Jumat, 07 Oktober 2022

KELEMBUTAN DAN KETEGASAN NABI MUHAMMAD SAW.

 

KELEMBUTAN DAN KETEGASAN

NABI MUHAMMAD SAW.

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

قَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ: مَا مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهَا فِي وَجْهِ مُحَمَّدٍ حِينَ نَظَرْتُ إِلَيْهِ، إِلا اثْنَيْنِ لَمْ أُخْبَرْهُمَا مِنْهُ: يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ، وَلا يَزِيدُهُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا  

Zaid bin Sa’nah berkata: “Saya sudah menyaksikan tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad, kecuali dua hal yang belum kuketahui, yaitu   (1)Kesabaran dan kelembutannya mendahului sikap kasar dan kecerobohannya, (2)semakin ia diperlakukan kasar, ia semakin bertambah lembut dan kesabarannya”.

(HR. al-Thabrani No. 137 dan al-Hakim No. 6547)

 Status Hadis

            Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir No. 137 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak No. 6547. Selain itu juga diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam Shahih Ibn Hibban No. 288, al-Bayhaqi dalam al-Sunan al-Kubra No. 11615, dan al-Haytsami dalam Majma’ al-Zawaid Wa al-Manba’ al-Fawaid No. 13898.

Ulama berbeda pendapat tentang status hadis tersebut. Al-Albani menilai hadis tersebut dhaif karena ada perawi bernama Hamzah bin Yusuf bin Abdillah bin Salam yang tidak dikenal (al-Albani, Silsilat al-Ahadis al-Dha’ifah Wa al-Maudu’ah, III/516).  Sedangkan Al-Hakim menilai hadis tersebut sanadnya shahih (al-Hakim, al-Mustadrak, III/700). Ibn Hibban juga mensahihkan dan memasukkannya dalam kelompok para perawi tsiqah (Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban, I/521).

Hadis tersebut juga populer dalam kitab-kitab Tarikh, di antaranya Ibn Katsir dalam al-Sirah al-Nabawiyah, I/296; al-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam Li al-Dzahabi, II/663; al-Kandahlawi dalam Hayat al-Shahabah, I/148; Abu Nu’aym dalam Ma’rifat al-Shahabah, III/1184; Ibn al-Atsir dalam Usud al-Ghabah, 400; dan al-Asbahani dalam Dalail al-Nubuwwah, 233.

Kandungan Hadis

            Hadis tersebut menerangkan tentang peristiwa yang dialami sahabat Nabi bernama Zaid bin Sa’nah. Sebelum masuk Islam, ia adalah pemuka agama Yahudi. Ia masuk Islam setelah berhasil membuktikan sifat Nabi yang sangat lembut dan sangat penyabar. Berikut ini kisah lengkapnya.

Kelembutan dan Kesabaran Nabi Saw.

Suatu saat Nabi Saw bersama Ali ra, lalu datang seorang badwi menjumpainya. Badwi itu berkata: Wahai Nabi, warga Bushra kampung Bani Fulan telah masuk Islam. Saya pernah berkata kepada mereka bahwa jika mereka masuk Islam akan dibantu untuk kesejahteraan mereka. Saat ini mereka sedang tertimpa bencana kelaparan, saya khawatir mereka akan keluar dari Islam. Saya minta tolong agar mereka dapat dibantu untuk meringankan beban deritanya.

Nabi Saw bertanya kepada Ali barangkali ada sesuatu yang dapat diperbantukan kepada mereka. Ali berkata bahwa tidak ada yang bisa diperbantukan kepada mereka (Baitul mal dalam keadaan menipis). Zaid bin Sa’nah, seorang Yahudi, kemudian menawarkan kepada Nabi untuk meminjamkan uang sebesar 80 mitsqal emas. Nabi setuju meminjam dari Zaid yang Yahudi itu kemudian dibelikan kurma dan diserahkan kepada orang Badwi tadi untuk diperbantukan kepada masyarakat yang telah tertimpa bencana kelaparan.

Sebelum jatuh tempo, dua atau tiga hari masa yang dijanjikan untuk mengembalikan pinjaman, Zaid bin Sa’nah datang menemui Nabi yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya. Saat itu Zaid langsung memegang baju dan menarik-narik selendang beliau sambil berkata: Wahai Muhammad! Kapan hutangmu kau bayar? Aku kenal keturunan bani Abdil Muttalib tidak ada yang suka mengulur-ulur hutang! Melihat pemandangan seperti itu, Umar bin Khattab marah dan menghunus pedangnya ingin memenggal lehar Zaid yang bertindak kurang ajar kepada sang Nabi. Saat itu, beliau (Nabi Saw) dengan wajah yang tenang dan penuh kelembutan berkata kepada Umar: “Wahai Umar, kita ini diperintahakan untuk bisa melayaninya dengan baik. Tidak berlaku kasar”.

Saat itu Umar kemudian mencari dana untuk pembayaran hutangnya hingga terkumpul sejumlah yang dibutuhkan. Setelah itu Umar datang menemui Nabi saw. Kepada Umar, Nabi memerintahkan agar uang itu segera diserahkan kepada Zaid bin Sa’nah dan ditambahkan dengan 20 takar kurma.

Setelah sampai di rumah Zaid, Umar menyerahkan uang pinjamannya sambil menambahkan 20 takar kurma. Saat itu Zaid bertanya, kenapa ada tambahan 20 takar kurma? Umar menjawab, Nabi yang memerintahkannya sebagai ganti saya telah berlaku kasar (membentak) kepada anda. Wahai Umar kau kenal aku? Tidak, jawab Umar. Aku adalah Zaid Bin Sa’nah, pendeta yahudi yang kaya raya.

Mendengar penjelasan Zaid bin Sa’nah, Umar lalu penasaran dan bertanya: kenapa anda kemarin berlaku kasar kepada Nabi? Zaid menerangkan: “Wahai Umar, ketahuilah bahwa sebenarnya saya telah mengetahui tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad, kecuali dua hal yang belum aku saksikan, yaitu:

يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ وَلا تَزِيدُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا

(1)Kesabaran dan kelembutannya mendahului sikap kasar dan kecerobohannya, (2)semakin ia diperlakukan kasar, ia semakin bertambah lembut dan kesabarannya.”

فَقَدْ أُخْبِرْتُهُمَا، فَأُشْهِدُكَ يَا عُمَرُ أَنِّي قَدْ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا

Wahai Umar, kini aku telah mengetahui dan menyaksikan dua tanda-tanda kanabian itu padanya, karena itu saksikan bahwa saat ini aku menyatakan “Aku telah ridha, Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabiku.

Saksikan juga bahwa separoh hartaku atau sebagian besar dari hartaku akan aku sumbangkan untuk kepentingan umat Muhammad saw. (HR. al-Thabrani, al-Hakim, al-Bayhaqi, dan lain-lain).

Ketegasan Nabi saw.

            Selain memiliki sifat yang lembut dan penyabar, Nabi saw. juga memiliki sifat yang sangat tegas dan pemberani, terutama saat menghadapi orang-orang yang sombong dan kejam. Dalam kitab al-Sirah Nabawiyah dikisahkan:

Suatu ketika ada seorang lelaki dari kampung Irasy menuju ke kota Makkah untuk menjual seekor unta. Sampai di Makkah, ia bertemu Abu Jahal kemudian unta itu dijual kepadanya. Abu Jahal setuju untuk membelinya, tetapi Abu Jahal menunda atau memperlambat pembayarannya.

Orang kampung itu pun mencari orang yang dapat membantu untuk mendapatkan uangnya. Saat itu ia mendatangi sekelompok orang Quraisy dan bertanya kepada mereka: “Apakah ada orang yang dapat menolong saya untuk memintakan uang (penjualan unta) dari Abu Jahal? Saya ini orang jauh, orang kampung. Ia (Abu jahal) telah membeli unta saya tetapi hingga sekarang belum dibayar.

Orang-orang Quraisy itu kemudian menunjuk seseorang yang sedang duduk di sisi masjid al-Haram (Nabi Muhammad Saw). Mereka menunjuk kepada Muhammad dengan maksud untuk melecehkannya, karena mereka tahu bahwa antara Nabi Muhammad Saw dengan Abu Jahal telah terjadi permusuhan.

Orang kampung itu pun mendatangi Nabi Muhammad Saw. Di hadapan Nabi Saw, ia menceritakan nasibnya yang telah didzalimi oleh Abu jahal, yaitu unta yang dibeli oleh Abu Jahal itu hingga sekarang masih belum dibayar, padahal ia ingin segera pulang ke kampungnya. Nabi Saw saat itu kasihan lalu ingin membantu orang kampung Irasy itu.

Ketika orang-orang Quraisy itu melihat orang kampung menuju kepada Nabi Muhammad Saw, mereka berkata satu dengan yang lain (sambil mengejek): “coba perhatikan apa yang akan terjadi, kalau Muhammad bertemu dengan Abu Jahal? Karena antara Muhammad dengan Abu jahal telah terjadi permusuhan”.

Nabi Saw. kemudian mengajak orang kampung itu menuju ke rumah Abu Jahal. Di depan pintu rumahnya, Nabi Saw mengetuk pintu. Abu Jahal penasaran: “Siapa itu yang mengetuk pintu?” Saya Muhammad, keluarlah wahai Abu Jahal, ada masalah penting yang harus kau selesaikan!

Mendengar suara Muhammad Saw, ia pun keluar. Saat itu tampak wajah Abu Jahal pucat, grogi dan ketakutan. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw mengatakan: “Wahai Abu Jahal, segera berikan haknya orang ini, jangan bikin masalah, jangan kau bikin susah pada orang kampung ini”!

Saat itu Abu Jahal berkata: baiklah, jangan marah, akan kuberikan haknya. Abu Jahal kemudian masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan uangnya lalu diberikan kepada orang kampung yang telah menjual untanya tadi. Setelah urusan selesai, Nabi Saw meninggalkan rumah Abu Jahal dan berkata kepada orang kampung tadi: “sekarang lanjutkan urusanmu”!

Selesai ditolong Nabi Saw, orang kampung Irasy tadi mendatangi sekelompok orang Quraisy lalu mengatakan: “semoga dia (Nabi Saw) mendapatkan balasan dari Allah karena telah berhasil membantu untuk mendapatkan hak saya”. Orang-orang Quraisy tadi jadi penasaran dan bertanya, apa yang terjadi? Orang kampung itu pun menceritakan kejadian yang amat mengagumkan. Katanya: “ketika Muhammad mendatangi rumah Abu Jahal dan mengetuk pintunya maka Abu Jahal keluar. Saat itu Nabi mengatakan: “segera berikan haknya”. Abu Jahal kemudian mengatakan: “baiklah, akan saya ambilkan uangnya dan saya berikan haknya, tolong jangan marah.”

Mendengar kisah yang aneh itu, orang-orang Quraisy menemui Abu Jahal dan bertanya kepadanya dengan penuh penasaran. Wahai Abu Jahal, apa sebenarnya yang terjadi? Tidak seperti biasanya, kamu berani bicara lantang dan menentang kepadanya. Tetapi kenapa tadi kamu begitu lemah dan tak berdaya. Apa yang sesunggunhnya terjadi?

Abu Jahal kemudian bercerita: “Demi Allah, peristiwa seperti yang terjadi tadi belum pernah kualami. Kalian tahu, saat Muhammad mengetuk pintu rumahku dan mendengar suara Muhammad, sepontan aku ketakutan, dan saat aku keluar menemui Muhammad, aku melihat di atas kepalanya tampak seekor unta jantan (yang siap merenggutku) yang tak pernah kulihat sebelumnya, baik kepalanya, ekornya maupun taringnya. Luar biasa. Abu Jahal mengatakan:

فوالله لو أبيت لاكلني

(Demi Allah, sekiranya aku tidak menuruti apa yang diinginkan oleh Muhammad, maka unta itu akan merenggutku).

Dalam kisah lain diterangkan, ketika peristiwa aneh tersebut sampai kepada Nabi saw., Beliau bersabda: “makhluk itu adalah malaikat Jibril, jika Abu Jahal mendekat maka akan direnggutnya” (Ibn Hisyam, Sirah Ibn Hisyam, I/390; al-Suyuti, al-Khashaish al-Kubra, I/209; al-Bayhaqi, Dalail al-Nubuwwah, II/194; Ibn Katsir, al-Bidayah Wa al-Nihayah, IV/116; dan al-Halabi, al-Sirah al-Halabiyah Fi Sirat al-Amin Wa al-Ma’mun, I/464).

(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN PWM JATIM edisi Oktober 2022)