Jumat, 19 April 2013

DOA SHALAT DHUHA


 SHALAT DHUHA DAN KEUTAMAANNYA





Oleh

Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

1. Jumlah rakaat shalat Dhuha
Imam al-Nawawi berkata: Shalat Dhuha hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan), paling sedikit dua rakaat dan sebanyak-banyaknya delapan rakaat. Dikerjakan dengan sekali salam tiap-tiap dua rakaat. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, IV/35-36).
Sebagian ulama tidak membatasi jumlah rakaat shalat Dhuha. Mereka berpendapat bahwa shalat Dhuha itu sekurang-kurangnya dua rakaat, sedangkan sebanyak-banyaknya tak terbatas, sesuai dengan yang dikehendaki. Ulama ini mengambil dalil dari hadis riwayat Muslim dari Aisyah ra:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّه
Dari 'Aisyah katanya; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat Dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambah sekehendak Allah." (HR. Muslim No. 1176).
2. Waktu shalat Dhuha
            Waktu shalat Dhuha dimulai setelah terbit matahari dan berakhir hingga menjelang tergelincirnya matahari. Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat Dhuha bisa dimulai sekitar 15 menit setelah terbit matahari (syuruq/thulu’), namun waktu yang paling utama adalah saat sinar matahari mulai terasa sangat panas (sekitar pk. 09.00 sd 11.00 Wib).
عَنِ الْقَاسِمِ الشَّيْبَانِيِّ أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ مِنْ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ صَلَاةَ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
Dari Al-Qasim Al-Syaibani bahwa Zaid bin Arqam melihat suatu kaum yang sedang shalat Dhuha di Masjid Quba, maka ia pun berkata; "Bukankah mereka tahu, bahwa shalat yang dilakukan di luar waktu ini adalah lebih utama? Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Shalat awwabin (nama lain shalat Dhuha) adalah saat anak-anak unta menderum (karena panasnya matahari)." (HR. Muslim No. 1780).
Al-Nawawi mengatakan bahwa hadis ini menjelaskan tentang waktu shalat Dhuha yang paling utama, yaitu ketika waktu sinar matahari sudah mulai terasa panasnya (sekitar pk. 09.00-11.00 Wib), sungguhpun shalat Dhuha boleh dilakukan setelah matahari terbit hingga menjelang tergelincirnya matahari. (Syarah Shahih Muslim, VI/30).
3. Shalat Dhuha sebagai pengganti shadaqah
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلَاثُ مِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً قَالُوا فَمَنْ الَّذِي يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوْ الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ
 'Abdullah bin Buraidah berkata: Aku mendengar ayahku Buraidah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dalam diri manusia ada tiga ratus enam puluh (360) persendian, ia berkewajiban menyedekahi setiap persendian dengan satu sedekah." Mereka berkata: Siapa yang mampu melakukannya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " (Yang diistilahkan sedekah itu bisa jadi karena) dahak dimasjid yang kau timbun atau gangguan yang kau singkirkan dari jalan, bila kau tidak mampu, lakukan shalat Dhuha dua rakaat, itu mencukupimu." (HR. Ahmad No. 21920).
Al-Albani mengatakan hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud,  Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban (Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib, III/81).
4. Shalat Dhuha bernilai pahala sama dengan Haji dan umroh

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Dari Anas bin Malik dia berkata, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang shalat Shubuh berjama'ah kemudian duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua raka'at (shalat Dhuha), maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah." dia (Anas radliallahu 'anhu) berkata, Rasulullah bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna." (HR. Al-Tirmidzi No. 535).
        Status hadis ini dipermasalahkan ulama. Sebagian ulama melemahkannya, namun sebagian ulama yang lain meng-hasan-kannya, menilainya bagus. Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan bahwa status hadis ini hasan (al-Silsilah al-Shahihah, XXVII/15). Syekh Abdullah bin Baz ketika ditanya tentang status hadis ini, beliau mengatakan bahwa jalur periwayatan hadis ini banyak, karena itu hadis ini dapat dianggap hasan lighairih. (Muhammad Shalih al-Munjid, al-Fatawa, 1).  Syekh Muhammad bin shalih al-‘Utsaimin juga mengatakan bahwa status hadis tesebut sanadnya hasan/bagus (al-‘Utsaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il Ibn al-‘Utsaimin, XIV/204).

Dalam hadits yang hampir sama maknanya telah diriwayatkan oleh Muslim:

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلَّاهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا
Dari Jabir bin Samurah, bahwa apabila Nabi Saw shalat fajar (subuh), beliau tetap duduk di tempat shalatnya hingga matahari terbit secara sempurna. (HR. Muslim No. 1075)
5. Shalat Dhuha sebagai “pengganti” shalat tahajjud
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
 Dari Aisyah ra: Sesungguhnya Rasulullah Saw apabila meninggalkan shalat malam (tahajjud) karena sakit atau sebab lain, beliau shalat di siang hari sebanyak 12 rakaat (HR. Muslim No. 1777).

Hadis tersebut menunjukkan betapa tinggi nilai dan mulianya shalat malam (tahajjud), sehingga bagi orang yang kehilangan kesempatan shalat malamnya karena suatu udzur (sakit, ketiduran, dll), maka bagi orang yang biasa (istiqamah) melakukan shalat malam, bisa menggantinya (mengqadhanya) di siang hari, pada waktu dhuha (Muhammad al-Ghazali, Kunuz Min al-Sunnah, I/49).  Ulama Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah berpendapat  bahwa boleh mengqadha atau mengganti shalat malam yang hilang karena udzur, dan mengqadhanya bisa dilakukan pada waktu antara shubuh hingga dhuhur. Sementara ulama Malikiyah berpendapat bahwa mengqadhanya hanya bisa dilakukan sebelum melakukan shalat shubuh (Muhammad Khithab al-Subki, al-Din al-Khalish. I/231).
6. Bacaan Doa setelah shalat Dhuha
عن عائشة رضي الله عنها قالت: صلَّى رسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الضحى، ثم قال: "اللهُمَّ اغْفِرْ لي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ   حتى قالها مائة مرة.

Dari Aisyah ra, ia berkata: “Rasulullah Saw shalat Dhuha kemudian membaca doa “Allahummaghfirli wa tub ‘alayya innaka antattawwaburrahim”(Ya Allah, ampunilah aku, terimalah taubatku, karena sesungguhnya Engkau maha menerima taubat dan Maha Penyayang), beliau membacanya hingga seratus (100) kali. (HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad No. 619; HR. Al-Nasa-i No. 9935).
Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih.