Sabtu, 12 November 2022

PENYAKIT ‘AIN, BAGAIMANA MENGHINDARINYA?

 

PENYAKIT ‘AIN

 Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ أَخِيهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Ketika salah seorang di antara kalian kagum saat melihat dirinya sendiri, barang miliknya atau saat melihat saudaranya, maka doakanlah dengan keberkahan, karena ‘ain itu nyata (HR. al-Nasa’i No. 10872 dan al-Hakim No. 7499). 

Status Hadis

            Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Nasai dalam Sunan al-Nasai al-Kubra No. 10872, al-Hakim dalam al-Mustadrak No. 7499, Ahmad dalam al-Musnad No. 15700, Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah No. 23594, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir No. 5447, al-Thahawi dalam Syarh Musykil al-Atsar No. 2901, dan Abu Ya’la dalam al-Musnad No. 7195. Al-Albani menilai hadis tersebut sahih (al-Albani, al-Jami al-Shaghir, I/158).

Kandungan Hadis

            Hadis tersebut menerangkan bahwa serangan (penyakit) ‘ain itu nyata dapat menimpa kepada orang yang dipandangnya, sesuai dengan qada dan takdir Allah bukan karena perbuatan orang yang melakukan ‘ain (al-Munawai, Faid al-Qadir, I/492). Karena itu apabila seseorang di antaramu melihat sesuatu yang mengagumkan, apakah saat melihat dirinya sendiri, barang-barang miliknya, atau melihat orang lain maka hendaklah berdoa untuk keberkahannya. Berikut ini akan dipaparkan tentang apa itu ‘ain, bagaimana gejala-gejalanya, apa saja penyebabnya, dan bagaimana cara mengantisipasinya.

Pengertian

Al-Lajnah Al-Daimah menerangkan bahwa ‘ain itu:

مأخوذة من عان يَعين إذا أصابه بعينه، وأصلها: من إعجاب العائن بالشيء، ثم تَتبعه كيفية نفْسه الخبيثة، ثم تستعين على تنفيذ سمها بنظرها إلى المَعِين

‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya terkena sesuatu hal dari mata. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respons jiwa yang negatif, lalu jiwa tersebut menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut (Fatawa al-Lajnah Ad Daimah, 1/271).

 

Keterangan tersebut dapat difahami bahwa ‘ain adalah kekuatan negatif yang berasal dari pandangan seseorang yang disebabkan adanya rasa kagum dan rasa dengki yang dapat membahayakan orang lain. ‘Ain disebut juga dengan mata jahat atau evil eye. 

Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan makna ‘ain sebagai berikut:

وَالْعَيْنُ نَظَرٌ بِاسْتِحْسَانٍ مَشُوبٍ بِحَسَدٍ مِنْ خَبِيثِ الطَّبْعِ يَحْصُلُ لِلْمَنْظُورِ مِنْهُ ضَرَرٌ

‘Ain adalah pandangan kagum atau takjub disertai dengan rasa iri dengki dari seseorang yang memiliki tabiat buruk yang mengakibatkan adanya bahaya pada orang yang dilihatnya (Ibn Hajar al- ‘Asqalani, Fath al-Bari, X/ 200).

Selanjutnya, al-Munawi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan ‘ain adalah

وهي النظر إلى شيء على غلة واستحسانه والحسد عليه من غير ذكر الله

‘Ain adalah pandangan pada sesuatu dalam keadaan lalai dengan rasa kagum kepadanya dan rasa dengki tanpa disertai berdzikir kepada Allah (Al-Munawi, Faid al-Qadir, IV/397).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat difahami bahwa ‘ain ada dua macam. Pertama, pandangan dari orang yang memiliki tabiat buruk yang dalam hatinya terdapat rasa hasud, dengki, dan ingin mencelakai terhadap orang yang dipandangnya. Kedua, pandangan kekaguman atau ketakjuban dari orang yang tidak sedang merasa dengki, tetapi kekaguman tersebut tidak disertai dengan berdzikir kepada Allah. 

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang mengisyaratkan adanya ‘ain sebagai berikut:

وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُواْ الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ

Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengarkan Al-Qur’an dan mereka berkata: Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila (QS. al-Qalam, 51).

Ibnu Katsir menerangkan maksud dari kata “pandangan” dalam ayat tersebut adalah pandangan yang disertai dengan kekuatan ‘ain. Efek dari terkena pandangan ‘ain ini bermacam-macam, yakni ada yang bisa membuat orang yang dipandangnya langsung sakit, celaka, atau bahkan bisa sampai menyebabkan kematian. Seperti kejadian di zaman Rasulullah saw., yaitu ketika sahabat Amir bin Rabiah mandi bersama Sahabat Sahl bin Hanif. Amir bin Rabiah terkagum-kagum saat melihat badan Sahl bin Hanif yang putih dan bersih. Seketika itu Sahl bin Hanif pingsan, lalu para sahabat yang lain memanggil Rasulullah . Setelah meruqyah Sahl bin Hanif, beliau bersabda:

 إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ أَخِيهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Ketika salah seorang di antara kalian kagum saat melihat dirinya sendiri, barang miliknya atau saat melihat saudaranya, maka doakanlah dia dengan keberkahan, karena ‘ain itu nyata (HR. al-Nasa’i No. 10872 dan al-Hakim No. 7499).  Al-Albani: hadis ini sahih (al-Albani, al-Jami al-Shaghir, I/158).

Gejala penyakit ‘ain

Seperti penyakit lainnya, penyakit ‘ain juga memiliki beberapa gejala. Adapun tanda atau gejala terkena gangguan ‘ain menurut Syaikh Abdul Aziz Al-Sadhan adalah, jika bukan karena penyakit jasmani (penyakit medis), maka umumnya dalam bentuk seperti: 1. Sakit kepala yang berpindah-pindah. 2. Wajah pucat. 3. Sering berkeringat dan buang air kecil. 4. Nafsu makan lemah. 5. Mati rasa. 6. Panas atau dingin di anggota badan. 7. Detak jantung yang cepat dan tidak beraturan. 8. Rasa sakit yang berpindah dari bawah punggung dan bahu. 9. Bersedih dan merasa sempit (sesak) di dada. 10. Berkeringat di malam hari. 11. Perilaku (emosi) berlebihan. 12. Ketakutan yang tidak wajar. 13. Sering bersendawa. 14. Menguap atau terengah-engah. 15. Menyendiri atau suka mengasingkan diri. 16. Diam atau malas bergerak. 17. Senang (terlalu banyak) tidur. 18. Adanya masalah kesehatan tertentu tanpa ada sebab-sebab medis yang diketahui (Muhammad Shalih al-Munajjid, Mawqi’ al-Islam Sual Wa Jawab, I/531).

Penyebab penyakit ‘ain

Penyakit ‘ain terjadi karena adanya pandangan negatif dari orang yang memiliki rasa dengki, hasud, dan mencelakai orang yang dipandanganya. Penyakit ini dapat juga muncul ketika pandangan kagum seseorang tidak disertai dengan zikir kepada Allah swt.  Syaikh al-Utsaimin mengatakan: “Engkau terkena ‘ain bukan sebab rumahmu besar atau semisalnya. Tapi sebab kurang berdzikir”.

Dalil bahwa hasad dan orang yang hasad dapat memberikan keburukan adalah surat al-Falaq ayat 5:

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

“… dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.

Sedangkan untuk dalil bahwa kagum juga dapat mengakibatkan keburukan ‘ain adalah hadis dari Nabi saw. yang menerangakan bahwa pada suatu waktu ada seorang sahabat yang terkena ‘ain karena pujian dan kekaguman sahabat lainnya, kemudian Rasulullah saw. bersabda:

قَالَ عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ أَلَّا بَرَّكْتَ

Atas dasar apa engkau hendak membunuh saudaramu (dengan pujian tersebut)? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan untuknya?” (HR. al-Nasai No. 10036 dan Ibnu Majah No. 3509). Al-Albani: hadis ini sahih (al-Albani, Shahih Wa Dhaif Ibn Majah, VIII/9).

Jadi ketika kita memuji orang lain jangan lupa ucapkan doa keberkahan seperti “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu), dan sejenisnya.

Di balik ‘ain ada hikmah yang luar biasa. Hikmah dari ‘ain adalah agar kita tidak sombong dan pamer. Bukan masalah kita dianugerahkan kekayaan, yang menjadi masalah adalah ketika kita sombong di hadapan manusia dan kita pamerkan, di situlah bisa mengundang adanya ‘ain.

Cara menghindari penyakit ‘ain

Hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari penyakit ‘ain adalah menghindari sikap suka pamer, sebaliknya hendaknya berhias diri dengan sifat rendah hati (tawaduk). Rasulullah saw. bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling berendah hati agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zalim pada yang lain” (HR. Muslim No. 2865).

Selanjutnya, berusaha menghindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan usaha, kebahagiaan keluarga, juga memamerkan foto anak, foto diri, foto istri atau suami, dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan hasud, iri-dengki dari orang yang melihatnya. Atau juga yang bisa menyebabkan kekaguman berlebihan dari orang yang melihatnya. Karena pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain, sebagaimana sudah disebutkan tadi.

Selain itu, di antara upaya pencegahan penyakit ‘ain adalah dengan menjaga dan memelihara semua kewajiban dan menjauhi segala larangan, kemudian bertaubat dari segala macam kesalahan dan dosa, juga membentengi diri dengan banyak berdzikir, berdoa, dan ber-ta’awudz (mohon perlindungan kepada Allah) sesuai yang disyariatkan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Al-Syuura, 30).

Allah swt. juga berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Al- Ra’d, 28).

Adapun dzikir atau doa pencegah ‘ain yang bisa dibacakan kepada anak-anak agar tidak terkena ‘ain adalah sebagaimana yang ada dalam hadis Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi saw. mendoakan Hasan dan Husain dengan bacaan:

أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

  “Aku meminta perlindungan untuk kalian dengan kalimat Allah yang sempurna, dari gangguan setan dan racun, dan gangguan ‘ain yang buruk”. Lalu Nabi bersabda: “Dahulu ayah kalian (Nabi Ibrahim) meruqyah Ismail dan Ishaq dengan doa ini” (HR. Abu Daud No. 4739, al-Tirmidzi No. 2060, al-Nasai No.7762, dan Ibn Majah No. 3525). Al-Albani: hadis isi sahih (al-Albani, Shahih Wa Dhaif Ibn Majah, VIII/25).

 Artikel ini telah dimuat di majalah MATAN PWM Jawa Timur pada Nopember 2022