Jumat, 27 Agustus 2021

HUKUM SHALAT BERJAMAAH DAN KEUTAMAANNYA

 

HUKUM SHALAT BERJAMAAH DAN KEUTAMAANNYA

Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

Pertanyaan:

              Assalamu’alaikum wr.wb.!

              Ustadz Zuhdi rahimakumullah! Mohon penjelasan tentang hukum shalat berjamaah dan keutamaannya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Atas penjelasannya kami sampaikan banyak terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’. Terima kasih! (Muhammad Shalih, Sidoarjo)

              Wassalamu’alaikum wr.wb.!

Jawaban:

              Ada dua hal yang ditanyakan oleh Sdr. Muhammad Shalih. Pertama tentang hukum shalat berjamaah. Kedua tentang keutamaan shalat berjamaah.

Hukum shalat berjamaah.

Dalam kitab Fatawa al-Azhar, VIII/476, Syekh Athiyah Shaqar menyebutkan adanya tiga pendapat di kalangan ulama tentang hukum melaksanakan shalat berjamaah:

Pendapat pertama dari Ahmad bin Hanbal bahwa shalat berjamaah itu hukumnya wajib ain bagi yang mampu melaksanakannya. Ulama yang setuju dengan pendapat ini adalah Atha’, al-Auza’I, dan Abu Tsaur. Di kalangan ahli hadis yang sependapat dengan ini adalah Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban sebagaimana pendapat kalangan madzhab Dhahiri yang cenderung berdasarkan dhahir nas. Dalil yang dijadikan hujjah oleh kelompok ulama ini adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 43:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

"Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk," (QS. al-Baqarah: 43).

Selain berdasarkan ayat tersebut juga berdasarkan beberapa hadis, di antaranya hadis riwayat Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ [رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (diriwayatkan) ia berkata: “Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar: Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid. Lalu ia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: Apakah engkau mendengar panggilan shalat (adzan)? Laki-laki itu menjawab: Benar. Beliau bersabda: Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat)” (HR. Muslim no. 1044).

 

       Berdasarkan ayat 43 dari surat al-Baqarah tentang perintah shalat berjamaah dan hadis Riwayat Muslim tentang tetap diperintahkannya dating ke masjid saat mendengar adzan walaupun dalam keadaan buta, maka ulama yang pertama ini berpendapat bahwa hukum shalat berjamaah itu wajib ‘ain.

Pendapat kedua dari Imam Malik, Abu Hanifah dan sejumlah ulama Syafi’iyah bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan). Banyak hadis yang dijadikan dalil, di antaranya dua hadis berikut ini:

وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ

Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur” (HR. al-Bukhari No. 651 dan Muslim No. 1545).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abdullah ibn Umar (diriwayatkan), bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”. (HR. al-Bukhari no. 609 dan 610, dan Muslim no. 1036 dan 1039)

              Hadis-hadis tersebut menunjukkan keutamaan shalat berjamaah, yakni akan mendapatkan pahala yang lebih besar. Hadis ini juga menunjukkan bahwa shalat sendirian masih mendapatkan pahala dan dibenarkan, meskipun pahalanya tidak lebih besar dibandingkan dengan shalat berjamaah.

Pendapat ketiga dari Imam Syafii salah satu dari pendapatnya dan jumhur ulama mutaqaddimin di kalangan madzhab Syafii serta sejumlah ulama madzhab Maliki dan Hanafi bahwa hukum shalat berjamaah itu fardhu kifayah bagi muqimin. Apabila di antara warga penduduk suatu kampung ada yang sudah melakukan shalat berjamaah, maka yang lainnya gugur kewajibannya, dan yang lainnya dihukumi sunnah. Dalil yang dipakai oleh kelompok ini adalah mengkompromikan antara dalil-dalil yang dipakai oleh golongan pertama dan golongan kedua.

      Tim Majelis Tarjih dan Tajdid setelah mengkompromikan (al-jam’u wa at-taufiq) terhadap dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh tiga golongan tersebut di atas, berpendapat bahwa dalil-dalil tersebut ada memberikan tekanan sangat kuat untuk melaksanakan shalat berjamaah, selain itu juga ada dalil-dalil yang hanya menjelaskan tentang keutamaan-keutamaannya. Dari dua hal tersebut tidak ditemukan dalil yang menunjukkan berdosa bagi orang yang meninggalkan shalat jamaah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, sebab tidak ditemukan dalil mengenai ancaman siksa atau dosa bagi orang yang meninggalkannya (Majalah SM, No.20, 2018).  

Keutamaan shalat berjamaah

1. Mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.

عن بريدة الأسلمي رضي الله عنه عن النبي – صلى الله عليه وسلم قال :بشِّرِ المشَّائين في الظُّلَم إلى المساجد بالنور التام يوم القيامة

Dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud No. 561 dan Tirmidzi No. 223). Al-Albani: Hadis sahih.

2. Doanya diamminkan oleh Malaikat.

     Dari Sahabat Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW Bersabda :

إِذَا قَالَ الْاءِمَامُ {غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّالِّيْنَ} فَقُلُوْا آمِيْنَ فَاءِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَاءِكَةِ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Jika Imam membaca “Ghairil Maghdluubi Alaihim Wa la dldlaalliin” maka ucapkanlah “Aamiin” karena siapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan aamiinnya Malaikat maka dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR. Bukhari No: 740).

3. Mendapatkan ganjaran shalat malam sepenuh waktunya.

Dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disebutkan:

مَن صلى العشاء في جماعة، فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة، فكأنما صلَّى الليلَ كلَّه

“Barang siapa yang melakukan shalat Isya berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat setengah malam. Barang siapa yang melakukan shalat Subuh berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat malam sepanjang waktu malam itu” (HR. Muslim No. 1523).

4.  Dibebaskan dari sifat orang munafik.

Shalat Subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya yang bisa kita tempuh agar bisa terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan itu, disebutkan dalam hadits:

ليس صلاة أثقل على المنافقين من الفجر والعشاء، ولو يعلمون ما فيهما، لأتَوهما ولو حبوًا، ولقد هممتُ أن آمُرَ المؤذِّن فيُقيم، ثم آخُذَ شُعلاً من النار، فأحرِّقَ على من لا يخرج إلى الصلاة بعد

“Tidak ada Shalat yang lebih berat (dilaksanakan) bagi orang munafik daripada shalat Subuh dan Isya. Seandainya mereka tahu (keutamaan) yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan melakukannya kendati dengan merangkak. Sungguh aku telah hendak memerintahkan kepada petugas azan untuk iqamat (Shalat) kemudian aku mengambil bara api dan membakar (rumah) orang yang belum tidak keluar melaksanakan Shalat (di masjid)” (HR. Bukhari No. 657).

5. Berpeluang mendapatkan pahala haji atau umrah bila berzikir hingga terbitnya matahari.

Dasar dari hal ini adalah keterangan dari Anasibn Malik Radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang bersabda:

مَن صلى الغداة في جماعة، ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس، ثم صلى ركعتين، كانت له كأجر حجة وعمرة تامة، تامة، تامة

“Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lantas shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi No. 586). Al-Albani: Hadis hasan.

6.  Mendapatkan pahala berlipat ganda

Dalam Hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda :

صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian.” (HR. Bukhari No. 645 dan Muslim No. 1509).

إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ

Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim No. 1545).

7. Mereka yang melakukan sholat secara berjama’ah akan terhindar dari gangguan syaitan

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud No. 547).  Al-Albani: Hadis hasan.

 

8.  Menghapuskan kesalahan atau dosa

Allah SWT akan menghapuskan kesalahan-kesalahan bagi mereka yang sholat berjama’ah serta akan meninggikan derajat mereka.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ » (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu’ pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah al-ribath (berjuang di jalan Allah).” (HR. Muslim No. 610).

9.  Kelak ketemu Allah sebagai seorang muslim

مَنْ سَرَّهُ أنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إلاّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إلاّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia mendengar panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda (jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff shalat berjama`ah.” (HR. Muslim No. 1520).