Sabtu, 28 September 2013

IBADAH QURBAN: HUKUM DAN KAIFIATNYA

IBADAH QURBAN: HUKUM DAN KAIFIATNYA

Oleh:

Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I
www.zuhdidh.blogspot.com
Pengertian:

Qurban dalam bahasa Arab berasal dari kata qa-ru-ba ( قَرُبَ ) artinya dekat. Ibadah qurban yang di dalamnya terdapat penyembelihan hewan qurban adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban disebut juga “udlhiyah” ( أُضْحِيَّة), artinya penyembelihan.

Hukum Qurban:

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi mereka yang mampu. Tetapi Abu Hanifah (seorang ulama’ Tabi’in) menyatakan hukumnya wajib. Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” 
Dalil yang dijadikan dasar tentang tidak wajibnya qurban adalah hadits Ummu Salamah:

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا
“Jika masuk 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang diantara kalian yang ingin berqurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” (HR. Muslim).
Kata “Dan salah seorang diantara kalian ingin berqurban”, menurut Imam Syafi’i, adalah menunjukkan qurban tidak wajib. Sebab memungkinkan juga adanya orang yang tidak berkeinginan, padahal ia mampu.
Sedangkan dalil wajibnya qurban menurut madzhab Hanafi adalah hadist Abu Haurairah yang menyebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah). Al-Albani menilai hadis ini hasan.
Hadis ini oleh Imam Hanafi difahami sebagai suatu perintah yang sangat kuat (sehingga dihukumi wajib bagi yang mampu) karena diikuti dengan suatu ancaman, sehingga lebih tepat untuk dikatakan wajib.

Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Apabila seseorang telah memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya idul adha dan tiga hari tasyriq maka berarti ia mampu.

Kriteria hewan yang dijadikan qorban:

Jenis hewan yang dijadikan qurban adalah unta, sapi dan kambing. Selain tiga tersebut tidak disyariatkan. Adapun kriteria hewan yang akan disembelih adalah hewan yang sehat, berdaging, dan tidak cacat.  Rasulullah saw. bersabda:

أَرْبَعٌ لَا تُجْزِئُ فِي الْأَضَاحِيِّ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Ada empat hal yang tidak boleh dalam berkorban, 1) buta sebelah mata, yang tampak jelas kebutaannya 2) sakit yang jelas sakitnya, 3) pincang yang nyata-nyata pincangnya, dan 4) kurus tidak berlemak (HR Abu Dawud). Al-Albani menilai hadis ini shahih.

Selain keempat tersebut Rasulullah juga melarang berkorban dengan binatang yang tanduknya pecah, atau telinganya hilang sebagian.

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُضَحَّى بِأَعْضَبِ الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ
Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah saw melarang berkorban dengan binatang yang pecah tanduknya dan telinganya (al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad). Al-Tirmidzi menilai hadis ini hasan-sahih, sedangkan al-Albani menilainya dla’if.

Sa’id bin Musayyib menuturkan, bahwa binatang yang kehilangan setengah atau lebih tanduk atau telinganya maka tidak selayaknya untuk dijadikan korban. Tetapi para ulama’ menjelaskan bahwa kalau ia kehilangan sebagian telinga, tanduk atau ekornya dan tidak sampai setengahnya dan bukan karena kesengajaan maka masih boleh digunakan untuk korban. Demikian juga binatang yang terkena sedikit penyakit kulit, boleh digunakan untuk berkorban.

Tentang usia hewan qurban yang boleh disembelih, menurut Dokter Hewan Dinas Pertanian (Dispertan) Solo, Ardiet Fermansyahu, untuk sapi usianya harus lebih dari 2 tahun, untuk kambing lebih dari 1 tahun baru boleh disembelih. Sedangkan untuk mengetahui usia hewan ternak dapat dilihat dari giginya. Kalau usianya sudah mencukupi untuk disembelih, giginya pasti sudah poel (berganti gigi)," terangnya. Satu ciri yang paling mudah dilihat orang awam yakni jika warna gigi hewan ternak tersebut lebih gelap. Hal ini menandakan bahwa gigi susu hewan tersebut sudah berganti, yang menandakan bahwa hewan tersebut cukup dewasa untuk disembelih.

Dari Jabir ra:  
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
“ Rasulullah saw bersabda: Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi jika kalian merasa berat hendaklah menyembelih kambing Al-Jadza’ah (HR. Muslim dan Abu Daud).

Yang dimaksud dengan musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau domba yang sudah berumur atau berganti gigi. Umur kambing adalah ketika sudah sempurna usia setahun dan memasuki tahun kedua, untuk sapi telah sempurna usia dua tahun dan masuk tahun ketiga, sedangkan unta telah sempurna usia lima tahun dan telah menginjak tahun keenam. Menurut Ibnu at-Tin, yang dinamakan musinnah adalah ketika sudah berganti gigi. Sedangkan jadza’ah yaitu kambing atau domba yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama. Tetapi ada yang berpendapat, kambing usia 6 bulan sudah masuk jadza’ah.
Sebagai ukuran poel atau tidak yaitu dengan tumbuhnya 2 gigi depan permanen. Untuk umur ternak poel biasanya untuk kambing berumur 1 tahun dan sapi 2 tahun.
Korban Patungan (Rombongan):

Seekor sapi dan unta bisa diniatkan untuk 7 orang, sebagaimana hadis berikut:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Dari Jabin, dia berkata: Kami bersama Rasulullah saw pada tahun Hudaibiyyah seekor sapi untuk tujuh orang dan seekor onta yang gemuk untuk 7 orang.” (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

Dan seekor onta, menurut madzhab Syafi’I, Hanafi, dan mayoritas ulama’ bisa untuk7 orang. Tetapi menurut Ishaq bin Rahawiyah dan Ibnu Khuzaimah, bisa untuk 10 orang. Alasan Ishaq adalah hadis dari Ibnu Abbas berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ النَّحْرُ فَذَبَحْنَا الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَعِيرَ عَنْ عَشَرَةٍ
“Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan kemudian tiba hari Id. Maka kami berserikat tujuh orang pada seekor sapi dan sepuluh orang pada seekor unta.” (HR. Al-Tirmidzi, al-Nasai dan Ibn Majah  ). Al-Albani menilai hadis ini shahih.

Sedangkan satu ekor kambing atau domba bisa diniatkan untuk dirinya dan keluarganya meskipun jumlah keluarganya banyak.

قَال عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى
“Berkata Atha bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana sifat sembelihan di masa Rasulullah saw, beliau menjawab: jika seseorang berqurban seekor kambing, maka untuk dia dan keluarganya. Kemudian mereka makan dan memberi makan dari qurban tersebut hingga manusia bangga sebagaimana yang kau lihat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah). Al-Albani menilai hadis ini shahih.

Demikian ketentuan patungan (rombongan) dalam berkorban. Tentang qurban yang dilakukan dengan cara iuran seperti di sekolahan, satu kelas untuk satu ekor kambing misalnya, maka hal itu boleh untuk pembelajaran saja.


Waktu Penyembelihan:

Permulaan pelaksanaan penyembelihan hewan qurban adalah setelah selesai shalat Idul Adha. Hal ini didasarkan kepada hadis:

عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنا
Dari Barra bin Azib ra, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, beliau bersabda: Sesungguhnya perkara yang pertama kita mulai pada hari ini adalah kita shalat kemudian menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, dia telah mendapatkan sunnah kami. (HR al-Bukhari)

Di dalam riwayat muslim disebutkan adanya tambahan penjelasan:

وَمَنْ ذَبَحَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ
Dan barang siapa yang telah menyembelih (sebelum shalat), maka sesungguhnya sembelihan itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya, bukan termasuk hewan qurban sedikitpun.” (HR. Muslim).

Diperbolehkan untuk menunda penyembelihan hewan qurban, pada hari kedua dan ketiga setelah hari Id. Dan batas akhir penyembelihan adalah hari tasyriq yang terakhir, sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Jubair bin Muth’im bahwasanya beliau saw bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Setiap hari tasyriq ada sembelihan.” (HR. Ahmad). Al-Albani menilai hadis ini shahih.

Larangan mencukur dan memotong kuku:

Orang yang hendak berqurban, tidak diperbolehkan bagi dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun, setelah masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga shalat Id.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim).

Tentang larangan mencuckur rambut dan memotong kuku bagi yang akan berkorban, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengharamkannya (al. Imam Ahmad, Ishaq dan Dawud). Ulama ini berdasarkan pada hadis dari Umu Salamah tersebut di atas. Sebagian ulama yang lain memakruhkannya (al. Imam Syafi’i dan Imam Maliki). Ulama ini berdasarkan dalil berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَفْتِلُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ يُقَلِّدُهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَا يَدَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا أَحَلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ حَتَّى يَنْحَرَ الْهَدْيَ
Dari Aisyah, ia berkata: saya pernah menganyam kalung hewan kurban Rasulullah Saw dengan kedua tanganku, kemudian Rasulullah Saw mengalunginya dengan tangannya dan mengirimnya bersama dengan ayahku, lalu Rasulullah Saw tidak meninggalkan sesuatupun yang telah Allah ‘azza wajalla halalkan hingga beliau menyembelih hewan kurban. (HR an-Nasa’i). Al-Albani: hadis ini sahih.
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak meninggalkan kebiasaan memotong kuku dan rambut. Tetapi bukan berarti kemudian memotong rambut tidak apa-apa, adanya anjuran pada hadits Ummu Salamah (hadis sebelumnya) berarti bahwa meninggalkan pemotongan rambut dan kuku itu adalah sunnah, dan memotongnya adalah makruh.
Dan ulama yang lain lagi ada yang membolehkannya (al. Imam Hanafi). Ulama ini beralasan, kalau orang yang akan berkorban dibolehkan memakai baju dan boleh berhubungan suami isteri, tentu mencukur ranbut dan memotong kuku juga boleh.
  
Cara Menyembelih hewan qurban:

Dalam menyembelih binatang diharuskan untuk meminimalisir rasa sakit. Di antara cara yang bisa meminimalisasi rasa sakit adalah dengan pisau yang tajam. Sebagaimana disebukan di dalam hadis:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya. (HR. Muslim)

Sebelum menyembelih mengucapkan bismillah wallahu akbar, membaringkan sembelihan pada sisi kirinya karena yang demikian mudah bagi si penyembelih memegang pisau dengan tangan kanannya, dan menahan lehernya dengan tangan kiri.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
“Dari Anas bin Malik, dia berkata: Bahwasanya Nabi saw menyembelih dua ekor dombanya yang bagus dan bertanduk. Anas berkata, aku melihat beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di samping lehernya dan mengucapkan basmallah dan takbir.” (HR. Muslim).

Pendistribusian daging qurban:

Bagi yang berkorban disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpan sebagian dari dagingnya. Nabi saw bersabda:

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
“Makanlah, bershadaqahlah, dan simpanlah untuk perbekalan.”(HR.Bukhari dan Muslim).

Daging sembelihan, kulitnya, rambutnya dan yang bermanfaat dari qurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama, dan seorang tukang sembelih tidak mendapatkan daging qurban. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah upah dari yang berqurban:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَقْسِمَ جُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata: Rasulullah saw memerintahkan aku untuk menyembelih hewan qurbannya dan membagi-bagikan dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak memberi tukang potong sedikitpun dari qurban tersebut. Tetapi kami memberinya dari harta kami” (HR. Bukhari dan Muslim).