Selasa, 06 Maret 2018

HUKUM SHALAT SUNNAH SAAT ADZAN BERKUMANDANG


HUKUM SHALAT SUNNAH (TAHIYYATUL MASJID)
SAAT ADZAN BERKUMANDANG

Oleh:


DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


Banyak hadis yang menjelaskan tentang keutamaan amal ibadah terkait dengan mendengar adzan dan membaca doa sesudahnya[1]. Di sisi lain terdapat perintah yang sangat kuat untuk melaksanakan shalat tahiyyatul masjid saat memasuki masjid.
Yang jadi persoalan adalah, ketika baru saja memasuki masjid dan bertepatan adzan sedang dikumandangkan, apa yang harus dilakukan, langsung shalat sunnah (tahiyyatul masjid) atau mendengar adzan dulu dan berdoa seusai adzan, baru kemudian melakukan shalat Sunnah?
Sungguhpun banyak amalan utama yang bisa dilakukan saat mendengar dan setelah selesai adzan, namun tidak ditemukan adanya hadis tentang larangan melakukan shalat sunnah saat adzan dikumandangkan. Hal yang jelas-jelas dilarang   melaksanakan shalat sunnah adalah saat iqamah dikumandangkan untuk melaksanakan shalat wajib, sebagaimana keterangan hadis berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ صَلاَةَ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةُ ».
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw bersabda: “apabila shalat telah di-iqamah-i, maka tidak boleh melakuan shalat lagi kecuali shalat wajib” (HR. Muslim No.1679)
Permasalahan berikutnya adalah mana yang lebih baik, mendengar dan menirukan yang diucapkan oleh muadzin ataukah melakukan shalat sunnah saat mendengarkan adzan?
Jumhur ulama berpendapat sebaiknya mendengarkan adzan dulu baru shalat sunnah. Khusus untuk adzan Jumat, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat lebih baik langsung shalat tahiyyatul masjid sehingga dapat mendengarkan khutbah dari awal. Sementara yang lain menyamakan dengan adzan yang lain, yakni lebih baik mendengarkan adzan dulu baru shalat tahiyyatul masjid, setelah itu mendengarkan khutbah. Berikut ini beberapa pendapat ulama:
 Menurut Ibn Baz, apabila seseorang memasuki masjid, sementara  muadzin mengumandangkan adzan maka ia boleh memilih, mau melaksanakan shalat tahiyatul masjid kala adzan atau menjawab adzan bila mau. Yang lebih utama adalah menjawab muadzin kemudian melaksanakan shalat supaya bisa mengumpulkan dua ibadah dan memperoleh dua pahala. (Majmu' Fatawa Ibnu Baz, 29/145).
            Sebagian ulama bahkan memakruhkan melakukan shalat sunnah saat adzan dikumandangkan. Dalam al-Syarh al-Kabir-madzhab Maliki- disebutkan:
 وَكُرِهَ تَنَفُّلُ إِمَامٍ قَبْلَهَا،أَوْجَالِسٌ عِنْدَ الْأَذاَنِ
            "Dimakruhkkan imam melakukan shalat sunah (sebelum khutbah), atau orang yang sudah duduk di dalam masjid, shalat sunah ketika adzan." (al-Syaikh al-Dardiri, al-Syarh al-Kabir, I/386).

Ibnu Qudamah -ulama Madzhab Hanbali- mengatakan: “Al-Atsram menceritakan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang memulai shalat ketika mendengarkan adzan? Imam Ahmad menjawab:
يستحب له أن يكون ركوعه بعدما يفرغ المؤذن أو يقرب من الفراغ، لأنه يقال إن الشيطان ينفر حين يسمع الأذان، فلا ينبغي أن يبادر بالقيام، وإن دخل المسجد فسمع المؤذن استحب له انتظاره ليفرغ، ويقول مثل ما يقول جمعاً بين الفضيلتين، وإن لم يقل كقوله وافتتح الصلاة فلا بأس
 "Dianjurkan untuk melakukan shalat setelah selesai adzan atau hampir selesai adzan. Karena hadis menyatakan: ‘Sesungguhnya setan lari ketika mendengar adzan’. Karena itu, hendaknya tidak langsung berdiri melakukan shalat. Kalaupun dia masuk masjid kemudian mendengar adzan, dianjurkan untuk menunggu selesai adzan, agar bisa menjawab adzan, sehingga dia melakukan dua keutamaan (menjawab adzan dan shalat sunah). Andaipun dia tidak menjawab adzan, dan langsung shalat, itu tidak masalah’." (Al-Mughni, II/253).
            Syaikh Shalih Fauzan pernah ditanya, bolehkah saat adzan Jumat dikumandangkan melakukan shalat sunnah tahiyyatul masjid? Beiau menjawab:
 نعم ينبغي إذا دخلت للجمعة - والمؤذن يؤذن - أن تبدأ بتحية المسجد لتفرغ لسماع الخطبة ولا ينبغي أن تؤخر الركعتين، لأن ذلك يفوت عليك أول الخطبة والاستماع لها
Ya, jika engkau masuk masjid untuk menunaikan shalat jum’at sedangkan muadzin sedang mengumandangkan adzan, hendaknya engkau segera melakukan shalat tahiyatul masjid supaya dapat berkonsentrasi mendengarkan khutbah. Dan tidak selayaknya engkau mengakhirkan shalat dua rakaat tahiyatul masjid, karena jika engkau mengakhirkannya maka engkau akan ketinggalan mendengarkan awal khutbah jum’at (al-Muntaqa Fi Fatawa al-Fauzan, 80/38).

Syekh bin Baz pernah ditanya, mana yang lebih utama, mendengar adzan Jumat atau shalat tahiyyatul masjid? Beliau menjawab:
فالأفضل أن تجمع بين الحسنيين وبين العبادتين، تجيب المؤذن ثم تصلي الركعتين، والحمد لله، ثم تجلس للاستماع.
Yang lebih utama adalah engkau menghimpun di antara dua keuntungan (pahala) dan dua ibadah, yakni engkau menjawab adzan kemudian shalat (tahiyyatul masjid) dua rakaat, alhamdulillah, kemudian duduk untuk mendengarkan khutbah (al-Imam Bin Baz, “Tathbiqat al-Syaikh Bin Baz Rahimahullah”, dalam  https://www.binbaz. org.sa/noor/6621).

Kesimpulan:

1.   Ulamat sepakat bahwa saat adzan dikumandangkan (adzan shalat lima waktu), sebaiknya mendengarkannya dengan khidmad dan menirukannya, baru kemudian melakukan shalat sunnah termasuk tahiyyatul masjid;
2.   Ulama berbeda pendapat tentang mana yang utama saat mendengarkan adzan Jumat. Sebagian ulama berpendapat sebaiknya langsung saja shalat tahiyyatul masjid (tidak perlu medengar adzan), agar dapat mengikuti khutbah Jumat dari awal. Sementara yang lain berpendapat bahwa yang utama itu mendengarkan adzan dan menirukannya lalu berdoa, setelah itu baru shalat tahiyyatul masjid, setelah itu mendengarkan khutbah Jumat;   
3.   Karena tidak ditemukan dalil, baik yang memerintahkan atau yang melarang shalat sunnah saat adzan Jumat, maka boleh memilih. Boleh langsung shalat Sunnah (tahiyyatul masjid), dan boleh juga mendengarkan adzan dulu, kemudian shalat tahiyyatul masjid, lalu mendengarkan khutbah Jumat.
4.   Wallahu A’lam bi al-shawab!



LIMA AMALAN SAAT DAN USAI MENDENGAR ADZAN


LIMA AMALAN
SAAT DAN USAI MENDENGAR ADZAN

Oleh:



DR.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I



Teks Hadis: 

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Jika kalian mendengar muadzin (orang beradzan), maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya (memberi rahmat padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah. Aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).

Status Hadis
            Hadis tersebut termuat dalam himpunan hadis shahih oleh Imam Muslim(al-Jami’ al-shahih, I/288). Al-Albani mengemukakan bahwa hadis tersebut shahih (Irwa al-Ghalil, I/259). Selain diriwayatkan oleh Muslim, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu ‘Uwanah (I/337), Abu Dawud (523), al-Nasa-I (I/110), Ibn al-Suni (91), al-Tirmidzi (II/282), al-Thahawi (I/85), Ahmad (II/681), al-Siraj (I/23), dan al-Bayhaqi (I/409-410). 
 Kandungan Hadis
            Hadis tersebut menjelaskan tiga amalan yang perlu dilakukan saat mendengar adzan, yaitu: (1) meniru apa yang diucapkan oleh muadzin; (2) membaca shalawat atas Nabi Saw; dan (3) memohon wasilah kepada Allah untuk Nabi Saw.
 Ibn Qayyim Al-Jauziyyah (Jala’ al-Afham, I/372-373 ), setelah menelaah hadis tersebut dan hadis-hadis lain, beliau menjelaskan ada lima amalan yang mesti dilakukan saat mendengar dan setelah adzan, yakni sebagai berikut:

 Pertama, mengucapkan seperti apa yang diucapkan muadzin (orang yang sedang mengumandangkan adzan). Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Muslim no. 384 tersebut di atas;
Kedua, bershalawat kepada Nabi Saw., yaitu dengan bacaan seperti ‘shallallahu ‘alaihi wa sallam’ (صلى الله عليه وسلم) atau ‘Allahumma shalli ‘ala Muhammad’ (اللهم صل على محمد), atau shalawat yang biasa dibaca saat tasyahud akhir‘. Hal ini sesuai dengan perintah pada hadis riwayat Muslim no. 384 tersebut di atas;
Ketiga, memohon wasilah dan fadhilah kepada Allah untuk Nabi Muhammad Saw. Hal ini bisa dengan membaca doa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
‘allahumma rabba hadzihid da’watit taammah wash-shalatil qaa-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqaamam mahmuudanilladzi wa ‘adtah’ (Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan fadilah (anugerah dan keutamaan). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqam (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya).

            Doa tersebut berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari no. 614:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

 Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Saw. Bersabda: Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma rabba hadzihid da’watit taammah wash-shalatil qaa-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqaamam mahmuudanilladzi wa ‘adtah’ (Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan fadilah (anugerah dan keutamaan). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqam (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya). Maka dia (yang membaca doa tersebut) akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614).

Keempat, membaca:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا
‘Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi rabbaa wa bi muhammadin rasulaa wa bil islami diinaa (Artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha Allah sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku).
Bacaan tersebut berdasarkan hadits berikut ini:

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ »
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang mengucapkan setelah mendengar adzan, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi rabbaa wa bi muhammadin rasulaa wa bil islami diinaa (Artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha Allah sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku)’, maka dosanya (orang yang membaca kesaksian tersebut) akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386).

Kelima, berdoa sesuai yang diinginkan. Hal ini berdasarkan hadis dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin  selalu mengungguli kami dalam pahala amalan, maka Rasulullah Saw. Bersabda:
قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ
 Ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin. Jika sudah selesai kumandang adzan, memohonlah (sesuatu), maka permohonanmu akan diijabahi (dikabulkan).(HR. Abu Daud No. 524). Al-Abani mengatakan bahwa hadis ini shahih. Menurut al-Albani, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Nasa-i dan Ibn Hibban dalam shahih-nya (Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib, I/65).

Setelah menyebutkan beberapa amalan di atas, Ibn al-Qayyim berkata:
لاَ يُحَافِظُ عَلَيْهَا إِلاَّ السَّابِقُوْنَ
…. (Ingatlah), tiada yang bisa terus menjaganya(selalu mengamalkannya), kecuali As-Saabiquun, yaitu orang-orang yang semangat dalam kebaikan.” (Jala’ al-Afham fi Fadhli Ash-Shalah  ‘ala Muhammad Khoiril Anam, I/372-374).

Semoga kita mendapatkan kekuatan iman untuk dapat mengamalkan dengan sebaik-baiknya. Aamiin…!