Senin, 21 Juli 2014

AMALAN UTAMA BULAN SYAWWAL


AMALAN UTAMA DI BULAN SYAWAL

Oleh


DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I



         Mempertahankan kebiasaan baik amaliah Ramadhan, pada bulan Syawwal dan bulan-bulan seterusnya adalah tanda-tanda berhasilnya amalan ibadah selama Ramadhan. Allah Swt berfirman:
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا
 “Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapatkan petunjuk, dan amal-amal salih yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik sesudahnya. (QS.Maryam,76).
Beberapa amalan positif selama Ramadhan yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan adalah (1) amalan shalat, dalam hal ini adalah membiasakan shalat berjamaah lima waktu di masjid, membiasakan shalat malam (tahajjud) setiap hari, dan membiasakan shalat-shalat sunnah lainnya; (2) amalan puasa (shaum), dalam hal ini adalah membiasakan berpuasa sunnah, seperti puasa Syawwal, puasa Arafah, puasa Asyura, puasa Senin-Kamis, dan puasa-puasa sunnah lainnya; (3) amalan sedekah; (4)  amalan tilawah al-Qur’an; dan (5) amalan thalabul ilmi, gemar menghadiri majelis ilmu.
Khusus di bulan Syawal, beberapa amalan yang disyariatkan antara lain (1) Membayar zakat fitrah sebelum shalat Idul fitri; (2)        Bertakbir dan bertahmid; (3) Melaksanakan Shalat Idul Fitri; (4) Mengucapakan tahni’ah dengan ucapan “taqabbalallahu minna wa minkum”; (5) membantu orang susah, menyantuni anak yatim dan orang miskin; dan (6) Puasa Syawal enam hari.
           Tentang puasa Syawal, adalah berpuasa selama enam hari setelah tanggal satu Syawwal. Dalam hal ini bisa dimulai dari tanggal dua dan seterusnya selama di bulan Syawwal. Di antara keistimewaan puasa pada bulan Syawwal adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan  berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia akan dapat pahala seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim dari Abu Ayub al-Anshari)
Pada hadis ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. (al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VIII/56). Tentang bagaimana cara melaksanakannya, lebih lanjut al-Nawawi  mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa yang paling afdhol (utama) dalam melakukan puasa syawal adalah secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”
Tentang hikmah melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan beberapa faedah di antaranya: (1) Berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan akan menyempurnakan ganjaran berpuasa setahun penuh; (2) Puasa Syawal dan puasa Sya’ban adalah seperti halnya shalat rawatib qabliyah dan ba’diyah (shalat sunnah sebelum atau seudah shalat wajib lima waktu). Amalan sunnah seperti ini akan menyempurnakan kekurangan dan cacat yang ada dalam amalan wajib. Setiap orang pasti memiliki kekurangan dalam amalan wajib. Amalan sunnah inilah yang nanti akan menyempurnakannya; (3) Membiasakan berpuasa setelah puasa Ramadhan adalah tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Karena Allah Ta’ala jika menerima amalan hamba, maka Dia akan memberi taufik pada amalan shalih selanjutnya. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
 “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk,  Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya (QS. Muhammad, 17)
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan selanjutnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula orang yang melaksanakan kebaikan lalu dilanjutkan dengan melakukan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan. Karena Allah telah memberi taufik dan menolong kita untuk melaksanakan puasa Ramadhan serta berjanji mengampuni dosa kita yang telah lalu,  maka hendaklah kita mensyukuri hal ini dengan melaksanakan puasa sunnah setelah Ramadhan. Sebagaimana para salaf dahulu, setelah malam harinya melaksanakan shalat malam, di siang harinya mereka berpuasa sebagai rasa syukur pada Allah atas taufik yang diberikan. (Ibn Rajab, Latho’if Al Ma’arif, I/244). Wallahu a'lam bishshawab !