Sabtu, 04 Januari 2020

KEBIASAAN MEROKOK, HUKUM DAN BAHAYANYA


KEBIASAAN MEROKOK
(Hukum dan Dampak Lingkungan)

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Pertayaan:

Assalamu’alaikum wr wb !
            Ustadz Zuhdi rahimakumullah! Saya mohon penjelasan tentang hukum merokok bagi seorang muslim, terutama bagi anak-anak yang masih sekolah, dan bagaimana bahayanya bagi lingkungan sekitar? Atas jawaban dan pencerahannya, saya ucapkan terima kasih (Shafira Putri Kelas IX B).

Jawaban:

            Hukum merokok menurut sebagian ulama adalah makruh, artinya tidak disukai atau dibenci. Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram. Di Indonesia, sebagian ulama yang memakruhkan merokok adalah kalangan NU (Nahdatul Ulama), sedangkan ulama yang mengharamkan merokok adalah kalangan Muhammadiyah melalui Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid  Pimpinan Pusat Muhammadiyah NO.6/SM/MTT/III/2010 Tentang Hukum Merokok yang menyatakan bahwa merokok haram, non-perokok dilarang mencoba merokok, dan perokok yang sudah telanjur diwajibkan berupaya berhenti secara perlahan. Sebelumnya, MUI terlebih dulu sudah mengharamkan merokok melalui Komisi Fatwa MUI tahun 2009 di Padang Panjang yang menyatakan bahwa merokok hukumnya makruh dan haram. Rokok ditetapkan haram bagi anak-anak, ibu hamil dan di tempat umum. Dengan demikian, masalah hukum merokok hingga kini masih menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat di kalangan ulama).

            Bagi pemerhati pendidikan, kebiasaan merokok di kalangan anak-anak sekolah cukup memprihatinkan, tidak jarang tampak di kantin sekolah, beberapa anak merokok dengan santainya. Guna menekan angka merokok di kalangan remaja usia sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah mencanangkan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015. Menurut Pasal 1 ayat (4) pada Permen tersebut, yang dimaksud kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan atau mempromosikan rokok. Sedangkan sasaran kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah diterangkan pada Pasal 3, yakni mencakup kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, serta pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Kawasan tanpa rokok bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok. Oleh sebab itu, sekolah wajib memasukkan larangan terkait rokok dalam aturan tata tertib sekolah. Pihak sekolah juga dilarang melakukan segala bentuk iklan, promosi, dan kerjasama apa pun dengan perusahaan rokok untuk segala kegiatan di dalam sekolah. Prinsipnya, lingkungan sekolah harus bebas rokok.
            Dr. Anwar Abbas, salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2015-2020) mengatakan, organisasi Muhammadiyah mengharamkan rokok karena berdampak buruk bagi kesehatan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. "Menghukumi sesuatu yang belum jelas perlu dua pendekatan, yaitu syariah dan ilmiah. Dalam pendekatan syariah, Allah (QS. Al-A’raf, ayat 157) menghalalkan segala sesuatu yang baik dan mengharamkan yang buruk,"( وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِث). Lebih lanjut Anwar Abbas mengatakan, untuk mengetahui apakah rokok merupakan barang yang baik atau buruk, sementara dalam Alquran tidak ada ayat khusus tentang rokok, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam secara empiris. Dia menyebutkan, hasil penelitian para ilmuwan menyatakan rokok mengandung zat-zat yang berbahaya. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan epidemik rokok telah menyebabkan 4,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit karena rokok. "Bila pengendalian tembakau tidak dilakukan dengan baik, WHO menyatakan bisa mengancam delapan juta nyawa per tahun". Islam sendiri (QS. Al-Baqarah, 195), mengajarkan umatnya agar dalam melakukan kegiatan konsumsi tidak menjatuhkan diri dalam kebinasaan apalagi kematian (وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ). Ada juga sebuah hadis Nabi (كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ) yang melarang mengonsumsi barang yang memabukkan dan melemahkan fisik (HR. al-Bukhari No. 4343; dan Muslim No. 5335). "Islam (QS. Al-Isra, 26-27) juga melarang perilaku boros dan menghambur-hamburkan harta. Orang yang boros adalah sahabat setan" (إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ). Merokok termasuk prilaku boros karena tidak membawa faidah bagi kesehatan, sebaliknya bisa menimbulkan kerusakan dan pemcemaran lingkungan.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ada empat penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh rokok, yakni sebagai berikut:
Pertama, Penyakit paru-paru. Efek dari perokok yang paling pertama merusak organ tubuh akibat asap rokok adalah paru-paru. Asap rokok tersebut terhirup dan masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru mengalami radang, bronchitis, pneumonia. Belum lagi bahaya dari zat nikotin yang menyebabkan kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru yang bisa berakibat fatal yaitu kanker paru-paru. Bahaya merokok bagi kesehatan ini tentu sangat beresiko dan bisa menyebabkan kematian.  
Kedua, Penyakit impotensi dan organ reproduksi. Efek bahaya merokok bagi kesehatan lainnya adalah bisa mengakibatkan impotensi, kasus seperti ini sudah banyak dialami oleh para perokok. Sebab kandungan bahan kimia yang sifatnya beracun tersebut bisa mengurangi produksi sperma pada pria. Bukan hanya itu saja, pada pria juga bisa terjadi kanker di bagian testis.  Untuk usia remaja harus lebih waspada, karena efek bahaya merokok bagi kesehatan remaja bisa menyebabkan resiko tidak memiliki keturunan. Sedangkan pada wanita yang merokok, efek dari rokok juga bisa mengurangi tingkat kesuburan wanita.
Ketiga, Penyakit lambung. Hal yang terlihat sepele ketika menghisap rokok adalah aktifitas otot di bawah kerongkongan semakin meningkat. Otot sekitar saluran pernafasan bagian bawah akan lemah secara perlahan sehingga proses pencernaan menjadi terhambat. Bahaya merokok bagi kesehatan juga bisa dirasakan sampai ke lambung, karena asap rokok yang masuk ke sistem pencernaan akan menyebabkan meningkatnya asam lambung. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka bukan tidak mungkin akan menjadi penyakit yang lebih kronis seperti tukak lambung yang lebih sulit diobati.  
Keempat, Resiko stroke. Pada perokok aktif bisa saja menderita serangan stroke, karena efek samping rokok bisa menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Ketika pelemahan tersebut terjadi dan kerja pembuluh darah terhambat bisa menyebabkan serangan radang di otak. Hal itulah yang bisa beresiko terjadi stroke meskipun orang tersebut tidak ada latar belakang darah tinggi atau penyakit penyebab stroke lainnya. Penyebab stroke tersebut bersumber dari kandungan kimia berbahaya seperti nikotin, tar, karbon monoksida dan gas oksidan yang terkandung dalam rokok. Sehingga bahaya merokok bagi kesehatan terkena stroke hampir 505 terjadi pada seorang perokok aktif (depkes.go.id,25 November 2015).
Pandangan ulama yang melarang merokok dan bahkan mengharamkannya itu juga didasarkan pada bahaya yang ditimbulkannya. Efek dari rokok tidak hanya bagi perokok saja melainkan berdampak juga bagi lingkungan sekitarnya. Saat merokok, perokok menghembuskan asap yang mengandung banyak racun ke udara yang mencemari lingkungan sekitar. Perokok dikategorikan menjadi dua, yaitu perokok aktif (orang yang secara langsung menghisap rokok atas kehendak pribadinya) dan perokok pasif (orang yang menghisap asap rokok yang dikeluarkan dari mulut perokok). Perokok pasif akan mendapat dampak lebih besar daripada perokok aktif.  Dampak yang dapat ditimbulkan bagi perokok pasif antara lain 1) meningkatnya resiko kanker paru-paru dan serangan jantung; 2) meningkatnya resiko penyakit saluran pernafasan seperti radang paru-paru dan bronchitis; 3) iritasi pada mata yang menyebabkan rasa sakit dan pedih; 4) bersin dan batuk-batuk karena alergi; 5) sakit pada tekak, esofagus, kerongkongan dan tenggorokan; 6) sakit kepala sebagai reaksi penolakan nikotin.
Selanjutnya, dampak buruk akibat asap rokok bagi wanita hamil antara lain 1) keguguran; 2) kelahiran premature; 3) bayi lahir berat badan rendah; 4) bayi lahir mati. Sedangkan dampak yang dapat ditimbulkan bagi bayi adalah 1) mengalami gangguan dan penyakit pernafasan; 2) terganggunya perkembangan kecerdasan anak, baik motorik maupun kognitif; 3) terjangkitnya penyakit telinga; 4) bisa meningkatkan resiko penyakit leukimia sebanyak dua kali lipat; 5) meningkatkan resiko kanker otak hingga 22 persen; 6) bayi akan lebih mudah lelah karena oksigen yang tidak terserap sempurna; 7) sindrom kematian secara mendadak. Sedangkan dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan antara lain 1) pencemaran udara; 2) penurunan kualitas udara; 3) pencemaran air; 4) penurunan kualitas air; 5) kebakaran; 6) masalah sampah; 7) penyebaran racun; 8) merusak ekosistem; dan 9) membunuh makhluk hidup lain (www.ridwanaz.com/2012/10).
Mengingat begitu besar bahayanya merokok, baik terhadap perokok aktif maupun perokok pasif, maka mulai sekarang juga hendaknya membulatkan tekad untuk menjauhi terhadap rokok. Jangan sampai korban meninggal akibat rokok semakin banyak dan jangan sampai kita menjadi salah satu korbannya.  Jangan ragu dan jangan pernah kembali menjadi pecandu rokok bila sudah bisa berhenti merokok. Karena kadang untuk bisa sembuh dari pecandu perjuangannya sangat berat apalagi pada seorang yang sudah pecandu rokok. Ajak teman-teman untuk semakin giat melakukan kampanye bahaya merokok bagi kesehatan tubuh kita dan lingkungan kita. Jangan sampai keberadaan kita malah mengganggu orang-orang di sekitar kita. Nabi Saw menegaskan: Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman! Ada yang bertanya: “Siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya (HR. Bukhari No. 6016 dan Muslim No. 46).



SUJUD TILAWAH



SUJUD TILAWAH


Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، اِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُوْلُ: يَاوَيْلَهُ، أُمِرَ بِالسُّجُوْدِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُوْدِ فَعَصَيْتُ فَلِيَ النَّارُ.
“Jika anak Adam membaca ayat sajdah kemudian bersujud, maka setan menjauh darinya sambil menangis dan berkata, “Alangkah celakanya”. Dia diperintah sujud kemudian bersujud, lalu ia mendapat Surga. Sedangkan aku diperintah sujud namun membangkang, sehingga aku mendapat Neraka”
(HR. Muslim)

Status Hadis:
Hadis tersebut statusnya sahih dan terhimpun dalam kitab Sahih Muslim No. 254. Selain diriwayatkan Muslim, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam al-Sunan No. 1052, Imam Ahmad dalam al-Musnad No. 9713, Ibn Hibban dalam al-Sahih No. 2759, Ibn Khuzaimah dalam al-Sahih No. 549, al-Bayhaqi dalam al-Sunan No. 3853, dan lain-lain).   Menurut al-Albani, hadis tersebut sahih (M. Nashiruddin al-Abani, Sahih al-Targhib Wa al-Tarhib, II/81).
Pembahasan:
            Salah satu amalan penting yang kini kurang diperhatikan oleh banyak orang adalah sujud tilawah, yaitu sujud yang dilakukan ketika seseorang membaca ayat-ayat sajdah dengan cara sujud satu kali seperti sujud dalam salat (Muhammad Qal’aji, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, I/241). Beberapa masjid di sekitar kita agaknya sudah jarang ditemukan imam yang melaksanakan sujud tilawah saat menjumpai ayat sajdah, padahal sujud tilawah telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya sebagai ibadah dan bentuk taqarrub, tunduk, serta mengagungkan Allah dan merendahkan diri di hadapan-Nya (Ibn Muflih, Manasik Min al-Furu’, I/94). Karena itu, seyogjanya kita bisa menghidupkan kembali kebiasaan (sunnah) sujud tilawah ini.
Para ulama telah sepakat bahwa sujud tilawah adalah amalan yang disyari’atkan. Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah membaca Alquran yang di dalamnya terdapat ayat sajdah. Ketika itu beliau bersujud, dan kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami ada yang tidak mendapati tempat karena posisi dahinya”(HR. Bukhari No. 1076 dan Muslim No. 1323). Hadis ini semakin mempertegas tentang disyariatkannya sujud tilawah.
Ada perbedaan pendapat mengenai hukum sujud tilawah. Sebagian ulama mengatakan wajib, dan sebagian yang lain mengatakan sunnah. Imam Hanafi termasuk yang berpendapat sujud tilawah itu hukumnya wajib, tetapi mayoritas ulama seperti Malik, al-Syafii, al-Awza’i dan lain-lain berpendapat bahwa sujud tilawah itu hukumnya sunnah (Ibn Abd al-Barr, al-Istidzkar, II/508). Ulama yang mengatakan bahwa sujud tilawah itu wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Mengapa mereka tidak mau beriman? dan apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud” (QS. Al-Insyiqaq: 20-21). Para ulama yang mewajibkan sujud tilawah beralasan, dalam ayat ini terdapat perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Dalam ayat tersebut juga terdapat celaan bagi orang yang meninggalkan sujud. Namanya celaan tidaklah diberikan kecuali kepada orang yang meninggalkan sesuatu yang wajib. Berdasarkan alasan tersebut, ulama ini, terutama Imam Hanafi dan penganutnya berpendapat bahwa sujud tilawah itu hukumnya wajib.
Adapun mayoritas ulama seperti Malik, al-Syafii, al-Awza’i dan lain-lain yang berpendapat bahwa sujud tilawah itu sunnah, mereka ini berdasarkan pada beberapa hadis sahih, di antaranya hadis dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “Qara’tu ‘ala al-Nabi (wa al-Najm) falam yasjud fiha”, (Aku pernah membacakan pada Nabi (Alquran Surat Al-Najm), namun (tatkala bertemu pada ayat sajdah dalam surat tersebut) beliau tidak bersujud” (HR. al-Bukhari No.1073); dan juga hadis yang menerangkan bahwa Umar bin Khatthab pernah membaca ayat sajdah dalam surah Al-Nahl, namun beliau tidak melakukan sujud tilawah, Beliau berkata: “Wahai sekalian manusia. Kita telah melewati ayat sajdah, barangsiapa bersujud, maka dia mendapatkan pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, maka dia tidak mengapa/tidak berdosa” (HR. al-Bukhari No. 1077). Dua hadis tersebut sudah cukup menjadi dasar bahwa melakukan sujud tilawah hukumnya sunnah.
Jumlah Ayat Sajdah Dalam Alquran
Ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat sajdah dalam Alquran, sebagian berpendapat ada sebelas ayat, ada yang berpendapat dua belas ayat, ada yang berpendapat empat belas ayat, dan ada yang berpendapat lima belas ayat sajdah. ‘Amr bin al-Ash meriwayatkan bahwasanya Nabi Saw pernah membacakan lima belas ayat sajdah dalam Alquran, di antaranya sebanyak tiga ayat dalam surat al-Mufassal, dan dua ayat dalam surat al-Sajdah (HR. Abu Dawud No. 1403; Ibn Majah No. 1057; al-Hakim No. 811; al-Daruqutni No. 8; dan al-Bayhaqi No. 3884). Hadis ini kesahihannya diperselisihkan ulama. Menurut Imam al-Nawawi, hadis riwayat Abu Dawud yang menerangkan bahwa jumlah ayat sajdah itu ada lima belas statusnya hasan (al-Nawawi, al-Majmu’, IV/60).
 Lima belas ayat sajdah tersebut adalah surah Al-A’raf [7]: 206, surah Al-Ra’d [13]: 15, surah Al-Nahl [16]: 49, surah Al-Isra [17]: 107, surah Maryam (19): 58, surah Al-Hajj (22): 18 dan 77, surah Al-Furqan [25]: 60, surah Al-Naml [27]: 25, surah Al-Sajdah [32]: 15, surah Shaad [38]: 24, surah Fushilat [41]: 37, surah Al-Najm [53]: 62, surah Al-Insyiqaq [84]: 21 dan surah Al-‘Alaq (96): 19.
Tata Cara Sujud tilawah
            Para ulama sepakat bahwa sujud tilawah itu dilakukan dengan satu kali sujud. Cara bersujudnya sama dengan sujud dalam salat biasa. Sujud tilawah harus dilakukan setelah sampai pada bacaan akhir ayat sajdah (al-Qastalani, Irsyad al-Sari Syarh Sahih al-Bukhari, II/281). Sebelum sujud, setelah membaca atau mendengar ayat sajdah, terlebih dahulu bertakbir ketika hendak sujud dan bertakbir lagi saat akan bangkit dari sujud. Sebagian ulama berpendapat, jika sujud tilawah dilakukan di luar salat lebih utama dimulai dari keadaan berdiri. Inilah pendapat yang dipilih Hanabilah, salah satu pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra, II/262). Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah langsung dari keadaan duduk (tanpa berdiri dulu), maka ini tidaklah mengapa. Bahkan di kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak ada dalil yang mensyaratkan sujud tilawah di luar salat harus dimulai dari berdiri. (al-Dimyati, I’anat al-Talibin, I/245). Karena tidak ada dalil yang mensyariatkan harus berdiri dulu, maka sujud tilawah boleh dilakukan mulai dari posisi duduk.
Bacaan Sujud tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama dengan bacaan ketika sujud dalam salat, tidak ada bacaan khusus. Beberapa bacaan ketika sujud tilawah di antaranya berdasarkan HR. Muslim no. 772, yakni bacaan “Subhaana robbiyal a’laa” (Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi). Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: “Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: “Subhaana robbiyal a’laa” (Ibn Qudamah, Al Mughni, I/686); dan HR. Bukhari No. 817 dan Muslim No. 484 dengan bacaan “subhanakallahumma rabbana wa bihamdika Allahummaghfirlii (Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku).   
Selain bacaan tersebut, boleh juga dengan bacaan berdasarkan riwayat dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah Saw membaca doa pada saat sujud Alquran (sujud tilawah) di malam hari berkali-kali dengan bacaan:
 سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ (رواه ابو داود)
“Wajahku bersujud pada Dzat Yang menciptakannya, serta membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya serta kekuatan-Nya (HR. Abu Dawud No. 1416). Hadis ini telah dinyatakan sahih oleh al-Tirmidzi, al-Hakim, dan al-Dzahabi (al-Albani, Sahih Abi Dawud, V/157). Bacaan “sajada wajhi” ini adalah salah satu pilihan yang dapat dibaca saat melakukan sujud tilawah.
Syarat Sujud tilawah
Ulama berbeda pendapat mengenai syarat sujud tilawah. Menurut Ibn Qudamah, syarat sujud tilawah sama dengan syarat ketika salat, yaitu suci dari hadas (kecil maupun besar), suci dari najis, menutup aurat, menghadap qiblat, dan berniat(Ibn Qudamah, al-Mughni, I/685). Namun al-Syaukani tidak sepakat dengan pendapat Ibn Qudamah. Al-Syaukani berpendapat bahwa dalam hadis-hadis tentang sujud tilawah tidak ditemukan adanya syarat harus suci dari hadas kecil maupun besar dalam sujud tilawah, juga tidak disyaratkan harus suci pakaian dan tempat. Adapun menutup aurat dan menghadap kiblat, banyak ulama yang menyepakatinya. (al-Syaukani, Nayl al-Authar, III/127). Dalam hal ini Tarjih Muhammadiyah cenderung pada pendapat tidak mensyaratkan harus suci dari hadas dan pakaian saat mau melakukan sujud tilawah di luar salat, karena tidak ditemukan dasarnya (www.fatwatarjih.com/2011/07/sujud syukur dan tilawah). Wallahu A’lam !




SAHALAT SUNNAH HARIAN


SAHALAT SUNNAH HARIAN

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb !
            Ustadz Zuhdi yang semoga senantiasa dalam rahmat Allah! Mohon penjelasan tentang shalat sunnah harian. Apa saja shalat sunnah yang seyogjanya kita lakukan dalam sehari semalam selain shalat sunnah rawatib, dan apa keutamaannya? Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih, dan semoga dapat memberikan pencerahan serta menambah semangat untuk mengamalkan shalat-shalat sunnah.
Wassalamu‘alaikum wr. wb ! (Shalih, Surabaya).

Jawab:
Selain shalat wajib yang lima waktu, kita disunnahkan melakukan shalat-shalat sunnah setiap harinya. Dari shalat-shalat yang disunnahkan, ada shalat sunnah yang sangat ditekankan dan tinggi nilainya, yaitu: (1) shalat sunnah rawatib; (2) shalat tahajjud; (3) shalat witir; (4) shalat dhuha; dan (5) shalat isyraq.
1. Shalat Sunnah Rawatib. Ummu Habibah berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ (رواه مسلم)
Nabi Saw bersabda:“Barangsiapa yang mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728).
Dalam riwayat Al-Tirmidzi, dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah Saw.  Bersabda: “Barangsiapa sehari semalam mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di surga, yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at setelah Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
 Hadits riwayat Ibnu Umar menerangkan bahwa shalat sunnah rawatib itu ada 10 rakaat:
قَالَ حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ(رواه البخارى)
Artinya: Ia (Ibnu Umar) berkata: “saya ingat (betul) sepuluh raka’at dari Rasulullah saw, dua raka’at sebelum shalat Dzuhur, dua raka’at setelah shalat Dzuhur, dua raka’at setelah shalat Maghrib, dua raka’at setelah shalat Isya, dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh.”(HR. al-Bukhari No.1180).
Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat sunnah qabliyah shubuh).  ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah Saw.  Bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.”(HR. Muslim no. 725).
Dari ‘Aisyah, beliau bersabda: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah yang kontinuitasnya (kesinambungannya) melebihi dua rakaat (shalat rawatib) Shubuh.”  (HR. Bukhari no. 1169 dan Muslim no. 724).
2. Shalat Tahajud (Shalat Malam)
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا(الاسراء 79)
Terjemahan: Dan pada sebahagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra, -ayat-79).
Nabi Saw. bersabda:
  وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“ Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah).
‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari.” (HR. Ibn Abi al-Dunya). (Al-Safarini, Ghadza al-Albab, II/498).
          Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud: “Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.” (Al-Safarini, Ghadza al-Albab, II/504).
3. Shalat Witir
Nabi Saw. bersabda:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.”  (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751). Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memberi kalian tambahan shalat, maka peliharalah dia, yaitu shalat Witir.” (HR. Ahmad No. 6654). Al-Albani: hadis ini shahih (al-Irwa, II/159).
Dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْوِتْرُ حَقٌّ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيُوْتِرْ بِخَمْسٍ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُوْتِرْ بِثَلاَثٍ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ.(رواه ابو داود)
Shalat Witir adalah haq (benar adanya), maka barangsiapa yang mau, maka berwitirlah lima raka’at, barangsiapa yang mau, berwitirlah tiga raka’at dan barangsiapa yang mau, berwitirlah satu raka’at.” (HR. Abu Dawud No. 1421). Al-Dhahabi: Shahih.
4. Shalat Dhuha
Dari Abu Dzar, Nabi  Saw.  Bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim no.  720).
Dalam hadis lain, ‘Aisyah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian.” (HR. Muslim no. 1007).
Berdasarkan keteranagan hadis bahwa dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian, maka Imam al-Syaukani menjelaskan jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat dhuha ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus.” (al-Syaukani, Nailul Authar, III/77).
Tentang keutamaan lainnya, Rasulullah Saw. bersabda: Siapa yang shalat Dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat raka’at, maka dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Awsath. Dalam Ash-Shahihah no. 2349 disebutkan oleh Syaikh Al-Albani bahwa hadits ini hasan).
5. Shalat Isyraq
Shalat isyraq termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit atau syuruq) setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat Shubuh berjama’ah.
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ (رواه الطبرانى)
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumrah secara sempurna.”(HR. Thobroni). Syaikh Al Albani dalam Shahih Targhib 469 mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi ). Dalam hadits yang hampir sama maknanya telah diriwayatkan oleh Muslim:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلَّاهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا
Dari Jabir bin Samurah, bahwa apabila Nabi Saw shalat fajar (subuh), beliau tetap duduk di tempat shalatnya hingga matahari terbit secara sempurna. (HR. Muslim No. 1075).
Adapun keutamaan orang yang suka melakukan amalan-amalan sunnah,  telah dijelaskan dalam hadis qudsi bahwasanya Allah Swt berfirman: “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, maka pasti akan Aku kabulkan dan jika ia memohon perlindungan kepaadaKu, pasti Aku akan melindunginya”(HR. Bukhari no. 2506).
Wallahu A’lam !