Minggu, 16 Agustus 2015

CARA DUDUK TASYAHUD DALAM SHALAT YANG DUA RAKAAT

CARA DUDUK TASYAHHUD
PADA SHALAT YANG HANYA DUA RAKAAT:
IFTIRASY ATAU TAWARRUK ?

Oleh:


 Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


Pendahuluan
         Ada dua cara duduk tasyahud dalam shalat. Pertama duduk iftirasy, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dengan jari-jarinya menghadap kiblat, sementara telapak kaki kiri dibentangkan kemudian diduduki (posisi telapak kaki kiri di bawah pantat). Kedua duduk tawarruk, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dengan jari-jarinya menghadap kiblat, sementara posisi telapak kaki kiri dimasukkan di bawah kaki kanan, dan duduknya di atas tanah/lantai. 

   
  
     
       DUDUK IFTIRASY                                                DUDUK TAWARRUK

          
         Yang jadi permasalahan di kalangan ulama adalah apakah shalat yang dua rakaat seperti shalat shubuh, shalat jumat dan yang lainnya duduknya dengan cara duduk iftirasy atau dengan cara duduk tawarruk? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Berikut ini akan dipaparkan mengenai pendapat masing-masing ulama beserta alasan atau dalil-dalilnya.

Pendapat Beberapa Ulama dan Dalil-dalilnya

            Pendapat Imam Hanafi dan pengikutnya
Menurut Imam Hanafi, cara duduk tasyahud dalam shalat itu dengan cara iftirasy, baik shalat yang dua rakaat, maupun yang tiga dan empat rakaat, baik pada tasyahud pertama maupun pada tasyahud kedua. Sama saja duduk iftitasy, seperti duduk di antara dua sujud (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44).

Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Hanafi adalah hadis ‘Aisyah ra, beliau berkata:
وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Rasulullah Saw mengucapkan at-tahiyyat pada setiap dua raka’at (pada saat duduk tasyahud), dan beliau melakukan duduk iftirasy dengan menghamparkan kaki kirinya (di bawah pantat) dan menegakkan kaki kanannya.”(HR. Muslim No. 1138).

Juga berdasarkan hadis Wail bin Hujr ra bahwa beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ جَلَسَ فِيْ الصَّلاَةِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ اْليُمْنَى.
“Aku melihat Rasulullah Saw ketika duduk dalam shalat, beliau duduk iftirasy dengan menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”(HR. Ibn Khuzaimah No. 691, dan al-A’dhami men-shahih-kannya).

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Imam Hanafi memahami bahwa duduk dengan cara iftirasy itu dilakukan di saat duduk shalat, baik di waktu tasyahud maupun duduk yang lainnya, dan baik di raka’at terakhir atau di pertengahan (al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306).

            Pendapat Imam Malik dan pengikutnya
Menurut Imam Malik, cara duduk tasyahud dalam shalat itu dengan cara tawarruk, baik shalat yang dua rakaat, maupun yang tiga dan empat rakaat, baik pada tasyahud pertama maupun pada tasyahud kedua. Sama saja (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44).

Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Malik adalah hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, beliau berkata:
إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلاَةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِىَ الْيُسْرَى
“Sesungguhnya sunnah ketika shalat (saat duduk) adalah engkau menegakkan kaki kananmu dan membengkokkan/melipat (kaki) kirimu (di bawah kaki kananmu).”(HR. Al-Bukhari No. 827).

Dalil lain yang digunakan adalah hadis ‘Abdullah bin Mas’ud ra, beliau berkata:

عَلَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- التَّشَهُّدَ فِى وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِى آخِرِهَا فَكُنَّا نَحْفَظُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ حِينَ أَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَهُ إِيَّاهُ – قَالَ – فَكَانَ يَقُولُ إِذَا جَلَسَ فِى وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِى آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى
“Rasulullah Saw mengajarkan tasyahud kepadaku di pertengahan dan di akhir shalat. Kami memperoleh dari Abdullah, ia memberitahukan pada kami bahwa Rasulullah Saw mengajarkan padanya. Ia berkata, “Jika beliau duduk di tasyahud awwal dan tasyahud akhir, beliau duduk tawarruk di atas pinggul kirinya, lalu beliau membaca: …”(HR. Ahmad No.4382, dan Syu’ayb al-Arnout men-shahih-kannya).

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Imam Maliki memahami bahwa duduk dengan cara tawarruk itu dilakukan di saat duduk shalat, baik di waktu tasyahud awal maupun akhir,  baik di raka’at terakhir atau di pertengahan (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, II/155 dan Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44) ) .

            Pendapat Imam Syafi’i dan pengikutnya
Menurut Imam Syafi’i, cara duduk tasyahud dalam shalat itu apabila tasyahudnya dua kali, seperti shalat yang tiga rakaat (maghrib) dan shalat yang empat rakaat (isya, dhuhur dan ashar), maka cara duduk tasyahud yang pertama dengan cara duduk iftirasy, sedangkan duduk tasyahud yang kedua dengan cara duduk tawarruk. Adapun shalat yang tasyahudnya hanya satu kali, seperti shalat shubuh, shalat Jumat, dan shalat witir (satu atau tiga rakat), maka duduknya dengan cara tawarruk, sama dengan duduk akhir dalam shalat(al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, II/154) .
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Syafi’i adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha’ bahwa beliau pernah duduk bersama beberapa orang dari sahabat Nabi Saw. Lalu kami pun menyebutkan tentang shalatnya Rasulullah Saw. Kemudian Abu Humaid As-Sa’idi berkata:

أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – رَأَيْتُهُ إِذَا كَبَّرَ جَعَلَ يَدَيْهِ حِذَاءَ مَنْكِبَيْهِ ، وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ، ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ ، فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ ، فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلاَ قَابِضِهِمَا ، وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ ، فَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى ، وَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ .
“Aku adalah orang yang paling hafal di antara kalian tentang shalat Rasulullah Saw. Aku melihatnya tatkala bertakbir, beliau menjadikan kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya. Jika ruku’, beliau menetapkan kedua tangannya pada kedua lututnya, lalu meluruskan punggungnya. Jika mengangkat kepalanya, beliau berdiri tegak hingga kembali setiap dari tulang belakangnya ke tempatnya. Jika sujud, beliau meletakkan kedua tangannya tanpa menidurkan kedua lengannya dan tidak pula melekatkannya (pada lambungnya) dan menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat. Jika beliau duduk pada raka’at kedua, maka beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy). Jika duduk pada raka’at terakhir, beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain (kaki kanan), dan duduk di atas lantai – bukan di atas kaki kiri- (duduk tawarruk).”(HR. Al-Bukhari No.828).

Mengenai maksud “Jika duduk pada raka’at terakhir …”, Al-Hafid Ibnu Hajar (Fath al-Bari, III/228)  berkata, ”Dan dalam riwayat Abdul Hamid terdapat lafad,
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ.
“Sampai jika pada raka’at yang terdapat padanya salam”. Dan dalam riwayat Ibnu Hibban,
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَرِ.
“(Pada raka’at) yang menjadi penutup shalat, maka beliau duduk tawarruk dengan mengeluarkan kaki kiri dan duduk di atas sisi kirinya.”

 Dalam riwayat Al-Nasa-i, terdapat lafad,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ تَنْقَضِي فِيهِمَا الصَّلَاةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ
“Jika Nabi Saw duduk pada shalat dua raka’at yang diakhiri dengan salam, beliau meletakkan kaki kirinya di bawah (kaki kanan) dan beliau duduk di posisi kirinya dengan cara tawarruk (duduk di atas lantai), kemudian mengucapkan salam.”(HR. Al-Nasa-i No.1262, dan al-Albani men-shahih-kannya).

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Imam Syafi’i memahami bahwa cara duduk tasyahud pada shalat yang dua rakaat itu dengan cara tawarruk (al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306)..

Pendapat Imam Hanbali dan pengikutnya
Menurut Imam Hanbali, cara duduk tasyahud dalam shalat itu apabila tasyahudnya dua kali, seperti shalat yang tiga rakaat (maghrib) dan shalat yang empat rakaat (isya, dhuhur dan ashar), maka cara duduk tasyahud yang pertama dengan cara duduk iftirasy, sedangkan duduk tasyahud yang kedua dengan cara duduk tawarruk. Dalam hal ini sama dengan pendapatnya Imam Syafi’i. Adapun shalat yang tasyahudnya hanya satu kali, seperti shalat shubuh, shalat Jumat, dan lain-lain maka duduknya dengan cara iftirasy. Dalam hal ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi'i(al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306). .
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Hanbali  sama dengan Imam Syafi’i yang  merujuk pada hadis riwayat Abu Humaid al-Sa’di. Adapun terjadinya perbedaan pendapat dengan Imam Syafi’i tentang cara duduk tasyahud pada shalat yang dua rakaat, kalau Imam Syafi’i berpendapat duduk tawarruk dan Imam Hanbali berpendapat duduk iftirasy, maka Imam Hanbali mengambil dalil-dalil sebagai berikut:
 Hadits Aisyah  ra,  beliau berkata:
وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Rasulullah Saw mengucapkan at-tahiyyat pada setiap dua raka’at (pada saat duduk tasyahhud), dan beliau melakukan duduk iftirasy dengan menghamparkan kaki kirinya (di bawah pantat) dan menegakkan kaki kanannya.” (HR. Muslim No.1138).
Hadis Abdullah bin Az-Zubair
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ افْتَرَشَ اْليُسْرَى، وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Adalah Rasulullah Saw jika duduk pada dua raka’at, beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang kanan (duduk iftirasy, pent).” (HR. Ibnu Hibban No 1943, menurut Syu’ayb al-Arnout sanadnya kuat).

Hadits Wail bin Hujr  ra bahwa beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ جَلَسَ فِيْ الصَّلاَةِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ اْليُمْنَى
“Aku melihat Rasulullah Saw ketika duduk dalam shalat, beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy, pent).” (HR. Ibnu Khuzaimah no 691)
Dalam lafad yang lain disebutkan:
فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Maka tatkala beliau duduk untuk tasyahhud, beliau menghamparkan kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya di atas pahanya , dan menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy, pent).” (HR. Tirmidzi  No. 292, hadis hasan-sahih).

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Imam Hanbali memahami bahwa duduk tasyahud dalam shalat yang dua rakaat itu dilakukan dengan cara iftirasy (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44) )

Kesimpulan:
Ulama berbeda pendapat tentang cara duduk tasyahud pada shalat yang dua rakaat. Imam Hanafi berpendapat sama dengan Imam Hanbali bahwa duduk tasyahudnya dengan cara iftirasy; sedangkan Imam Maliki sama dengan Imam Syafi’i bahwa  duduk tasyahudnya dengan cara tawarruk. Masing-masing pendapat memiliki dalil berdasarkan hadis-hadis  yang telah dipedomaninya.
Kita perlu mengetahui perbedaan pendapat ini dengan maksud agar bisa memaklumi adanya perbedaan yang ada di antara saudara-saudara kita sesama muslim tentang cara duduk tasyahud dalam shalat yang dua rakaat. Dengan demikian tidak perlu dipertentangkan, apalagi dijadikan ajang perdebatan dan permusuhan.
Kebanyakan ulama Indonesia, baik dari kalangan Muhammadiyah maupun NU,  dan lain-lain, mereka cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa untuk shalat yang hanya dua rakaat, cara duduk tasyahudnya adalah dengan cara tawarruk.

Wallahu A’lam !