Jumat, 19 Juli 2013

AL-QUR’AN THE SOUND HEALING


AL-QUR’AN THE SOUND HEALING



Oleh

DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar (penyembuh) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(QS.al-Isra, 82)

Berdasarkan ayat tersebut, 'Ibn al-Qayyim mengatakan Al-Qur'an adalah bacaan yang dapat memberikan efek kesembuhan terhadap berbagai jenis penyakit dengan kesembuhan total, baik penyakit hati maupun penyakit fisik (Za>d al-Ma’ad,1994)).
Di zaman modern ini telah muncul beragam metode pengobatan alternatif. Salah satunya adalah metode penyembuhan yang dinamakan sound healing atau al-‘ila>j bi al-s}awt atau terapi suara. Alfred Tomatis, seorang dokter asal Perancis, setelah lima puluh tahun mengadakan penelitian terhadap indra manusia, akhirnya mengambil kesimpulan bahwa indra pendengaran adalah indra yang paling penting di antara indra manusia lainnya. Menurutnya, telinga memiliki kemampuan kontrol terhadap seluruh tubuh, mengatur operasi vital tubuh, membuat keseimbangan gerak dan konsistensi irama yang teratur bagi semua organ tubuh. Dengan demikian, telinga merupakan panglima bagi semua sistem saraf manusia. Lebih lanjut Alfred mengemukakan hasil eksperimennya bahwa saraf pendengaran  dapat berkomunikasi dengan semua otot dalam tubuh sehingga memunculkan keseimbangan tubuh, fleksibilitas dan kemampuan penglihatan. Semuanya dipengaruhi oleh suara. Telinga bagian dalam berhubungan dengan seluruh bagian tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, dan usus. Karena itu, frekuensi suara yang diterima telinga akan memberi pengaruh pada seluruh tubuh. (Alfred Tomatis, 1991; ‘Abd al-Da>’im al-Kah}i>l, 2010).
Pada tahun 1974, peneliti Fabien Maman dan temannya mengumumkan penemuan mengejutkan. Mereka menemukan bahwa setiap organ tubuh memiliki sistem vibrasi atau getaran sendiri, sesuai dengan hukum fisika. Beberapa tahun kemudian, Fabien dan peneliti lainnya mengungkapkan bahwa suara dapat mempengaruhi sel-sel, khususnya sel kanker, dan bahwa suara-suara tertentu memiliki efek yang lebih kuat. Hal ajaib yang ditemukan oleh peneliti itu adalah bahwa suara yang memiliki efek paling kuat pada sel-sel tubuh adalah suara manusia itu sendiri. Fabien, seorang peneliti yang juga sekaligus musisi berhasil meletakkan sel-sel darah dari tubuh yang sehat dan menghadapkannya pada berbagai macam suara. Ia menemukan bahwa setiap not skala musik dapat mempengaruhi medan elektromagnetik sel. Ketika ia memotret sel ini dengan kamera Kirlian, ia menemukan bahwa bentuk dan nilai medan elektromagnetik sel itu berubah sesuai dengan frekuensi-frekuensi suara dan tipe suara orang yang mengeluarkan suara. Kemudian ia membuat eksperimen lain dengan meletakkan darah orang sakit. Ia berusaha mengamatinya dengan kamera Kirlian, dan meminta pasien untuk membuat berbagai macam suara. Dari pengamatannya itu, ia menemukan bahwa beberapa nada tertentu, yang direspon oleh sel darah bersama suara pasien, mengalami getaran respon yang sempurna. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa ada not-not tertentu yang bisa mempengaruhi sel-sel dan membuatnya lebih vital dan aktif, bahkan meregenerasinya. Ia menarik suatu hasil yang penting bahwa suara manusia memiliki pengaruh yang kuat dan unik terhadap sel-sel tubuh. Pengaruh ini tidak ditemukan pada instrumen lain. Ia kemudian menyatakan bahwa suara manusia memiliki resonansi spiritual khusus yang memberi penyembuhan paling efektif. Selain itu, Fabien juga menemukan bahwa beberapa suara mampu meledakkan sel kanker, dan pada waktu yang sama dapat mengaktifkan sel dengan baik. Ketika suara seseorang diperdengarkan, suara itu dapat mempengaruhi sel-sel darah dan mengirimkan getaran suara ke seluruh bagian tubuh melalui sistem peredaran darah.(Fabien Maman, 1997; al-Kah}i>l, 2010).
Teori ini relevan dengan penemuan Masaru Emoto tentang misteri air. Ia telah melakukan percobaan mengenai pengaruh suara terhadap air. Ia menemukan bahwa medan elektromagnetik dari molekul air juga terpengaruh oleh suara. Ada gelombang suara tertentu yang memberi pengaruh pada molekul air lalu membuatnya lebih dinamis dan teratur (Masaru Emoto, 2006).
Jika fenomena ini dikaitkan dengan kondisi tubuh manusia yang terdiri dari 70 % air, maka suara yang terdengar oleh telinga manusia akan memberi pengaruh pada keteraturan molekul air dalam sel-sel tubuh dan memberikan getaran sehingga mempengaruhi kesehatan tubuhnya (Heri Herdiansyah, 2007).
 Jika Fabien telah mengambil kesimpulan bahwa suara manusia memiliki resonansi spiritual khusus yang memberi penyembuhan paling efektif,  maka air yang dinilai oleh Emoto bisa  mendengar, menyimpan dan menyampaikan informasi,  akan membantu proses transfer gelombang energi positif yang dibutuhkan oleh tubuh manusia sampai pada level sel, atom dan sub atom terkecil.
 Salah satu cara memasukkan energi positif ke dalam tubuh manusia adalah dengan cara memperdengarkan suara. Suara adalah gelombang yang menyebar di udara. Gelombang itu merupakan getaran frekuensi yang ada di udara, selanjutnya masuk ke dalam telinga kemudian menggerakkan gendang telinga. Setelah itu berpindah ke saraf pendengaran dan berubah menjadi gelombang elektromagnetik yang diterima oleh otak. Oleh otak kemudian dianalisa dan selanjutnya mengeluarkan reaksi perintah kepada tubuh untuk direspon. Lebih lanjut al-Kah}i>l mengatakan bahwa seluruh sel yang ada dalam tubuh manusia bergetar dalam frekuensi tertentu dan membentuk sebuah harmoni tertentu yang terpengaruh oleh suara di sekitarnya. Penyakit yang menimpa anggota tubuh sebenarnya adalah disebabkan adanya perubahan dalam getaran sel-sel tubuh yang keluar dari sistem yang sudah berlaku pada tubuh. Untuk penyembuhannya, tubuh manusia harus dihadapkan pada suara tertentu. Suara ini akan berusaha mempengaruhi sistem getaran tubuh, khususnya bagian tubuh yang mengalami kerusakan. Dengan merespon suara-suara yang datang dari luar maka akan bisa memulihkannya pada getaran yang semestinya  (al-Kah}i>l, 2010).
 Paparan tersebut menunjukkan bahwa  suara memiliki pengaruh yang luar biasa dalam memberikan kesembuhan terhadap suatu penyakit. Karena itu terapi suara bisa menjadi terapi alternatif yang ideal. Bagaimana dengan al-Qur’an, apakah ketika dibacakan di hadapan orang yang sakit, ia bisa menjadi suara yang berenergi positif dan dapat memberikan efek kesembuhan?
Dalam teologi Islam, al-Qur’an diyakini sebagai kitab yang mengandung mu‘jizat. Al-Zarqa>ni> dalam Mana>hil al-‘Irfa>n Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, mengemukakan: Al-Qur’an adalah kala>m (firman Allah) yang mengandung mu‘jizat yang diturunkan kepada Nabi Saw, tertulis di dalam mus}h}af, diriwayatkan dengan cara mutawatir dan membacanya dinilai sebagai ibadah”.
Salah satu keistimewaan dan kemu‘jizatan al-Qur’an yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab yang lain adalah aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. Ketelitian redaksi al-Qur’an ini terutama mengenai penempatan kata-kata yang begitu serasi, seimbang dan relevan antara jumlah bilangan dengan antonimnya, jumlah bilangan dengan sinonimnya, jumlah bilangan dengan kata yang menunjuk akibatnya, jumlah bilangan dengan kata yang menjadi penyebabnya, dan jumlah bilangan dengan perimbangan yang khusus. Selain itu, yang lebih mengagumkan adalah jumlah huruf-huruf yang ada dalam al-Qur’an merujuk kepada angka 19, yang intinya adalah mengarah kepada makna yang wa>h}id, Allah Yang Esa. 
M. Quraish Shihab (1992), dengan mengutip ‘Abd al-Razza>q Nawfal, dalam kitab Al-I’ja>z Al-‘Adadi>  li Al-Qur’a>n Al-Kari>m, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, di antaranya adalah keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Misalnya: Al-h}aya>h (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali; Al-naf (manfaat) dan al-mad}arrah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali; Al-h}a>r (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing 4 kali; Al-s}a>lih}a>t (kebajikan) dan al-sayyi’a>t (keburukan), masing-masing 167 kali; Al-T{umani>nah (kelapangan/ketenangan) dan al-d}i>q (kesempitan/kekesalan), masing-masing 13 kali; Al-rahbah (cemas/takut) dan al-raghbah (harap/ingin), masing-masing 8 kali; Al-kufr (kekufuran) dan al-i>ma>n (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali; Kufr (kekufuran) dan i>ma>n (iman) dalam bentuk indifinite, masing-masing 8 kali; Al-s}ayf (musim panas) dan al-shita> (musim dingin), masing-masing 1 kali.
 Sisi lain yang mengagumkan dari al-Qur’an, selain dari aspek keserasian dan keseimbangan kata-katanya adalah jumlah huruf-hurufnya yang semuanya habis terbagi dengan angka 19. Rashad Khalifah,  imam masjid Tucson  Amerika dan  pakar Biokimia dari Arizona, adalah penemu rahasia keteraturan bilangan dalam Al-Qur'an ketika akan menerjemahkannya  dalam bahasa Inggris tahun 1968. Berawal dari rasa penasaran  untuk menemukan makna  konkret setiap  penggalan inisial (ah}ruf al-muqat}t}a‘ah)  di awal 29 surat   Al-Qur'an. Pelacakan di mulai dari huruf: Qa>f, S{a>d, dan Nu>n sampai akhirnya penelitian itu bermuara pada angka 19 sebagai common denominator. 
Sebagai contoh, bacaan  basmalah  terdiri 19 huruf  yakni ba>,  si>n,  mi>m,  alif,  la>mla>m,  ha>,  alif,  la>m,  ra>,  h}a>,  mi>m,  nu>n, alif, la>m, ra>, h}a>, ya>, dan mi>m.  Jadi jumlah huruf dalam kalimat basmalah sebanyak 19; dan setiap penggalan katanya yakni 'ism, Alla>h, al-Rah}ma>n dan al-Rah}i>m, merupakan perkalian 19. Kata  'ism  terulang  19 (19 x 1), Alla>h  disebut 2698 (19 x 142),  al-Rah}ma>n terulang 57  (19 x 3), al-Rah}i>m  disebut 114 (19 x 6), dan masih ratusan fakta keajaiban lain. Mengapa angka 19 yang menjadi kunci? Tidak lain, tema sentral  Al-Qur'an  adalah keesaan Allah, Wa>h}id. Kalau rahasia angka 19 ini dikembalikan kepada  huruf arab yang dipakai untuk menunjukkan bilangan  (sebelum mereka memakai  angka arab yang dikenal dalam ilmu hitung sekarang dengan rumus: huruf  alif = angka 1,  ba>’ = 2,  ji>m = 3, da>l = 4,  ha>’ = 5,  waw =  6,  za> '= 7,  h}a>’ = 8,  t}a>' = 9,  ya>’ = 10,  ka>f = 11, dst.),  ternyata angka 19 ditulis dengan rangkaian akronim  wa>h}id (h}arf  waw = angka 6, alif= 1, h}a>’= 8. dan da>l= 4).  Jika dijumlah maka 6+1+8+4= 19. Dengan demikian, misteri angka 19  dalam Al-Qur'an  yang baru diketemukan dengan komputer itu  berarti  wa>h}id,  keesaan Allah swt (Fuad Thohari, 1430 H).
Keterangan di atas menunjukkan betapa Allah telah menata dengan cermat kalimat demi kalimat, kata demi kata bahkan huruf demi huruf yang begitu rapi dan teliti sehingga menggambarkan harmonisasi yang sangat sempurna. Keharmonisan ini akan semakin terasa indah dan unik jika yang menjadi qa>ri’ (pembaca al-Qur’an) dari seseorang yang bagus suaranya. Di sini semakin tampak bedanya antara al-Qur’an dengan bacaan-bacaan atau suara-suara yang lain. Inilah salah satu keistimewaan al-Qur’an.
Selain keistimewaan dari aspek susunan redaksi yang begitu harmonis dan mengagumkan itu, yang juga membedakan dengan kitab-kitab atau bacaan-bacaan yang lain adalah bahwa al-Qur’an bukan hanya dibaca untuk dimengerti dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi pemeluknya, akan tetapi al-Qur’an juga harus dibaca dengan bacaan-bacaan yang indah dengan kaidah-kaidah membaca secara khusus yang disebut dengan ilmu tajwi>d.  Dari al-Barra> bin ‘A<zib, Rasulullah Saw bersabda:“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu, karena sesungguhnya suara yang indah itu dapat menambah al-Qur’an semakin indah”. (HR. 'Abu> Da>wud dan  al-Da>rimi). Shaykh al-'Alba>ni> menilai h}adi>th ini s}ah}i>h}.
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa suara dengan irama yang seimbang dapat memberi dampak yang signifikan terhadap stabilitas dan aktifitas otak. Selain itu dapat juga memberi pengaruh positif pada detak jantung sehingga melahirkan vitalitas otak. Melalui suara dengan irama seimbang juga dapat membuat tubuh manusia menjadi lebih mampu mengarahkan sistem kekebalan tubuh untuk menghadapi berbagai penyakit. Jadi, sel-sel otak akan merespon secara dramatis, jika terkena irama suara yang seimbang (al-Kah}i>l, 2010). Bacaan dengan irama suara yang seimbang ini tidak dimilki oleh bacaan yang lain selain al-Qur’an, karena memang cara membacanya harus benar sesuai dengan kaidah tajwi>d.
Ketika al-Qur’an dibaca dengan baik dan benar serta dengan irama lagu yang indah, maka hal ini menjadi bagian dari seni yang dibutuhkan untuk kekuatan jiwa dan raga. Al-Dhahabi> (w.748 H), penulis kitab al-T{ibb al-Nabawi> menyatakan: “Nyanyian atau lagu-lagu adalah kesenangan jiwa, cahaya hati dan santapan ruhani. Nyanyian adalah pengobatan spiritual yang paling berkhasiat. Nyanyian...juga dapat  memperkuat aktifitas beberapa perasaan, memperlambat penuaan dan mengusir penyakit”.   
Bagi al-Dhahabi>, musik atau lagu yang wajib didengar dan harus diutamakan adalah pembacaan al-Qur’an, terutama yang dibacakan ketika salat fard}u berjamaah oleh seorang ima>m yang khusyuk, tunduk dan patuh kepada Allah dan dengan suara yang indah serta berirama sesuai dengan kaidah ilmu tajwi>d. Terhadap yang lain,  seperti menyanyi atau mendengar lagu-lagu, syair dan lain-lain, selama tidak menjauhkan dirinya dari Allah Swt maka boleh saja.
Jika al-Qur’an dibacakan dengan baik dan dengan suara yang merdu maka akan membuat senang dan nyaman bagi pendengarnya terutama bagi penikmatnya. Sesuai dengan teori “sound healing” (terapi suara) maka pembacaan al-Qur’an yang merupakan kala>m Allah Yang Maha Indah dan Maha Menyembuhkan, akan membawa khasiat bagi yang memanfaatkannya. Jika suara musik dan lagu yang dibuat oleh manusia saja bisa berpengaruh pada proses penyembuhan, apalagi jika suara itu berasal dari kalimat-kalimat suci yang merupakan Kalam Ilahi.
 Dari semua keterangan di atas menjelaskan bahwa suara al-Qur’an yang indah dan berirama, yang dibaca dengan baik sesuai kaidah tajwi>d, dapat menimbulkan energi positif  dan akan bermanfaat bagi peningkatan kesehatan tubuh manusia dan bahkan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Al-Kah}i>l, secara rinci menjelaskan tentang proses penyembuhan melalui al-Qur’an. Menurutnya, bacaan al-Qur’an adalah seperangkat frekuensi suara yang sampai ke telinga dan dikirim ke sel-sel otak lalu mempengaruhi sel melalui medan listrik yang melahirkan sel-sel. Sel-sel dan medan listrik itu kemudian saling merespon hingga mengubah getaran sel menjadi stabil. Keadaan inilah yang disebut sembuh, bebas dari gangguan penyakit (al-Kah}i>l, 2010).



Telah dimuat dalam majalah MATAN 
PWM Jawa Timur edisi Juli 2013