Kamis, 09 November 2023

MATIKAN HP SAAT SALAT

 MATIKAN HP SAAT SALAT

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Permasalahan

Suatu saat saya mengikuti salat berjamaah di sebuah masjid. Saya lupa tidak sempat mematikan Handphone (HP) saya. Di Tengah-tengah salat berjamaah, tiba-tiba HP saya berdering. Saya bingung, apakah saya harus mematikan HP saya, ataukah saya biarkan HP tetap berdering tetapi pasti mengganggu kekhusyukan orang yang sedang salat? Tanpa pikir Panjang, HP pun saya matikan agar tidak mengganggu orang banyak yang sedang mengukuti salat berjamaah. Atas kasus ini, mohon penjelasan dari Pengasuh Konsultasi Agama untuk membahasnya, apakah mematikan HP saat salat tersebut dibolehkan atau dapat membatalkan salat? Atas perkenannya, saya sampaikan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’ (Muhsin, Surabaya).

Pembahasan

              Salat adalah ibadah khusus dengan gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam (HR. Abu Dawud No. 618, al-Tirmidzi No. 238, Ibn Majah No. 275). Sejak dimulai dengan takbiratul ihram di awal salat itu maka berlaku larangan (haram) melakukan apa saja yang bukan amalan salat. Tidak boleh berbicara atau membaca selain bacaan dalam salat, tidak boleh bergerak seperti memalingkan muka ke kanan dan ke kiri, dan tidak boleh melakukan apapun selain amalan yang disyariatkan dalam salat. Saat salat harus fokus menghadap Allah dengan khusyuk.

              Nabi saw bersabda: (إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا), “sesungguhnya di dalam salat itu ada kesibukan” (HR. al-Bukhari No. 1216). Maksudnya, orang yang sedang salat itu harus disibukkan dengan amalan-amalan salatnya, yakni sibuk atau fokus dengan bacaan al-Qur’an, bacaan dzikir dan doa serta amalan-amalan yang disyariatkan dalam salat. Tidak boleh ada bacaan, dzikir dan doa serta amalan yang di luar salat (Abadi Abu al-Thib, Aun al-Ma’bud, III/135). Saat sedang salat harus fokus menghadap Allah dengan menghayati apa saja yang dibacanya, dan tidak boleh disibukkan dengan yang lain, juga tidak boleh menjawab salam (Badruddin al-Aini, Syarah Sunan Abi Dawud, IV/157).

Fokus dalam salat memang sangat ditekankan, karena dengan bisa fokus akan lebih memudahkan untuk menjaga koneksi spiritual antara seorang manusia dengan Allah sebagai Tuhan yang disembah. Salah satu cara untuk mendukung terciptanya salat yang khusyuk dan khidmat diperlukan tempat yang nyaman, suasana yang hening, jauh dari hingar bingar suara di sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk membaca al-Qur’an pun tidak boleh dikeraskan saat sedang ada orang salat di dekatnya.

Suatu ketika Nabi  beriktikaf di masjid. Saat itu beliau mendengar sejumlah sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, lalu Nabi saw membuka tabir dan bersabda:

أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى الْقِرَاءَةِ ». أَوْ قَالَ:  فِى الصَّلاَةِ 

“Ketahuilah bahwasanya masing-masing kalian itu sedang bermunajah dengan Tuhan, maka janganlah kalian saling mengganggu satu dengan yang lain, dan jangan saling mengeraskan bacaannya, atau di dalam salat” (HR. Abu Dawud No. 1334).

              Bila bacaan al-Qur’an saja tidak boleh dikeraskan saat sedang berada dekat orang yang sedang salat, apalagi suara-suara yang lain. Tentu lebih tidak boleh lagi. Nah, sekarang bagaimana bila sedang salat tiba-tiba terdengar suara dering HP yang ada dalam saku orang yang sedang salat atau ada di depan orang yang sedang salat, apakah boleh orang yang salat tadi mematikan HP-nya?

Sudah maklum, di era modern yang serba canggih ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu perangkat teknologi yang paling umum dimiliki adalah telepon pintar atau smartphone. Namun, ada situasi-situasi tertentu di mana kita diharapkan untuk fokus sepenuhnya pada ibadah, salah satunya adalah saat melakukan salat. Karena itu, agar HP tidak mengganggu dalam salat maka HP harus dimatikan terlebih dahulu sebelum salat atau di-silent-kan agar saat ada panggilan masuk tidak sampai berbunyi.

Bila lupa tidak sempat mematikan HP atau tidak men-silent-kan HP kemudian di tengah-tengah salat HP berdering maka agar tidak mengganggu kekhusyukan salat, apalagi saat salat berjamaah, harus diusahakan untuk bisa mematikan bunyi dering HP-nya. Usaha untuk mematikan HP ini memang diperlukan gerakan-gerakan tertentu di luar gerakan salat. Namun, demi mendapatkan kekhusyukan dalam salat maka gerakan untuk mematikan bunyi HP tersebut dibutuhkan. Al-Hafidz Ibnu Hajar (w. 852 H/1449 M) menjelaskan:

 إِزَالَة التَّشْوِيش عَنِ الْمُصَلِّي بِكُلِّ طَرِيق مُحَافَظَة عَلَى الْخُشُوع

“Menghilangkan segala yang mengganggu orang yang salat dengan cara apapun, dapat menjaga untuk terus khusyuk.” (al-Asqalani, Fath al-Bari, II/389).

Ulama ahli Fiqh menyebutkan dalam qaidah fiqhiyahnya sebagai berikut:

 الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً

“Kondisi hajat itu bisa menempati posisi darurat, baik bersifat umum maupun khusus (al-Suyuti, al-Asybah Wa al-Nadzair, I/162). Dalam kondisi darurat, berlaku kaidah:

اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ

“Kondisi darurat itu membolehkan yang (tadinya) dilarang” (al-Zarkasyi, al-Mantsur Fi al-Qawa’id, II/317). Maksudnya, dalam salat, gerakan-gerakan yang mestinya tidak boleh dilakukan, karena kondisi darurat (sangat diperlukan), maka gerakan tertentu (seperti mematikan Hp) menjadi dibolehkan.

 

Beberapa dalil yang bisa dijadikan hujjah untuk membolehkan gerakan tertentu (gerakan di luar salat) saat sedang salat, seperti mematikan HP yang sedang berdering saat sedang salat dapat dipaparkan beberapa hadis sebagai berikut:

1.      Nabi tidak keluar dari salatnya (tidak membatalkannya) ketika membuka pintu untuk Aisyah ra. bahkan beliau membukanya sementara beliau dalam kondisi salat kemudian beliau kembali ke tempatnya (melanjutkan salatnya). Diriwayatkan Imam Ahmad:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الْبَيْتِ وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ، فَجِئْتُ، فَمَشَى حَتَّى فَتَحَ لِي، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مَقَامِهِ، وَوَصَفَتْ أَنَّ الْبَابَ فِي الْقِبْلَةِ

“Dahulu Nabi salat di rumah sementara pintunya terkunci, maka saya datang dan beliau berjalan membuka pintu untukku kemudian kembali ke tempatnya. Ia menjelaskan bahwasanya pintunya di arah qiblat (HR. Ahmad No. 24027, Abu Dawud No. 923, al-Nasa’i, No. 3537, al-Tirmidzi No. 601). Al-Albani menilai hadis ini hasan (al-Albani, Sahih al-Tirmidzi No. 601).

Ibn Rajab al-Hanbali (w. 795 H) mengatakan, hadis tersebut menunjukkan bahwa berjalan sekedarnya (karena tuntutan) tidak membatalkan salatnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama salaf (Ibn Rajab, Fath al-Bari, VI/382). Lebih lanjut Ibn Ruslan (w. 844 H) menjelaskan bahwa berjalan yang dibolehkan adalah selangkah atau dua langkah, atau lebih dari itu tetapi dilakukan secara terpisah (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, III/176).

2.      Nabi pernah memerintahkan untuk membunuh ular dan kalajengking saat sedang salat. Diriwayatkan Abu Hurairah ra., Rasulullah  bersabda:

اقْتُلُوا الأَسْوَدَيْنِ فِى الصَّلاَةِ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ

“Bunuhlah dua binatang hitam dalam salat, ular dan kalajengking” (HR. Abu Dawud No.921). Hadis ini sahih (al-Albani, Sahih Wa Dhaif Sunan Abi Dawud No. 921).

Syekh al-Utsaimin rahimahullah (w. 2001 M) mengatakan, “Orang salat diperbolehkan membunuh ular bahkan disunahkan hal itu. Karena Nabi  memerintahkan hal itu seraya bersabda: “Bunuhlah dua binatang hitam dalam salat, ular dan kalajengking. Dari sini, maka disunahkan membunuh ular. Kalau menyerangnya, maka wajib dibunuhnya untuk mempertahankan diri. Diperbolehkan membunuh kalajengking juga. Dan ini lebih sering sengatannya dibandingkan dengan sengatan ular” (al-Utsaimin, al-Syarh al-Mumti’, III/253).

3.      Nabi pernah menggendong cucunya saat menjadi imam salat.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

Dari Abu Qatadah: “Sesungguhnya Rasulullah melaksanakan salat sembari menggendong ‘Umamah binti Zainab binti Rasulullah , ‘Umamah merupakan putri Abi al-Ash bin Abd al-Syams, ketika sujud, Rasulullah meletakkannya (di lantai) dan ketika berdiri (dari sujud), Rasulullah menggendongnya kembali.” (HR. Bukhari No. 516, Muslim No.  1240).

Menurut ‘Amr bin Salim yang diriwayatkan oleh Zubair bin Bakr, Salat yang dilaksanakan oleh Rasulullah adalah salat Subuh (Badruddin al- ‘Ainy, Umdat al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari, VII/285).

Para ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bolehnya melaksanakan salat sambil menggendong anak. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H/855 M) ketika ditanya perihal salat sambil menggendong anak. Beliau menjawab: 'Iya, boleh,' dengan menjadikan hadis riwayat Abi Qatadah sebagai dalil." (Badruddin al- ‘Ainy, Syarh Sunan Abi Dawud, IV/146).

 

Berdasarkan tiga hadis tersebut dapat difahami bahwa dalam keadaan salat, selain harus memperhatikan gerakan-gerakan yang disyariatkan dalam salat, dan bacaan-bacaan dzikir dan doanya, juga boleh melakukan gerakan-gerakan tertentu (di luar salat) yang dibutuhkan demi kekhusyukan salat. Di antara gerakan-gerakan di luar salat yang diperbolehkan (dalam tiga hadis tersebut) adalah membukakan pintu, membunuh ular dan kalajengking, serta menggendong anak kecil saat sedang salat. Bila gerakan-gerakan tersebut (gerakan kaki dan tangan di luar salat) dibolehkan maka gerakan untuk mematikan HP yang berdering saat salat tentu dibolehkan. Bahkan demi kekhidmatan dan kekhusyuan salat, mematikan HP menjadi keharusan. Wallahu A’lam!

 Artikel ini pernah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi November 2023)

PENYAKIT FUTUR

 PENYAKIT FUTUR

 Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

Permasalahan

              Saya pernah mendengar seorang Ustadz menerangkan tentang futur. Katanya, futur itu adalah kondisi yang menimpa seseorang menjadi jenuh dan malas melakukan kebaikan, termasuk beribadah dan menuntut ilmu. Melalui majalah MATAN ini saya mohon kepada Pengasuh Konsultasi Agama berkenan membahasnya tentang apa itu futur, apa penyebabnya, apa gejalanya, dan bagaimana cara pemulihannya?

              Demikian, atas perkenannya saya sampaikan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’ (Yusrin, Surabaya).

 

Pembahasan

              Futur berasal dari Bahasa Arab fatara-yafturu-futur (فتر يفتر فتور), yang berarti tenang, reda, lemas, lesu. Menurut istilah, futur adalah:

فَهُوَ دَاءٌ يُمْكِنُ أَنْ يُصِيْبَ بَعْضَ الْعَامِلِيْنَ بَلْ قَدْ يُصِيْبُهُمْ باِلْفِعْلِ. أَدْنَاهُ: الْكَسَلُ أَوِ التَّرَاخِي أَوِ التَّبَاطُؤِ. وَأَعْلاَهُ: الْاِنْقِطَاعُ أَوِ السُّكُوْنُ بَعْدَ النَّشَاطِ الدَّائِبِ وَالْحَرَكَةِ الْمُسْتَمِرَّةِ

(Futur) adalah penyakit (hati) yang bisa menimpa pada sebagian pegiat, aktivis atau pejuang, bahkan benar-benar menimpa mereka. Seringan-ringannya menjadi malas, lamban, dan lesu. Separah-parahnya menjadi putus, berhenti, tidak giat lagi, tidak beramal lagi yang sebelumnya rajin, giat, dan tekun beramal (al-Sayid Muhammad Nuh, Afat Ala al-Thariq, I/1).

Intinya, futur adalah kondisi malas atau mengendurnya semangat untuk beribadah atau menjalankan ajaran agama. Setiap orang terkadang mengalami pasang surut dalam mengamalkan ajaran agama. Adakalanya rajin dan giat sekali, namun suatu saat terkadang timbul rasa malas, jenuh, dan tak bersemangat. Ulama salaf mengatakan:

وَأَنَّ الإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ

Bahwasanya iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang, bisa naik bisa turun. Iman bisa bertambah atau naik dengan ketaatannya yang semakin meningkat, dan imannya bisa turun dengan banyaknya kemaksiatan yang dilakukan (Ibn Abd al-Barr, al-Tamhid, IX/252).

Penyakit futur bisa menimpa pada siapa saja. Nabi saw telah mengisyaratkan tentang kemungkinan timbulnya penyakit futur ini. Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa Abdullah bin ‘Amr telah menikahi wanita dari Quraisy, namun ia tidaklah mendatanginya (menyetubuhinya) karena sibuk puasa dan salat (malam). Lalu ia menceritakan hal ini kepada Nabi saw., kemudian beliau bersabda: “Berpuasalah setiap bulannya selama tiga hari.” “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Lalu ia terus menjawab yang sama sampai Nabi saw. katakan padanya: “Puasalah sehari dan tidak berpuasa sehari”. Lalu Nabi saw. juga berkata padanya: “Khatamkanlah Al-Qur’an dalam sebulan sekali”. “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Kalau begitu kata Nabi saw.:Khatamkanlah Al-Qur’an setiap 15 hari”. Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Kalau begitu kata Nabi saw.:Khatamkanlah Al-Qur’an setiap 7 hari”. Lalu ia terus menjawab yang sama sampai Nabi saw. bersabda: “Khatamkanlah setiap 3 hari”. Nabi saw. pun bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

Sesungguhnya setiap amalan itu ada masa semangatnya, dan setiap masa semangat itu ada masa malasnya (futur). Siapa yang masa semangatnya masih dalam koridor ajaranku, maka ia sungguh beruntung. Namun siapa yang masa malasnya hingga keluar dari ajaranku, maka ia akan binasa (HR. Ahmad No. 6764). Sanad hadis ini shahih sesuai syarat al-Bukhari-Muslim (al-Albani, Shifat Shalat al-Nabi, II/517).

              Hadis tersebut menegaskan bahwasanya setiap manusia ada masa semangat untuk beramal ibadah, dan pada kesempatan lain ada masa malasnya. Selama masih dalam koredor sunnah (ajaran) Nabi, maka saat masa semangatnya ia masih selamat. Namun, bila saat masa malasnya (futurnya) menyebabkan ia melenceng dari sunnahnya, maka ia akan binasa.

Futur adalah suatu penyakit (hati) yang bisa datang dan menyerang siapa saja termasuk para ahli ibadah, para da’i, para mujahid, dan para penuntut ilmu. Ada tiga kondisi orang yang mengalami penyakit futur ini. Pertama, golongan yang sudah berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini banyak. Kedua, golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi. Ketiga, golongan yang pulih kembali pada keadaan semula, dan golongan ini tidak banyak.

 

Gejala Futur

Gejala futur tampak pada seseorang dalam beberapa kondisi, di antaranya: 1. Bermalas-malasan dalam melaksanakan ibadah dan ketaatan, namun tidak sampai meninggalkan ibadah-ibadah fardu; 2. Merasakan kekerasan dan kekasaran hati; 3. Merasa tidak bertanggung jawab terhadap beban yang ada di pundaknya. Ia tidak mau memikul beban dakwah, cuek dengan kondisi umat yang tengah tercabik-cabik, kehilangan jati diri, dan jauh dari Allah swt.; 4. Perhatian yang besar terhadap dunia, sibuk dengan urusan-urusan duniawi dengan jalan merusak kehidupan akhiratnya. 5. Banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. Majlis orang-orang futur diketahui dengan banyaknya pembincangan tak berguna di dalamnya; 6. Meremehkan dosa-dosa kecil, padahal tidak ada dosa yang kecil jika dilakukan berkali-kali atau terus-terusan; 7. Gemar menunda-nunda pekerjaan.

 

Penyebab Futur

Di antara hal-hal yang menyebabkan munculnya penyakit futur yaitu: 1. Hilangnya keikhlasan; 2. Berlebih-lebihan dalam beramal; 3. Lemahnya ilmu agama; 4. Memisahkan diri dari jamaah; 5. Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat; 6. Masuknya barang haram ke dalam perut; 7. Hidup di tengah masyarakat yang rusak; 8. Melakukan maksiat dan dosa; 9. Tidak memiliki orientasi akhirat

 

Kiat Mengobati Penyakit Futur

Secara batin dapat dilakukan dengan:

Pertama, meluruskan niat ikhlas setiap beramal. Ikhlas yang dimaksudkan di sini adalah mengkondisikan hati saat beramal hanya berharap agar Allah meridhai amal yang dilakukan. Tidak peduli apakah dengan amalnya itu orang lain akan memujinya atau mencacinya. Yang diinginkan hanya Allah yang memperhatikannya kemudian meridhainya.

Kedua, husnudzdzan kepada Allah. Berprasangka baik kepada Allah bahwa Allah itu Maha Baik, Maha Penyanyang, dan Maha Adil. Apa pun yang terjadi dan menimpa kita, baik atau buruk, menyenangkan atau menyakitkan, semuanya sudah dengan segala pertimbangan dan kebijaksanaan Allah. Allah tidak mungkin berbuat dzalim. Allah pasti adil dan sudah punya rencana baik untuk kita.

Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah. Sebagai kelanjutan husnudzdzan kepada Allah, maka saat Allah menguji kita suatu musibah semisal sakit, maka setelah berprasangka baik bahwa Allah pasti punya rencana baik untuk kita, berikutnya saat menerima musibah yang mungkin menyedihkan dan menyakitkan, maka kita tetap harus sabar dan tabah, kemudian berharap kepada Allah untuk memberikan kekuatan iman dan ketabahan dalam menghadapi musibah itu dan selanjutnya mohon kepada Allah agar kita diberi keringanan dan kebebasan atau lepas dan lulus dari musibah.

 Adapun secara dhahir, Ibrahim al-Khawwas memberikan rersep untuk mengobati penyakit hati (termasuk futur) dengan lima cara (al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyah, I/23):

Pertama, membaca al-Qur’an disertai maknanya. Prof. Hamka saat lima hari pertama dijebloskan dalam penjara, tanpa diketahui penyebabnya, beliau stress berat. Untuk menghilangkan stressnya itu beliau kemudian membaca al-Qur’an. Pagi, siang, sore, dan malam, sebagian besar waktunya digunakan untuk membaca al-Qur’an. Akhirnya Allah menenteramkan hatinya. Selanjutnya hari-hari di penjara beliau mendapatkan kemudahan melakukan berbagai hal di antaranya menulis Tafsir al-Qur’an. Dalam waktu 2 tahun 4 bulan se masa di penjara Hamka berhasil menyelesaikan Tafsir al-Qur’an yang diberi nama Tafsir Al Azhar sebanyak 30 juz dan khatam al-Qur’an lebih dari 150 kali.

Kedua, melaksanakan puasa. Berpuasa berarti belajar sabar, belajar menahan diri, dan belajar mengendalikan diri. Bila orang terbiasa puasa maka ia akan terlatih menjadi orang yang kuat mental, tahan sakit, dan bisa mengendalikan diri. Dengan demikian, ia akan menjadi orang yang sanggup mengendalikan diri dan mengontrol dirinya sendiri.

Ketiga, bangun malam salat tahajjud. Salat malam atau salat tahajjud adalah salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Bila seseorang sudah bisa salat tahajjud, apalagi membiasakan salat tahajjud setiap malamnya, maka ia akan menjadi semakin dekat dengan Allah, akhirnya ia mendapatkan ketenangan hati. Saat itu, ia akan menjadi kebal dari penyakit, dan bisa mengusir penyakit dari dalam tubuh (HR. al-Tirmidzi No.3472).  

Keempat, dzikir malam terutama istighfar.  Berdzikir kepada Allah terutama saat malam hari adalah saat yang paling mudah untuk mendapatkan respons dari Allah. Allah menjamin, dengan banyak dzikir maka hati akan menjadi tenteram (QS. Al-Ra’d, 28). Di antara dzikir terpenting di malam hari adalah istighfar, minta ampun kepada Allah. Nabi saw. menjanjikan, barangsiapa suka beristighfar maka Allah akan memberikan solusi dari problem yang dihadapi, kemudian memberikan kelonggaran di tengah kesempitan, dan kucuran rizki yang tak disangka-sangka datangnya (HR. Abu Dawud No. 1518 dan Ibn Majah No. 3819). Sebagian ulama menilai hadis ini dha’if tetapi maknanya sahih, selaras dengan al-Qur’an surat Hud ayat 3 (al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Ala al-Darb, II/245).

Kelima, bergaul dengan orang-orang shalih. Bila kita gemar duduk-duduk atau berkumpul dengan orang shalih, maka yang kita dengar adalah ucapan atau tausiyahnya yang meneteramkan hati. Gerak-gerik yang kita lihat dari beliau adalah perilaku yang santun dan menyejukkan dipandang mata. Yang lebih penting adalah doa-doanya untuk kebaikan dan kebahagiaan kita. Nabi bersabda bahwa gambaran orang duduk dengan orang shalih itu seperti dekat dengan penjual minyak wangi yang serba menguntungkan. Dalam hal ini engkau bisa membeli minyak wanginya atau jika tidak engkau pun dapat bau harumnya (HR. al-Bukhari No. 2101). 
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah MATAN edisi Oktober 2023).