Rabu, 17 September 2014

HUKUM KURBAN PATUNGAN DAN ARISAN


HUKUM KURBAN PATUNGAN & ARISAN

Oleh:


DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Pertanyaan:
Bagaimana hukum kurban dengan cara berserikat atau patungan? Bolehkah kurban sapi untuk tiga, lima atau enam orang? Bagaimana dengan kurban patungan untuk seekor kambing? Bolehkan? Bagaimana kurban dengan cara arisan? Mohon penjelasan dilengkapi dengan dalil-dalilnya !

Jawab:
Boleh saja berkurban seekor sapi dengan cara patungan atau iuran atau dengan cara ditanggung bersama antara tiga orang, empat orang atau lima orang. Namun, untuk kurban seekor sapi dengan cara patungan ini, dibatasi paling banyak tujuh orang sebagai pesertanya. Dari tujuh orang ini, boleh terdiri dari satu keluarga (keluarga sendiri) atau dengan teman-teman atau orang lain yang bukan termasuk keluarganya. Semuanya sah selama hewan yang dijadikan kurban itu berupa seekor sapi atau unta.
Yang dimaksud dengan patungan berkurban adalah kesepakatan beberapa orang  untuk membeli seekor hewan kurban, kemudian hewan kurban tersebut disembelih atas nama  mereka semua dengan niat berkurban. Hewan kurban tersebut (misalnya seekor sapi dengan harga Rp.15.000.000;) mereka beli dengan cara iuran atau patungan sehingga kepemilikan atas hewan kurban itu menjadi milik bersama (الْمِلْكُ الْمُشْتَرَكُ). Jika yang ikut dalam patungan kurban itu sebanyak 3 orang (masing-masing Rp. 5.000.000;), maka kepemilikan hewan kurban bagi masing-masing anggota adalah 1/3 hewan kurban tersebut, jika yang berpatungan 5 orang (masing-masing Rp.3.000.000;) berarti kepemilikan masing-masing 1/5, dan jika yang berpatungan 7 orang (masing-masing 2.150.000;) berarti kepemilikan masing-masing 1/7 dan seterusnya. Berkurban dengan cara patungan seperti ini hukumnya sah selama hewan yang dikurbankan adalah seekor sapi, dan anggota yang berpatungan tidak lebih dari 7 (tujuh) orang. Dalil yang menunjukkan keabsahannya adalah beberapa hadis berikut ini:
 عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ اشْتَرَكْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ لِجَابِرٍ أَيُشْتَرَكُ فِي الْبَدَنَةِ مَا يُشْتَرَكُ فِي الْجَزُورِ قَالَ مَا هِيَ إِلَّا مِنْ الْبُدْنِ وَحَضَرَ جَابِرٌ الْحُدَيْبِيَةَ قَالَ نَحَرْنَا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ بَدَنَةً اشْتَرَكْنَا كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ
Dari Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdillah berkata; “Kami bersekutu (patungan) bersama Nabi Saw di dalam haji dan umrah, yakni tujuh orang berkurban seekor badanah (unta  yang  disiapkan untuk kurban saat haji) atau seekor Sapi.” Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Jabir, “Bolehkah bersekutu (patungan) dalam Jazur (hewan kurban yang sudah siap disembelih) sebagaimana bolehnya bersekutu dalam badanah (unta  yang  disiapkan untuk kurban saat haji) atau sapi?” Jabir menjawab, “Jazur itu sudah termasuk badanah.” Jabir juga turut serta dalam peristiwa Hudaibiyah. Ia berkata, “Di hari itu, kami menyembelih tujuh puluh ekor badanah. Setiap tujuh orang dari kami bersekutu untuk kurban seekor Badanah.” (H.R. Muslim).
Hadis ini menjelaskan bahwa berkurban seekor unta atau sapi bisa dilakukan dengan patungan sampai dengan tujuh orang. Badanah bermakna unta atau sapi yang telah digemukkan (المسمنة) dan disiapkan untuk dikurbankan dalam Haji, sedangkan Jazur bermakna unta yang disiapkan untuk disembelih. Setiap Badanah  mestilah Jazur.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah Saw di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R. Muslim)
عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ مِنْ تِهَامَةَ فَأَصَبْنَا غَنَمًا وَإِبِلًا فَعَجِلَ الْقَوْمُ فَأَغْلَوْا بِهَا الْقُدُورَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهَا فَأُكْفِئَتْ ثُمَّ عَدَلَ عَشْرًا مِنْ الْغَنَمِ بِجَزُورٍ
Dari ‘Abayah bin Rifa’ah dari kakeknya, Rafi’ bin Khadij ra  berkata; “Kami bersama Nabi Saw tiba di Dzul Hulaifah dari Tihamah lalu kami mendapatkan kambing dan unta (sebagai harta rampasan perang). Lalu orang-orang bersegera  menyembelih hewan-hewan tersebut hingga memenuhi kuali besar. Kemudian Rasulullah Saw datang dan memerintahkan agar kuali tersebut ditumpahkan isinya. Kemudian beliau membagi rata dengan menyamakan  sepuluh kambing sama dengan satu ekor unta“(H.R. al-Bukhari)
عن ابن عباس قال : كنا مع النبي صلى الله عليه و سلم في سفر قحضر النحر فاشتركنا في البقرة سبعة وفي البعير سبعة أو عشرة
Dari Ibnu Abbas beliau berkata; kami  bersama Rasulullah Saw dalam sebuah perjalanan. Kemudian tiba waktu penyembelihan. Maka kami berserikat tujuh orang untuk sapi dan tujuh atau sepuluh untuk unta. (H.R. Ibnu Hibban)
 Riwayat-riwayat tersebut di atas menjelaskan bahwa jumlah maksimal untuk patungan sapi itu tujuh orang, sedangkan untuk unta bisa tujuh atau sepuluh orang. Hanya saja jumhur ulama memandang hadis-hadis yang menerangkan jumlah maksimal tujuh orang untuk seekor unta itu lebih kuat dari riwayat-riwayat yang menjelaskan sepuluh orang, karena riwayat yang menerangkan jumlah maksimal sepuluh  dipandang ada masalah dari sisi ketelitian sebagian perawinya. As-Syaukani yang menshahihkan riwayat-riwayat yang menerangkan jumlah maksimal sepuluh orang berusaha mengkompromikan dengan menjelaskan; Jika unta itu disiapkan untuk kurban bagi orang yang berhaji (unta sebagai Al-hadyu/dam) maka jumlah maksimal yang boleh patungan adalah tujuh orang.  Adapun jika unta itu digunakana untuk kurban selain yang berhaji (unta sebagai Udh-hiyah) maka jumlah maksimalnya adalah sepuluh orang (Syams al-Haq al-Adzim al-Abadi, Aun al-Ma’bud, VII/361).
Beda dengan korban seekor kambing, maka ia tidak disyariatkan (tidak dibolehkan) dengan cara berpatungan antara satu orang dengan orang lain, dari teman-temannya. Misalnya korban seekor kambing untuk sepuluh orang, untuk satu kelas, untuk satu RT. Namun demikian, jika korbannya itu dari satu keluarga, maka seekor kambing dapat dimaksudkan untuk dirinya dan keluarganya, berapa pun jumlah anggota keluarganya. Al-Syaukani bahkan membolehkan untuk semua keluarganya hingga 100 orang lebih (al-Syaukani, Nail al-Authar, V/182).
Ketidak bolehan kurban dengan cara patungan untuk seekor kambing ini,  dikarenakan tidak adanya nash yang menunjukkan bolehnya patungan untuk seekor kambing sebagaimana bolehnya patungan untuk hewan kurban berupa unta dan sapi. Nash yang ada, pelaksanaan kurban dengan kambing di masa Rasulullah Saw dan shahabat adalah satu kambing untuk satu orang, tanpa patungan. Namun demikian, kurban seekor kambing dapat dilakukan oleh seseorang dan dimaksudkan untuk semua anggota keluarganya.  Al-Bukhari meriwayatkan:
 أَبُو عَقِيلٍ زُهْرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيعِ أَهْلِهِ
Abu Uqail Zuhraj bin Ma’bad dari kakeknya, Abdullah bin Hisyam, yang mana dia pernah bertemu Nabi Saw, ibunya, Zainab binti Muhammad, pernah membawanya kepada Rasulullah Saw dan berujar; ‘Wahai Rasulullah, tolong bai’atlah dia.’ Lantas Nabi Saw bersabda: “dia masih kecil!” Maka Nabi mengusap kepalanya. Adalah Abdullah bin Hisyam  menyembelih satu kambing untuk semua keluarganya. (H.R. Bukhari)
At-Tirmidzi juga meriwayatkan;
 عُمَارَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَال سَمِعْتُ عَطَاءَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى
Umarah bin Abdullah berkata; Aku mendengar Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah Saw ?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan.” (HR. Al-Tirmidzi)
Karena tidak adanya nash yang menunjukkan bahwa berkurban dengan kambing boleh dengan cara patungan, dalam hal ini tidak pernah dipraktikkan atau dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan para shahabat juga tidak pernah berpatungan untuk berkurban seekor kambing, maka hal ini menunjukkan bahwa khusus untuk kambing tidak disyariatkan berkurban dengan cara patungan.  Imam al-Nawawi mengatakan:
في هذه الاحاديث دلالة لجواز الاشتراك في الهدى …. وأجمعوا على أن الشاة لا يجوز الاشتراك فيها وفي هذه الاحاديث أن البدنة تجزى عن سبعة والبقرة عن سبعة
Hadis-hadis tersebut menunjukkan bolehnya berpatungan (berserikat) dalam berkurban….para ulama  juga bersepakat bahwa kambing tidak boleh dijadikan kurban dengan cara patungan. Dalam hadis-hadis ini juga bisa difahami bahwa  unta sah untuk berkurban tujuh orang sebagaimana sapi juga sah untuk tujuh orang (Imam al-Nawawi, Syarah Al-Nawawy ‘Ala Shohih Muslim, IV/455 dan IX/67 )
Mengenai kurban dengan cara arisan, hal ini boleh-boleh saja asal memperhatikan ketentuan yang telah dipaparkan di atas. Di antaranya, pada saat penarikan arisan, nilai uangnya sudah bisa digunakan untuk pembelian seekor kambing, sebagai hewan kurban/sembelihan. Seekor kambing digunakan untuk satu orang saja. Tidak boleh lebih dari satu orang, atau tidak boleh dengan cara patungan. Namun demikian, kurban seekor kambing dapat juga dimaksudkan untuk kurban seluruh anggota keluarganya. Jika arisan itu nilainya mencapai harga seekor sapi, maka dapat diniatkan untuk tujuh orang, baik dari keluarga sendiri maupun dari orang lain.

Kesimpulan:
1.Berkorban seekor sapi dapat dilakukan dengan cara patungan, baik untuk tiga orang, lima orang ataupun tujuh orang. Tidak boleh lebih dari tujuh orang yang berpatungan;
2. Adapun kurban seekor kambing, tidak disyariatkan dengan cara patungan, karena tidak ada contoh dari Nabi Saw maupun dari sahabat. Namun demikian, bila seseorang berkorban seekor kambing diniatkan untuk dirinya dan sejumlah anggota keluarganya, maka hal itu dipandang sah, berapapun jumlah anggota keluarganya. Hal ini telah dijelaskan berdasarkan amalan sejumlah sahabat.
3.Mengenai hadis tentang doa Nabi saat menyembelih hewan kurban dengan ucapan “bismillah wallahu akbar, ini adalah kurban dariku dan dari umatku yang tidak (mampu) menyembelih kurban (بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى), maka hadis ini merupakan khususiyah (hanya berlaku) bagi Nabi Saw, karena tidak seorang sahabat pun yang mengikuti/mengamalkannya. 
4.Sedangkan kegiatan berkorban yang dilaksanakan di sekolahan atau di kalangan tertentu dengan menyembelih seekor kambing untuk satu kelas, atau patungan beberapa orang, sungguhpun tidak sesuai syariat, namun hal itu boleh saja dilakukan untuk sekedar pembelajaran. Insya Allah tetap mendapatkan pahala sedekah.
5. Adapun kurban dengan cara arisan, boleh-boleh saja asal telah memenuhi syarat-syarat berkorban.

Wallahu a’lam bishshawab !