa-puasa sunnah kita? Sudahkah kita membiasakannya puasa (shaum) Senin-Kamis? Dll ...
5. Bagaimana dengan kegiatan ngaji kita? Sudahkah kita bisa mengikutinya, minimal seminggu sekali?
6. Bagaimana dengan keikut-sertaan kita dalam berorganisasi, ikut memikirkan umat, dalam rangka amar makruf nahi munkar? Apa yang bisa kita berikan kepada umat?
7. Bagaimana dengan hati kita ? Bisakah kita menjaga kebersihannya? Tidak mudah berprasangka buruk (su’udzdzan) kepada orang lain, dan sebaliknya, dapatkah kita membiasakan berprasangka baik (husnudzdzan) dan berpikiran positif?

            Semoga kehidupan kita yang akan datang lebih bermakna, bermartabat dan mencerahkan.