Kamis, 09 November 2023

MATIKAN HP SAAT SALAT

 MATIKAN HP SAAT SALAT

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Permasalahan

Suatu saat saya mengikuti salat berjamaah di sebuah masjid. Saya lupa tidak sempat mematikan Handphone (HP) saya. Di Tengah-tengah salat berjamaah, tiba-tiba HP saya berdering. Saya bingung, apakah saya harus mematikan HP saya, ataukah saya biarkan HP tetap berdering tetapi pasti mengganggu kekhusyukan orang yang sedang salat? Tanpa pikir Panjang, HP pun saya matikan agar tidak mengganggu orang banyak yang sedang mengukuti salat berjamaah. Atas kasus ini, mohon penjelasan dari Pengasuh Konsultasi Agama untuk membahasnya, apakah mematikan HP saat salat tersebut dibolehkan atau dapat membatalkan salat? Atas perkenannya, saya sampaikan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’ (Muhsin, Surabaya).

Pembahasan

              Salat adalah ibadah khusus dengan gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam (HR. Abu Dawud No. 618, al-Tirmidzi No. 238, Ibn Majah No. 275). Sejak dimulai dengan takbiratul ihram di awal salat itu maka berlaku larangan (haram) melakukan apa saja yang bukan amalan salat. Tidak boleh berbicara atau membaca selain bacaan dalam salat, tidak boleh bergerak seperti memalingkan muka ke kanan dan ke kiri, dan tidak boleh melakukan apapun selain amalan yang disyariatkan dalam salat. Saat salat harus fokus menghadap Allah dengan khusyuk.

              Nabi saw bersabda: (إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا), “sesungguhnya di dalam salat itu ada kesibukan” (HR. al-Bukhari No. 1216). Maksudnya, orang yang sedang salat itu harus disibukkan dengan amalan-amalan salatnya, yakni sibuk atau fokus dengan bacaan al-Qur’an, bacaan dzikir dan doa serta amalan-amalan yang disyariatkan dalam salat. Tidak boleh ada bacaan, dzikir dan doa serta amalan yang di luar salat (Abadi Abu al-Thib, Aun al-Ma’bud, III/135). Saat sedang salat harus fokus menghadap Allah dengan menghayati apa saja yang dibacanya, dan tidak boleh disibukkan dengan yang lain, juga tidak boleh menjawab salam (Badruddin al-Aini, Syarah Sunan Abi Dawud, IV/157).

Fokus dalam salat memang sangat ditekankan, karena dengan bisa fokus akan lebih memudahkan untuk menjaga koneksi spiritual antara seorang manusia dengan Allah sebagai Tuhan yang disembah. Salah satu cara untuk mendukung terciptanya salat yang khusyuk dan khidmat diperlukan tempat yang nyaman, suasana yang hening, jauh dari hingar bingar suara di sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk membaca al-Qur’an pun tidak boleh dikeraskan saat sedang ada orang salat di dekatnya.

Suatu ketika Nabi  beriktikaf di masjid. Saat itu beliau mendengar sejumlah sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, lalu Nabi saw membuka tabir dan bersabda:

أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى الْقِرَاءَةِ ». أَوْ قَالَ:  فِى الصَّلاَةِ 

“Ketahuilah bahwasanya masing-masing kalian itu sedang bermunajah dengan Tuhan, maka janganlah kalian saling mengganggu satu dengan yang lain, dan jangan saling mengeraskan bacaannya, atau di dalam salat” (HR. Abu Dawud No. 1334).

              Bila bacaan al-Qur’an saja tidak boleh dikeraskan saat sedang berada dekat orang yang sedang salat, apalagi suara-suara yang lain. Tentu lebih tidak boleh lagi. Nah, sekarang bagaimana bila sedang salat tiba-tiba terdengar suara dering HP yang ada dalam saku orang yang sedang salat atau ada di depan orang yang sedang salat, apakah boleh orang yang salat tadi mematikan HP-nya?

Sudah maklum, di era modern yang serba canggih ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu perangkat teknologi yang paling umum dimiliki adalah telepon pintar atau smartphone. Namun, ada situasi-situasi tertentu di mana kita diharapkan untuk fokus sepenuhnya pada ibadah, salah satunya adalah saat melakukan salat. Karena itu, agar HP tidak mengganggu dalam salat maka HP harus dimatikan terlebih dahulu sebelum salat atau di-silent-kan agar saat ada panggilan masuk tidak sampai berbunyi.

Bila lupa tidak sempat mematikan HP atau tidak men-silent-kan HP kemudian di tengah-tengah salat HP berdering maka agar tidak mengganggu kekhusyukan salat, apalagi saat salat berjamaah, harus diusahakan untuk bisa mematikan bunyi dering HP-nya. Usaha untuk mematikan HP ini memang diperlukan gerakan-gerakan tertentu di luar gerakan salat. Namun, demi mendapatkan kekhusyukan dalam salat maka gerakan untuk mematikan bunyi HP tersebut dibutuhkan. Al-Hafidz Ibnu Hajar (w. 852 H/1449 M) menjelaskan:

 إِزَالَة التَّشْوِيش عَنِ الْمُصَلِّي بِكُلِّ طَرِيق مُحَافَظَة عَلَى الْخُشُوع

“Menghilangkan segala yang mengganggu orang yang salat dengan cara apapun, dapat menjaga untuk terus khusyuk.” (al-Asqalani, Fath al-Bari, II/389).

Ulama ahli Fiqh menyebutkan dalam qaidah fiqhiyahnya sebagai berikut:

 الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً

“Kondisi hajat itu bisa menempati posisi darurat, baik bersifat umum maupun khusus (al-Suyuti, al-Asybah Wa al-Nadzair, I/162). Dalam kondisi darurat, berlaku kaidah:

اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ

“Kondisi darurat itu membolehkan yang (tadinya) dilarang” (al-Zarkasyi, al-Mantsur Fi al-Qawa’id, II/317). Maksudnya, dalam salat, gerakan-gerakan yang mestinya tidak boleh dilakukan, karena kondisi darurat (sangat diperlukan), maka gerakan tertentu (seperti mematikan Hp) menjadi dibolehkan.

 

Beberapa dalil yang bisa dijadikan hujjah untuk membolehkan gerakan tertentu (gerakan di luar salat) saat sedang salat, seperti mematikan HP yang sedang berdering saat sedang salat dapat dipaparkan beberapa hadis sebagai berikut:

1.      Nabi tidak keluar dari salatnya (tidak membatalkannya) ketika membuka pintu untuk Aisyah ra. bahkan beliau membukanya sementara beliau dalam kondisi salat kemudian beliau kembali ke tempatnya (melanjutkan salatnya). Diriwayatkan Imam Ahmad:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الْبَيْتِ وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ، فَجِئْتُ، فَمَشَى حَتَّى فَتَحَ لِي، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مَقَامِهِ، وَوَصَفَتْ أَنَّ الْبَابَ فِي الْقِبْلَةِ

“Dahulu Nabi salat di rumah sementara pintunya terkunci, maka saya datang dan beliau berjalan membuka pintu untukku kemudian kembali ke tempatnya. Ia menjelaskan bahwasanya pintunya di arah qiblat (HR. Ahmad No. 24027, Abu Dawud No. 923, al-Nasa’i, No. 3537, al-Tirmidzi No. 601). Al-Albani menilai hadis ini hasan (al-Albani, Sahih al-Tirmidzi No. 601).

Ibn Rajab al-Hanbali (w. 795 H) mengatakan, hadis tersebut menunjukkan bahwa berjalan sekedarnya (karena tuntutan) tidak membatalkan salatnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama salaf (Ibn Rajab, Fath al-Bari, VI/382). Lebih lanjut Ibn Ruslan (w. 844 H) menjelaskan bahwa berjalan yang dibolehkan adalah selangkah atau dua langkah, atau lebih dari itu tetapi dilakukan secara terpisah (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, III/176).

2.      Nabi pernah memerintahkan untuk membunuh ular dan kalajengking saat sedang salat. Diriwayatkan Abu Hurairah ra., Rasulullah  bersabda:

اقْتُلُوا الأَسْوَدَيْنِ فِى الصَّلاَةِ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ

“Bunuhlah dua binatang hitam dalam salat, ular dan kalajengking” (HR. Abu Dawud No.921). Hadis ini sahih (al-Albani, Sahih Wa Dhaif Sunan Abi Dawud No. 921).

Syekh al-Utsaimin rahimahullah (w. 2001 M) mengatakan, “Orang salat diperbolehkan membunuh ular bahkan disunahkan hal itu. Karena Nabi  memerintahkan hal itu seraya bersabda: “Bunuhlah dua binatang hitam dalam salat, ular dan kalajengking. Dari sini, maka disunahkan membunuh ular. Kalau menyerangnya, maka wajib dibunuhnya untuk mempertahankan diri. Diperbolehkan membunuh kalajengking juga. Dan ini lebih sering sengatannya dibandingkan dengan sengatan ular” (al-Utsaimin, al-Syarh al-Mumti’, III/253).

3.      Nabi pernah menggendong cucunya saat menjadi imam salat.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

Dari Abu Qatadah: “Sesungguhnya Rasulullah melaksanakan salat sembari menggendong ‘Umamah binti Zainab binti Rasulullah , ‘Umamah merupakan putri Abi al-Ash bin Abd al-Syams, ketika sujud, Rasulullah meletakkannya (di lantai) dan ketika berdiri (dari sujud), Rasulullah menggendongnya kembali.” (HR. Bukhari No. 516, Muslim No.  1240).

Menurut ‘Amr bin Salim yang diriwayatkan oleh Zubair bin Bakr, Salat yang dilaksanakan oleh Rasulullah adalah salat Subuh (Badruddin al- ‘Ainy, Umdat al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari, VII/285).

Para ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bolehnya melaksanakan salat sambil menggendong anak. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H/855 M) ketika ditanya perihal salat sambil menggendong anak. Beliau menjawab: 'Iya, boleh,' dengan menjadikan hadis riwayat Abi Qatadah sebagai dalil." (Badruddin al- ‘Ainy, Syarh Sunan Abi Dawud, IV/146).

 

Berdasarkan tiga hadis tersebut dapat difahami bahwa dalam keadaan salat, selain harus memperhatikan gerakan-gerakan yang disyariatkan dalam salat, dan bacaan-bacaan dzikir dan doanya, juga boleh melakukan gerakan-gerakan tertentu (di luar salat) yang dibutuhkan demi kekhusyukan salat. Di antara gerakan-gerakan di luar salat yang diperbolehkan (dalam tiga hadis tersebut) adalah membukakan pintu, membunuh ular dan kalajengking, serta menggendong anak kecil saat sedang salat. Bila gerakan-gerakan tersebut (gerakan kaki dan tangan di luar salat) dibolehkan maka gerakan untuk mematikan HP yang berdering saat salat tentu dibolehkan. Bahkan demi kekhidmatan dan kekhusyuan salat, mematikan HP menjadi keharusan. Wallahu A’lam!

 Artikel ini pernah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi November 2023)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar