Jumat, 19 Januari 2018

POSISI KEPALA MAYIT SAAT DISHALATI

POSISI KEPALA MAYIT SAAT DISHALATI

Oleh:


Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I

Teks Hadis
Abu Ghalib al-Khayyath berkata:
شَهِدْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ صَلَّى عَلَى جِنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَلَمَّا رُفِعَ أُتِيَ بِجِنَازَةِ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ أَوْ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقِيلَ لَهُ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَذِهِ جِنَازَةُ فُلَانَةَ ابْنَةِ فُلَانٍ فَصَلِّ عَلَيْهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا فَقَامَ وَسَطَهَا وَفِينَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ الْعَدَوِيُّ فَلَمَّا رَأَى اخْتِلَافَ قِيَامِهِ عَلَى الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ قَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ مِنْ الرَّجُلِ حَيْثُ قُمْتَ وَمِنْ الْمَرْأَةِ حَيْثُ قُمْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا الْعَلَاءُ فَقَالَ احْفَظُوا (رواه احمد)
“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di sisi kepalanya. Ketika jenazah tersebut diangkat, maka didatangkan lagi kepada beliau jenazah seorang wanita Quraisy atau Anshar. Maka dikatakan kepada beliau: “Wahai Abu Hamzah! Ini adalah jenazah Fulanah bintu Fulan, mohon engkau menshalatinya!” Maka beliau pun menshalatinya dan  berdiri di sisi tengahnya. Di sisi kami ada Ala’ bin Ziyad al-Adawi. Ketika ia (Ala’) melihat perbedaan posisi berdirinya Anas bin Malik atas jenazah laki-laki dan wanita, maka ia bertanya: “Wahai Abu Hamzah! Apakah seperti ini posisi berdiri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terhadap jenazah laki-laki seperti posisi berdirimu dan juga posisi berdiri beliau terhadap jenazah wanita seperti posisi berdirimu?” Anas menjawab: “Benar.” Maka Ala’ menoleh kepada kita dan berkata: “Hafalkanlah (perhatikan ini, pen)!” (HR. Ahmad No. 13114).
Status Hadis
Menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani, hadis ini shahih (Ahkam al-Janaiz, I/109).  Al-Albani menjelaskan bahwa hadis ini, selain diriwayatkan oleh Ahmad, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, II/66;  al-Tirmidzi, II/146; al-Thahawi, I/283, dan lain-lain).  Keshahihan hadis tersebut diperkuat oleh hadis riwayat al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radliyallahu anhu, ia berkata:
صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا
“Aku melakukan shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam atas mayit wanita yang mati karena nifasnya. Maka beliau berdiri padanya di sisi tengahnya.” (HR. al-Bukhari: 1245, Muslim: 1602, an-Nasa’i: 390, at-Tirmidzi: 956, Abu Dawud: 2780 dan Ibnu Majah: 2780).
Pemahaman Terhadap Isi Hadis
            Hadis tersebut dapat dipahami bahwa posisi Imam ketika menshalati jenazah laki-laki berada di sisi kepala atau lurus dengan kepala jenazah; dan jika jenazahnya perempuan, maka posisi imam berada di tengah atau lurus pantat/perut jenazah. Pemahaman seperti ini umumnya sudah diterima oleh ulama.
            Yang menjadi persoalan adalah letak kepala jenazah saat dishalati, apakah ia berada di sebelah utara (sebelah kanan imam) atau berada di sebelah selatan (kiri imam)? Untuk jenazah perempuan, ulama umumnya sepakat meletakkan kepalanya berada di sebelah utara (kanan imam). Adapun untuk jenazah laki-laki, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang benar posisi kepala jenazah laki-laki itu berada di sebelah kiri (selatan imam), sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa yang benar posisi kepala jenazah berada di sebelah kanan (utara imam) sama dengan perempuan. Munculnya perbedaan pendapat ini disebabkan karena tidak ditemukannya hadis yang menjelaskan secara rinci bagaimana posisi kepala jenazah saat dishalati.
            Berikut ini beberapa pandangan ulama tentang posisi kepala jenazah saat dishalati:
Pertama, Ibn ‘Abidin (w. 1252 H/1836 M), ulama madzhab Hanafi berpendapat:
 ...فَأَفَادَ أَنَّ السُّنَّةَ وَضْعُ رَأْسِهِ مِمَّا يَلِي يَمِينَ الْإِمَامِ كَمَا هُوَ الْمَعْرُوفُ الْآنَ ، وَلِهَذَا عَلَّلَ فِي الْبَدَائِعِ لِلْإِسَاءَةِ بِقَوْلِهِ لِتَغْيِيرِهِمْ السُّنَّةَ الْمُتَوَارَثَةَ
… keterangan ini memberikan faedah bahwa yang sunnah di dalam meletakkan kepala mayit adalah di sisi kanan imam sebagaimana yang dikenal sekarang. Oleh karena itu penulis al-Bada’i (al-Kasani) memberi alasan jeleknya (meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam, pen) dengan ungkapannya “karena mereka telah mengubah sunnah(tradisi) yang sudah turun temurun” (Radd al-Mukhtar ala al-Durr al-Mukhtar, VI/282).
Kedua, Muhammad bin Yusuf al-Abdari (w.897 M/1492 M), ulama madzhab Maliki mengatakan:
(رَأْسُ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِهِ) ابْنُ عَرَفَةَ : يَجْعَلُ رَأْسَ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِ الْإِمَامِ فَلَوْ عَكَسَ فَقَالَ سَحْنُونَ وَابْنُ الْقَاسِمِ: صَلَاتُهُمْ مُجْزِئَةٌ عَنْهُمْ . ابْنُ رُشْدٍ : فَالْأَمْرُ فِي ذَلِكَ وَاسِعٌ.
“(Kepala mayit di sebelah kanan imam). Ibnu Arafah menyatakan bahwa kepala mayit diletakkan di sisi kanan imam, seandainya terbalik (kepala di posisi kiri, pen), maka menurut Sahnun dan Ibnul Qasim, maka shalat mereka dianggap sudah cukup (tidak perlu diulang, pen). Ibnu Rusyd berkata: “Perkara ini luas (boleh di kanan atau di kiri imam, pen).” (Al-Taj wal Iklil Li Mukhtashar Khalil, II/352).
Ketiga, Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H/1566 M), ulama bermadzab Syafii mengatakan:
 وَالْأَوْلَى كَمَا قَالَ السَّمْهُودِيُّ فِي حَوَاشِي الرَّوْضَةِ جَعْلُ رَأْسِ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ لِيَكُونَ مُعْظَمُهُ عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ  
“…yang lebih utama sebagaimana pendapat al-Samhudi dalam Hasyiyah Al-Raudlah (Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi, pen) adalah menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam (kepala di sebelah selatan, pen) agar sebagian besar tubuhnya berada di sisi kanan imam” (Tuhfat al-Muhtaj Fi Syarh al-Minhaj, XI/186).
Keempat, Ulama Najd, madzhab Hanbali, mengatakan:
وأما صفة موضعهم بين يدي الإمام للصلاة عليهم، فتجعل رؤوسهم كلهم عن يمين الإمام، وتجعل وسط المرأة حذا صدر الرجل، ليقف الإمام من كل نوع موقفه، لأن السنة أن يقف عند صدر الرجل ووسط المرأة.
“Adapun sifat letak kumpulan jenazah di depan imam untuk dishalati atas mereka, maka kepala mereka semua diletakkan di sisi kanan imam. Dan sisi tengah mayit wanita diluruskan dengan sisi dada mayit laki-laki agar imam dapat berdiri pada posisi yang tepat sesuai dengan macam mayit. Karena yang sesuai sunnah adalah berdiri di sisi dada mayit laki-laki dan sisi tengah mayit wanita.” (Al-Durar al-Sunniyah Fi al-Ajwibah al-Najdiyah, V/83).
Kelima, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w.2001 M) pernah ditanya apakah disyariatkan meletakkan kepala jenazah di sebelah kanan saat dishalati? Beliau menjawab:
 لا أعلم بهذا سنة، ولذلك ينبغي للإمام الذي يصلي على الجنازة أن يجعل رأس الجنازة عن يساره أحياناً حتى يتبين للناس أنه ليس واجباً أن يكون الرأس عن اليمين، لأن الناس يعتقدون أنه لابد أن يكون رأس الجنازة عن يمين الإمام، وهذا لا أصل له
 “Aku tidak mengetahui sunnahnya dalam perkara ini (meletakkan kepala di sisi sebelah kanan, pen). Oleh karena itu hendaknya imam yang akan menshalati jenazah meletakkan kepala jenazah di sebelah kirinya sekali tempo, agar manusia menjadi jelas bahwa meletakkan kepala di sisi kanan tidaklah wajib, karena manusia berkeyakinan bahwa kepala jenazah harus diletakkan di sisi kanan imam. Dan ini tidak ada asalnya”(Majmu’ Fatawa wa Rasa’il al-Utsaimin, XVII/101).
Kesimpulan:
            Berdasarkan kajian terhadap hadis yang menjelaskan posisi jenazah saat dishalati dan berbagai pendapat ulama tentang posisi kepala jenazah saat dishalati, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.   Posisi imam saat shalat jenazah, jika jenazahnya laki-laki, maka posisi imam berada di dekat atau lurus dengan kepala jenazah, sedangkan jika jenazahnya perempuan, maka posisi imam lurus dengan perut atau pantat jenazah;
2.   Tentang posisi kepala jenazah, apakah di sebelah kiri imam (di sebelah selatan) ataukah di sebelah kanan imam (di sebelah utara), ulama berbeda pendapat. Untuk jenazah perempuan, jumhur ulama sepakat meletakkan kepalanya di sebelah kanan imam (sebelah utara). Adapun jika jenazahnya itu laki-laki, ulama berbeda pendapat, sebagian berpendapat sebaiknya letak kepalanya di sebelah kiri imam (sebelah selatan), sedangkan ulama yang lainnya (kebanyakannya) berpendapat agar kepala jenazah laki-laki diletakkan di sebelah kanan imam (sebelah utara), sama dengan jenazah perempuan;
3.   Pendapat tentang posisi kepala jenazah laki-laki saat dishalati, apakah di sebelah kiri atau kanan imam adalah masalah ijtihadiyah semata, tidak didukung oleh dalil dari hadis Nabi Saw. Karena itu tidak perlu dipertentangkan lagi mengenai posisi kepala jenazah laki-laki saat dishalati.  Kedunya boleh!
4.   Wallahu A’lam!