Selasa, 04 November 2014

SYAHID DAN PAHLAWAN

APAKAH PAHLAWAN PASTI MATI SYAHID ?

Disajikan oleh


DR.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I

Pertanyaan:
Ustadz rahimakumullah!
Kami mohon penjelasan mengenai mati syahid. Apakah yang dimaksud dengan mati syahid itu? Apakah mati syahid hanya diperoleh bagi orang yang meninggal di medan perang? Apakah para pahlawan kita yang gugur di medan tempur juga bisa disebut mati syahid?
Terima kasih atas penjelasannya. Jazakumullah khairan katsiran!
Jawab:
Secara bahasa, syahid berasal dari kata sya-hi-da [arab: شَهِدَ] yang artinya bersaksi atau hadir. Saksi kejadian, artinya hadir dan ada di tempat kejadian.  Secara istilah, syahid umumnya digunakan untuk menyebut orang yang meninggal di medan jihad (perang suci) dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Bentuk jamak dari syahid adalah syuhada, artinya orang-orang yang mati syahid.
Ulama berbeda pendapat tentang alasan mengapa mereka disebut syahid. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan ada sekitar 14 pendapat tentang makna syahid. Di antaranya adalah karena orang yang mati syahid hakekatnya masih hidup, seolah ruhnya menyaksikan, artinya hadir. Ini merupakan pendapat Al-Nadlr bin Syumail. Sementara Ibn al-Anbari berpendapat, karena Allah dan para malaikatnya bersaksi bahwa dia ahli surga. Ulama yang lain berpendapat, karena ketika ruhnya keluar, dia menyaksikan bahwa dirinya akan mendapatkan pahala yang dijanjikan. Karena disaksikan bahwa dirinya mendapat jaminan keamanan dari neraka. Karena ketika meninggal tidak ada yang menyaksikannya kecuali malaikat penebar rahmat. Dan masih ada beberapa pendapat lainnya. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, VIII/438).

            Mati syahid adalah sebaik-baik kematian. Banyak sahabat Nabi yang bercita-cita ingin mati syahid, tetapi tidak semuanya berhasil mati syahid di medan juang. Di antara mereka yang syahid di medan juang (berperang di jalan Allah) adalah, Hamzah bin Abdul Muthalib yang syahid dalam perang Uhud melawan kafir Quraisy, Jakfar bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahaih yang syahid dalam perang melawan Rumawi. Masih banyak lagi para shahabat yang syahid di medan juang. Adapun di antara mereka yang tidak mendapatkan kesyahidan di medan juang adalah “Saifullah” Khalid bin Walid, meskipun ia sebenarnya layak mendapatkan julukan sebagai pahlawan besar, mengingat jasa-jasanya yang memenangkan di berbagai pertempuran melawan musuh-musuh Islam.
            Gelar syahid adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamabaNya yang beriman dan berjuang mempertahankan kebenaran. Di antara mereka itu adalah yang meninggal pada saat berjuang fi sabilillah, berperang memperjuangkan agama Allah. Selain itu, Nabi Saw juga memberi gelar syahid kepada orang-orang yang mati bukan karena berperang melawan musuh Allah, tetapi mati karena melahirkan, karena kebakaran, karena tenggelam dan lain-lain.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw pernah bertanya kepada para sahabat, “Siapakah yang disebut syahid menurut kalian?” ‘Orang yang mati di jalan Allah, itulah syahid.’ Jawab para sahabat serempak. “Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku hanya sedikit.” Lanjut Nabi Saw. “Lalu siapa saja mereka, wahai Rasulullah?’ tanya sahabat. Kemudian Nabi Saw menyebutkan orang-orang yang bergelar syahid, yaitu:
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh di jalan Allah (medan perang), dia syahid. Siapa yang mati (tidak terbunuh dalam perang) di jalan Allah dia syahid, siapa yang mati karena wabah penyakit Tha’un, dia syahid. Siapa yang mati karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.” (HR. Muslim No. 1915).
Dalam hadis lain, dari Abdullah bin Amr ra, Nabi Saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid.” (HR. Bukhari No. 2480).
Dari Jabir bin Atik ra.  Rasulullah Saw bersabda:
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, wanita yang mati karena melahirkan syahid.” (HR. Abu Daud No. 3111). Hadis ini shahih menurut Al-Albani (Sunan Abi Dawud, ta’liq Al-Albani, III/156).
Jika mereka yang syahid dalam perang fi sabilillah tidak perlu dimandikan, dikafani dan dishalati, maka bagi mereka yang syahid bukan karena perang, jenazahnya diperlakukan sebagaimana jenazah kaum muslimin pada umumnya. Artinya tetap wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan. Para ulama mengistilahkan dengan syahid akhirat. Di akhirat dia mendapat pahala syahid, namun di dunia dia ditangani sebagaimana umumnya jenazah.
Ketika mejelaskan hadis daftar orang yang mati syahid selain di medan jihad, Badr al-Din al-‘Aini al-Hanafi mengatakan: “Mereka mendapat gelar syahid secara status, bukan hakiki. Dan ini karunia Allah untuk umat ini, Dia menjadikan musibah yang mereka alami (ketika mati) sebagai pembersih atas dosa-dosa mereka, dan ditambah dengan pahala yang besar, sehingga mengantarkan mereka mencapai derajat dan tingkatan para syuhada hakiki. Karena itu, mereka tetap dimandikan, dan ditangani sebagaimana umumnya jenazah kaum muslimin.” (Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, 21/273).
Imam al-Nawawi mengatakan:
 الشُّهَدَاء ثَلَاثَة أَقْسَام : شَهِيد فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة ، وَهُوَ الْمَقْتُول فِي حَرْب الْكُفَّار ، وَشَهِيد فِي الْآخِرَة دُون أَحْكَام الدُّنْيَا ، وَهُمْ هَؤُلَاءِ الْمَذْكُورُونَ هُنَا ، وَشَهِيد فِي الدُّنْيَا دُون الْآخِرَة ، وَهُوَ مَنْ غَلَّ فِي الْغَنِيمَة أَوْ قُتِلَ مُدْبِرًا
Mati syahid itu ada tiga kategori, pertama Syahid dunia dan akhirat, mereka itu adalah orang yang terbunuh karena di medan perang melawan orang kafir. Kedua, Syahid akhirat, namun hukum di dunia tidak syahid. Mereka itu adalah orang yang disebut (dalam kelompok tujuh syahid di atas). Ketiga, Syahid dunia, dan bukan akhirat. Dialah orang yang mati di medan jihad, sementara dia ghulul (mencuri) ghanimah, atau terbunuh ketika lari dari medan perang. (al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘Ala Muslim, VI/397).
Bagaimana dengan gelar syahid untuk para pahlawan? Apakah mereka yang disebut sebagai pahlawan nasional otomatis meninggal sebagai mati syahid? Untuk membahas ini, perlu memahami dulu pengertian pahlawaan. Kata pahlawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran (KBBI, 1989: 636). Di era modern sekarang ini, sebutan pahlawan menjadi lebih luas dan tidak ada batasan yang jelas. Misalnya, para Tenaga Kerja Indonesia disebut sebagai para pahlawan devisa. Guru yang mengajar di sekolah diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan seorang pria ataupun wanita yang bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarganya disebut sebagai pahlawan keluarga. Semua sebutan pahlawan tersebut merujuk pada pengertian “telah berjasa”. Dalam pengertian tersebut tidak mencantumkan komitmen terhadap agama.
Jika ditinjau dari terminologi Islam, seorang muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela kebenaran, atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah, maka mereka disebut dengan Syahid. Oleh karena itu, status para pahlawan kita, yang telah berjuang dan meninggal di medan pertempuran demi membela kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini, baru layak disebut mati syahid bila mereka itu meninggal dalam keadaan beriman, ikhlas dan berjuang menegakkan kebenaran karena Allah Swt.

Wallahu A’lam bishshawab !