Kamis, 17 September 2020

TERTOLONG KARENA MENOLONG

 

TERTOLONG KARENA MENOLONG

Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم ... وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ...(رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda: …”Dan siapa yang memberi kemudahkan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat…(HR. Muslim No. 7028)

Status Hadis

            Hadis tersebut dinilai sahih oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim No. 7027. Selain Imam Muslim, beberapa ulama ahli hadis yang meriwayatkan hadis tersebut adalah Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud No. 4948, al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi No. 1425, Ibn Majah dalam Sunan Ibn Majah No. 225, Ahmad dalam Musnad Ahmad No. 7427,  Ibn Abi Syaibah dalam Musannaf Ibn Abi Syaibah No. 26567, al-Hakim dalam al-Mustadrak No. 8159, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir No. 651, al-Nasai dalam Sunan al-Nasai al-Kubra No. 7287, al-Bayhaqi dalam Syu’ab al-Iman No. 11250, dan Ibn Hibban dalam Sahih Ibn Hibban No. 534. Muhammad Nasiruddin al-Albani juga mensahihkan hadis ini (al-Albani, Sahih al-Targhib Wa al-Tarhib, I/16).

 

Kandungan Hadis

            Hadis tersebut menerangkan bahwa siapa pun yang mau menolong, memberikan kemudahan kepada orang lain dalam suatu urusan, maka orang itu dijamin akan mendapatkan pertolongan dan kemudahan dari Allah swt., baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Abd al-Rauf al-Munawi dalam kitabnya Faid al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir menjelaskan bahwa maksud hadis tersebut adalah siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan dengan cara membebaskan (hutang), memberikan sedekah, atau membantu membebaskan dari berbagai kesulitannya, maka Allah akan memberikan kemudahan kepada orang itu dalam mencapai keinginan atau cita-citanya dan segala urusannya di dunia ini dengan meluaskan rizkinya, menyelamatkannya dari berbagai bencana, dan memberikan kemudahan dalam melaksanakan amal kebaikan. Selanjutnya di akhirat, ia akan dimudahkan hisabnya dan diampuni hukumannya (al-Munawi, Faid al-Qadir, VI/243).

            Pernyataan Nabi saw. bahwa Allah akan menolong dan memudahkan urusan hambaNya apabila ia mau menolong dan memudahkan orang lain, telah tebukti di banyak peristiwa. Di antaranya kisah nyata terjadi di Riyadh Saudi Arabia. Di sebuah desa Huraimla, ada seorang wanita(majikan) yang sudah divonis oleh Dokter terkena kanker darah, kondisi fisiknya sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Untuk merawat dirinya dan memenuhi semua keperluan sehari-harinya, dia mendatangkan pembantu (TKW) dari Indonesia. Pembantu ini adalah seorang wanita yang taat beragama, salihah.

Satu minggu setelah bekerja, sang majikan merasa pekerjaan si pembantu sangat bagus. Majikan selalu memperhatikan apa yang dia kerjakan. Suatu waktu majikan memperhatikan kelakukan aneh si pembantu. Seringkali, saat pembantunya ke kamar mandi, berdiam cukup lama. Dengan tutur kata yang lemah lembut, si majikan bertanya: "Apa yang sebenarnya engkau lakukan di kamar mandi?" Pembantu itu tidak menjawab, tetapi justru menangis tersedu-sedu. Si majikan menjadi iba dan kemudian menghiburnya sambil menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Akhirnya si pembantu pun bercerita bahwa dirinya baru 20 hari melahirkan anaknya. Karena desakan ekonomi itulah ia terpaksa berangkat bekerja sebagai TKW di Arab Saudi. "Saya lama di kamar mandi karena harus membuang air susu saya, Bu! Kalau tidak dibuang, dada saya terasa sesak dan penuh karena tidak disusui oleh anak saya". Air susu yang menumpuk dan tidak tersalurkan itulah yang membuatnya sakit sehingga harus diperas dan dibuang di kamar mandi.

"Subhanallah, Anda berjuang untuk anak dan keluarga Anda," kata majikan. Ternyata majikannya tidak seburuk yang diceritakan di koran-koran atau televisi. Seketika itu juga si majikan mengatakan: “Kalau begitu, kamu pulanglah dulu, uang saya berikan penuh untuk 2 tahun kontrakmu (nilainya sekitar 120-150 juta rupiah), kamu susui anakmu secara penuh selama 2 tahun dan jika kamu igin kembali bekerja, kamu bisa menghubungi telepon ini, dan sekaligus saya akan mengirim uang untuk tiket keberangkatanmu".

Sang pembantu terperanjat, lalu menangis dan berucap: "Subhanallah, apa Ibu tidak apa-apa saya tinggal?" Si majikan waktu itu hanya menggelengkan kepala dan mengatakan bahwa bayi yang harus diurusnya itu lebih berharga daripada mengurus majikan.

Setelah pembantu itu pulang, majikan malah mengalami perubahan luar bisa. Pikirannya menjadi terfokus pada kesembuhan, dan hatinya menjadi sangat senang karena dapat membantu orang yang sedang kesulitan. Hari-harinya tidak lagi memikirkan sakitnya, yang ada hanyalah rasa bahagia.

Sebulan kemudian, majikan baru kembali lagi ke rumah sakit untuk kontrol. Dokter yang menanganinya segera melakukan pemeriksaaan mendetail. Tapi apa yang terjadi? Dokter yang pernah menanganinya tidak melihat ada penyakit seperti diagnosa sebelumnya. Dia tidak melihat ada penyakit kanker darah yang diderita pasiennnya. Dokter itu terkagum-kagum, bagaimana mungkin bisa sedahsyat dan secepat itu penyakitnya bisa sembuh, apalagi kanker darah. Apa telah terjadi salah diagnosa? Akhirnya Dokter itupun bertanya, apa sebenarnya yang telah dilakukan oleh pasien?

Wanita (majikan) itupun menjawab: "Saya tidak melakukan apa-apa dengan sakit saya, Dokter. Mungkin sedekah yang telah saya lakukan kepada pembantu saya tempo hari. Nyatanya setelah saya menolong meringankan bebannya, hati saya menjadi lebih bergairah untuk sembuh dan hidup”. Majikan itu kemudian menceritakan pengalamannya yang telah menolong pembantunya untuk pulang, meski kerja baru satu pekan, gaji tetap diberikan penuh untuk kontrak kerja 2 tahun. “Mungkin karena saya telah memberi kemudahan dan meringankan bebannya itu, akhirnya Allah memberikan kesembuhan dari sakit saya, Dokter”, kata majikan itu.

Dokter itupun akhirnya tersadar, bahwa sakit apapun bisa saja sembuh atas kehendak Allah swt. (islamidia.com). Nabi saw. menegaskan bahwa siapa pun yang berusaha memberi kemudahkan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat (HR. Muslim No.7028). Ini berarti bahwa salah satu cara untuk mendapatkan kemudahan (termasuk bisa  sembuh  dari suatu penyakit) adalah dengan cara menolong dan memberi kemudahan kepada orang lain yang mengalami kesulitan dan penderitaan. 

            Satu lagi kisah menarik untuk membuktikan bahwa kehidupan seseorang akan tertolong apabila suka menolong orang lain. Kisah ini tentang seorang lelaki dari India dan temannya yang sedang mendaki gunung Himalaya. Mereka berdua dalam perjalanan turun dari gunung dan berjuang melawan suhu dingin yang ekstrem. Di tengah perjalanan, mereka menjumpai seorang pendaki lain yang kakinya terjepit di antara bebatuan. Sang lelaki itu memutuskan untuk menolong orang yang terjepit itu, sementara temannya justru memilih untuk terus berjalan menyelamatkan dirinya sendiri. Maka tubuh orang yang tidak berdaya itu dipikul di atas punggung sang lelaki dan mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan tertatih-tatih. Sesekali sang lelaki merasa kelelahan, ia istirahat sejenak hingga tenaganya pulih kembali.

Meski penuh perjuangan, mereka berdua akhirnya tiba di kaki gunung dengan selamat. Namun anehnya, justru temannya yang sudah berjalan jauh di depannya ternyata belum sampai. Seharusnya ia sudah tiba lebih dulu. Beberapa jam kemudian, tim SAR memberikan kabar bahwa temannya itu mati membeku di tengah perjalanan. Tubuhnya tak sanggup melawan cuaca dingin yang menusuk tulang itu.

Tersadarlah si lelaki itu, justru karena beban berat yang ia pikul tadi yang menyebabkan tubuhnya berkeringat dan menjaganya tidak membeku. Ditambah lagi punggungnya yang bersentuhan badan dengan orang yang ia tolong, dapat menjaga panas tubuhnya (aksara.co). Ini juga membuktikan kebenaran sabda Nabi saw. bahwa barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang lain, maka Allah akan memberikan kemudahan kepada dirinya di dunia dan akhiat nanti, …(HR. Muslim No. 7028).

Dari dua kisah (peristiwa) di atas dapat dijadikan pelajaran yang sangat berharga bahwa menolong orang lain itu sebenarnya menolong dirinya sendiri. Karena itu, jika kita ingin mendapatkan kemudahan dalam hidup ini, maka terlebih dulu harus memberikan kemudahan atau pertolongan kepada orang lain yang mengalami kesulitan. Misalnya, saat kita menginginkan suatu kesuksesan, atau terbebas dari suatu penderitaan, maka carilah obyek untuk bisa memberikan pertolongan kepada orang lain yang mengalami kesulitan. Cari, di mana ada anak yatim yang memerlukan bantuan. Cari, di mana ada anak miskin yang tidak bisa membayar SPP. Cari, di mana ada orang tua yang butuh pertolongan dibawa ke RS, dan lain-lain. Nabi mengingatkan: “Wallahu fi ‘auni al‘abdi ma kana al‘abdu fi ‘auni akhihi”, Allah akan menolong hambNya apabila hambanya suka menolong saudaranya (HR. Muslim No. 7028).

 




 

 

 

SETIAP KEBAIKAN ITU SEDEKAH

 

SETIAP KEBAIKAN ITU SEDEKAH

Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ

Dari Jabir bin Abdillah ra., Nabi Saw. bersabda: “Setiap kebaikan (perbuatan baik) itu sedekah” (HR. al-Bukhari No. 6021 dan Muslim No. 2375).

Status Hadis

            Hadis tersebut dinilai sahih oleh al-Bukhari dalam Sahih al-Bukhari No. 6021, dan oleh Muslim dalam Sahih Muslim No. 2375. Selain al-Bukhari dan Muslim, beberapa ulama ahli hadis yang meriwayatkannya adalah Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud No. 4949, Al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi No. 1970, al-Nasa-i dalam Sunan al-Nasa-i al-Kubra No. 10701, Ahmad dalam Musnad Ahmad No. 23379, Ibn Abi Syaibah dalam Musannaf Ibn Abi Syaibah No. 25426, al-Hakim dalam al-Mustadrak No. 2311, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir No. 1115, Ibn Hibban dalam Sahih Ibn Hibban No. 3378, Ibn Khuzaimah dalam Sahih Ibn Khuzaimah No. 2354, al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra No. 11801, al-Daruqutni dalam Sunan al-Daruqutni No. 2895, dan al-Thahawi dalam Syarh Musykil al-Atsar No. 5478. Muhammad Nashiruddin Al-Albani juga menilai hadis tersebut sahih (al-Albani, Tamam al-Minnah, I/392).

 

Kandungan Hadis

            Hadis tersebut menerangkan bahwa setiap kebaikan (perbuatan baik) itu sedekah. Al-Suyuti menjelaskan bahwa maksud kalimat “setiap kebaikan itu sedekah” adalah semua amal perbuatan yang baik mendapatkan pahala seperti pahala orang yang bersedekah dengan hartanya (al-Suyuti, al-Dibaj ‘Ala Muslim, III/77).

            Menurut bahasa, yang dimaksud dengan “makruf” menurut al-Raghib adalah setiap perbuatan yang dikenal baik oleh syarak dan akal sekaligus. Ibn Abi Hamzah mengemukakan bahwa “makruf” adalah semua perbuatan baik berdasarkan dalil-dalil syarak, baik yang sesuai dengan adat atau tidak. Sedangkan yang dimaksud dengan “sadaqah” (sedekah) adalah pahala (al-shadaqatu al-tsawab). Maksudnya, setiap perbuatan baik akan mendapatkan pahala seperti sedekah dengan harta. Dengan demikian, istilah sedekah sebenarnya tidak hanya dibatasi bagi orang-orang kaya yang dapat mengeluarkan hartanya di jalan Allah, tetapi semua perbuatan baik adalah sedekah, termasuk berakhlak mulia (Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, XVII/165 dan al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, VI/90).

            Penegasan bahwa setiap kebaikan itu sedekah pernah disampakian oleh Rasulullah Saw kepada beberapa sahabat yang merasa gelisah dan gundah gulana, karena merasa tidak bisa optimal dalam beribadah kepada Allah swt. Mereka mengira bahwa para Sahabat yang memiliki kelebihan harta, kemudian menyedekahkannya di jalan Allah, tentulah akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt. Mereka melaksanakan salat dan puasa, namun mereka dengan hartanya bisa bersedekah, sedangkan kami tidak bisa bersedekah, kata para Sahabat (yang miskin) ini. Akhirnya Rasulullah saw. sebagai seorang pemimpin dan guru sejati memberikan motivasi serta dorongan agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para Sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka bisa bersedekah dengan perbuatan baik apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri.

Kisah tersebut tercatat dalam hadis sahih riwayat Muslim, dari Abu Dzar ra. bahwasanya beberapa orang dari kalangan Sahabat berkata (mengadu) kepada Nabi saw.: “Wahai Rasulullah! Orang-orang kaya telah pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka salat seperti kami salat, mereka puasa seperti kami puasa, dan mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka”. Beliau kemudian bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (bacaan subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (bacaan Allahu Akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (bacaan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (bacaan la ilaha illallah) adalah sedekah, menyuruh kepada yang makruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan salah seorang dari kalian berhubungan intim (jimak) dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia juga mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala”(HR. Muslim No. 2376).

Juga dari Abu Dzar, dalam versi lain riwayat al-Tirmidzi ada tambahan contoh perbuatan makruf, Nabi saw bersabda: Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah, engkau berbuat makruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan adalah sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. al-Tirmidzi No. 1956). Al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Albani: Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib, III/14).

Dari keterangan hadis-hadis tersebut, secara garis besar dapat difahami bahwa macam-macam kebaikan (makruf) yang bernilai sedekah itu dapat dikategorikan ke dalam dua bagian. Pertama, kebaikan yang bersifat vertikal individual, untuk diri sendiri. Kedua, kebaikan yang bersifat sosial horizontal, untuk orang lain.

Perbuatan baik (makruf) yang bersifat vertikal, untuk diri sendiri, seperti berdzikir, membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, dan bentuk taqarrub  lainnya seperti shalat dan membaca Alquran adalah termasuk sedekah yang bisa mendatangkan pahala bagi diri sendiri. Selain mendatangkan pahala, amal-amal kebaikan tersebut dapat membangun diri menjadi pribadi yang semakin salih dan semakin dekat kepada Allah.    

            Aisyah ra. meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda: “Bahwasanya setiap manusia, dari anak cucu Adam terlahir dengan 360 (tiga ratus enam puluh) persendian. Maka barang siapa bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu, duri atau tulang dari jalan, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dengan hitungan sejumlah tiga ratus enam puluh persendian, sungguh pada hari itu ia akan berjalan dengan telah menjauhkan dirinya dari adzab api neraka(HR. Muslim No. 2377).

Dari Abu Dzar, Nabi saw. bersabda: “Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Dan dapat memenuhi semua itu (sedekah untuk 360 persendian) dengan salat dua rakaat yang dilakukan pada waktu dhuha”(HR. Muslim No. 1704).

Perbuatan baik (makruf) yang bersifat social horizontal, kepada orang lain, seperti bersikap ramah kepada orang lain, murah senyum, berbicara sopan, membuang duri atau bebatuan yang mengganggu jalan, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, menuntun orang yang berpenglihatan kabur, menuangkan air dari embernya ke ember saudaranya, semua itu adalah bernilai sedekah, berpahala.

            Membantu orang lain agar mudah urusannya, menggembirakan orang lain agar terhibur hatinya, membantu memecahkan problem orang lain agar mendapatkan solusinya, semuanya itu adalah perbuatan baik dan bernilai sedekah. Bahkan berbuat baik kepada hewan, seperti memberi makan kucing dan bersikap baik kepada hewan-hewan lainnya, semuanya itu bisa bernilai sedekah.

            Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: “Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat, lalu dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Dia berkata: “Anjing ini kehausan seperti diriku”. Maka dia mengisi sepatunya dan memegangnya dengan mulutnya, kemudian dia naik dan memberi minum anjing itu. Allah memujinya, memberikan pahala kepadanya dan mengampuninya”. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala dari (berbuat baik) kepada hewan?”. Beliau menjawab: Fi kulli kabidin rathbatin ajrun, “(Bersikap baik) pada setiap makhluq bernyawa akan diberi pahala (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 5996).

Sebagai akhir tulisan ini, mari kita renungkan kata mutiara berikut ini: “Saat kita menanam padi, rumput ikut tumbuh, tetapi saat kita menanam rumput tidak pernah tumbuh padi. Dalam melakukan kebaikan, kadang-kadang hal yang buruk turut menyertai, tetapi saat melakukan keburukan, tidak ada kebaikan bersamanya. Saat kita menarik energi positif, maka energi negatif juga akan ikut tertarik, tetapi ketika kita menarik energi negatif maka tidak pernah tertarik energi positif. Sungguh pun demikian, jangan pernah berhenti berbuat baik dalam kehidupan kita, seberapa pun kebaikan itu, selagi masih bisa”. Ingat sabda Nabi saw. di atas: “kullu makrufin sadaqatun”, setiap kebaikan itu sedekah!

 Untuk menyaksikan versi videonya, silakan klik link berikut ini: