Sabtu, 04 Januari 2020

SUJUD TILAWAH



SUJUD TILAWAH


Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، اِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُوْلُ: يَاوَيْلَهُ، أُمِرَ بِالسُّجُوْدِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُوْدِ فَعَصَيْتُ فَلِيَ النَّارُ.
“Jika anak Adam membaca ayat sajdah kemudian bersujud, maka setan menjauh darinya sambil menangis dan berkata, “Alangkah celakanya”. Dia diperintah sujud kemudian bersujud, lalu ia mendapat Surga. Sedangkan aku diperintah sujud namun membangkang, sehingga aku mendapat Neraka”
(HR. Muslim)

Status Hadis:
Hadis tersebut statusnya sahih dan terhimpun dalam kitab Sahih Muslim No. 254. Selain diriwayatkan Muslim, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam al-Sunan No. 1052, Imam Ahmad dalam al-Musnad No. 9713, Ibn Hibban dalam al-Sahih No. 2759, Ibn Khuzaimah dalam al-Sahih No. 549, al-Bayhaqi dalam al-Sunan No. 3853, dan lain-lain).   Menurut al-Albani, hadis tersebut sahih (M. Nashiruddin al-Abani, Sahih al-Targhib Wa al-Tarhib, II/81).
Pembahasan:
            Salah satu amalan penting yang kini kurang diperhatikan oleh banyak orang adalah sujud tilawah, yaitu sujud yang dilakukan ketika seseorang membaca ayat-ayat sajdah dengan cara sujud satu kali seperti sujud dalam salat (Muhammad Qal’aji, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, I/241). Beberapa masjid di sekitar kita agaknya sudah jarang ditemukan imam yang melaksanakan sujud tilawah saat menjumpai ayat sajdah, padahal sujud tilawah telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya sebagai ibadah dan bentuk taqarrub, tunduk, serta mengagungkan Allah dan merendahkan diri di hadapan-Nya (Ibn Muflih, Manasik Min al-Furu’, I/94). Karena itu, seyogjanya kita bisa menghidupkan kembali kebiasaan (sunnah) sujud tilawah ini.
Para ulama telah sepakat bahwa sujud tilawah adalah amalan yang disyari’atkan. Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah membaca Alquran yang di dalamnya terdapat ayat sajdah. Ketika itu beliau bersujud, dan kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami ada yang tidak mendapati tempat karena posisi dahinya”(HR. Bukhari No. 1076 dan Muslim No. 1323). Hadis ini semakin mempertegas tentang disyariatkannya sujud tilawah.
Ada perbedaan pendapat mengenai hukum sujud tilawah. Sebagian ulama mengatakan wajib, dan sebagian yang lain mengatakan sunnah. Imam Hanafi termasuk yang berpendapat sujud tilawah itu hukumnya wajib, tetapi mayoritas ulama seperti Malik, al-Syafii, al-Awza’i dan lain-lain berpendapat bahwa sujud tilawah itu hukumnya sunnah (Ibn Abd al-Barr, al-Istidzkar, II/508). Ulama yang mengatakan bahwa sujud tilawah itu wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Mengapa mereka tidak mau beriman? dan apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud” (QS. Al-Insyiqaq: 20-21). Para ulama yang mewajibkan sujud tilawah beralasan, dalam ayat ini terdapat perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Dalam ayat tersebut juga terdapat celaan bagi orang yang meninggalkan sujud. Namanya celaan tidaklah diberikan kecuali kepada orang yang meninggalkan sesuatu yang wajib. Berdasarkan alasan tersebut, ulama ini, terutama Imam Hanafi dan penganutnya berpendapat bahwa sujud tilawah itu hukumnya wajib.
Adapun mayoritas ulama seperti Malik, al-Syafii, al-Awza’i dan lain-lain yang berpendapat bahwa sujud tilawah itu sunnah, mereka ini berdasarkan pada beberapa hadis sahih, di antaranya hadis dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “Qara’tu ‘ala al-Nabi (wa al-Najm) falam yasjud fiha”, (Aku pernah membacakan pada Nabi (Alquran Surat Al-Najm), namun (tatkala bertemu pada ayat sajdah dalam surat tersebut) beliau tidak bersujud” (HR. al-Bukhari No.1073); dan juga hadis yang menerangkan bahwa Umar bin Khatthab pernah membaca ayat sajdah dalam surah Al-Nahl, namun beliau tidak melakukan sujud tilawah, Beliau berkata: “Wahai sekalian manusia. Kita telah melewati ayat sajdah, barangsiapa bersujud, maka dia mendapatkan pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, maka dia tidak mengapa/tidak berdosa” (HR. al-Bukhari No. 1077). Dua hadis tersebut sudah cukup menjadi dasar bahwa melakukan sujud tilawah hukumnya sunnah.
Jumlah Ayat Sajdah Dalam Alquran
Ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat sajdah dalam Alquran, sebagian berpendapat ada sebelas ayat, ada yang berpendapat dua belas ayat, ada yang berpendapat empat belas ayat, dan ada yang berpendapat lima belas ayat sajdah. ‘Amr bin al-Ash meriwayatkan bahwasanya Nabi Saw pernah membacakan lima belas ayat sajdah dalam Alquran, di antaranya sebanyak tiga ayat dalam surat al-Mufassal, dan dua ayat dalam surat al-Sajdah (HR. Abu Dawud No. 1403; Ibn Majah No. 1057; al-Hakim No. 811; al-Daruqutni No. 8; dan al-Bayhaqi No. 3884). Hadis ini kesahihannya diperselisihkan ulama. Menurut Imam al-Nawawi, hadis riwayat Abu Dawud yang menerangkan bahwa jumlah ayat sajdah itu ada lima belas statusnya hasan (al-Nawawi, al-Majmu’, IV/60).
 Lima belas ayat sajdah tersebut adalah surah Al-A’raf [7]: 206, surah Al-Ra’d [13]: 15, surah Al-Nahl [16]: 49, surah Al-Isra [17]: 107, surah Maryam (19): 58, surah Al-Hajj (22): 18 dan 77, surah Al-Furqan [25]: 60, surah Al-Naml [27]: 25, surah Al-Sajdah [32]: 15, surah Shaad [38]: 24, surah Fushilat [41]: 37, surah Al-Najm [53]: 62, surah Al-Insyiqaq [84]: 21 dan surah Al-‘Alaq (96): 19.
Tata Cara Sujud tilawah
            Para ulama sepakat bahwa sujud tilawah itu dilakukan dengan satu kali sujud. Cara bersujudnya sama dengan sujud dalam salat biasa. Sujud tilawah harus dilakukan setelah sampai pada bacaan akhir ayat sajdah (al-Qastalani, Irsyad al-Sari Syarh Sahih al-Bukhari, II/281). Sebelum sujud, setelah membaca atau mendengar ayat sajdah, terlebih dahulu bertakbir ketika hendak sujud dan bertakbir lagi saat akan bangkit dari sujud. Sebagian ulama berpendapat, jika sujud tilawah dilakukan di luar salat lebih utama dimulai dari keadaan berdiri. Inilah pendapat yang dipilih Hanabilah, salah satu pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra, II/262). Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah langsung dari keadaan duduk (tanpa berdiri dulu), maka ini tidaklah mengapa. Bahkan di kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak ada dalil yang mensyaratkan sujud tilawah di luar salat harus dimulai dari berdiri. (al-Dimyati, I’anat al-Talibin, I/245). Karena tidak ada dalil yang mensyariatkan harus berdiri dulu, maka sujud tilawah boleh dilakukan mulai dari posisi duduk.
Bacaan Sujud tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama dengan bacaan ketika sujud dalam salat, tidak ada bacaan khusus. Beberapa bacaan ketika sujud tilawah di antaranya berdasarkan HR. Muslim no. 772, yakni bacaan “Subhaana robbiyal a’laa” (Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi). Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: “Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: “Subhaana robbiyal a’laa” (Ibn Qudamah, Al Mughni, I/686); dan HR. Bukhari No. 817 dan Muslim No. 484 dengan bacaan “subhanakallahumma rabbana wa bihamdika Allahummaghfirlii (Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku).   
Selain bacaan tersebut, boleh juga dengan bacaan berdasarkan riwayat dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah Saw membaca doa pada saat sujud Alquran (sujud tilawah) di malam hari berkali-kali dengan bacaan:
 سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ (رواه ابو داود)
“Wajahku bersujud pada Dzat Yang menciptakannya, serta membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya serta kekuatan-Nya (HR. Abu Dawud No. 1416). Hadis ini telah dinyatakan sahih oleh al-Tirmidzi, al-Hakim, dan al-Dzahabi (al-Albani, Sahih Abi Dawud, V/157). Bacaan “sajada wajhi” ini adalah salah satu pilihan yang dapat dibaca saat melakukan sujud tilawah.
Syarat Sujud tilawah
Ulama berbeda pendapat mengenai syarat sujud tilawah. Menurut Ibn Qudamah, syarat sujud tilawah sama dengan syarat ketika salat, yaitu suci dari hadas (kecil maupun besar), suci dari najis, menutup aurat, menghadap qiblat, dan berniat(Ibn Qudamah, al-Mughni, I/685). Namun al-Syaukani tidak sepakat dengan pendapat Ibn Qudamah. Al-Syaukani berpendapat bahwa dalam hadis-hadis tentang sujud tilawah tidak ditemukan adanya syarat harus suci dari hadas kecil maupun besar dalam sujud tilawah, juga tidak disyaratkan harus suci pakaian dan tempat. Adapun menutup aurat dan menghadap kiblat, banyak ulama yang menyepakatinya. (al-Syaukani, Nayl al-Authar, III/127). Dalam hal ini Tarjih Muhammadiyah cenderung pada pendapat tidak mensyaratkan harus suci dari hadas dan pakaian saat mau melakukan sujud tilawah di luar salat, karena tidak ditemukan dasarnya (www.fatwatarjih.com/2011/07/sujud syukur dan tilawah). Wallahu A’lam !




Tidak ada komentar:

Posting Komentar