Selasa, 11 Februari 2014

TAHIYYATUL MASJID

Shalat Tahiyyatul Masjid

Oleh


DR.H.Achmad Zuhdi DH


Para ulama bersepakat tentang disyariatkannya shalat tahiyyatul masjid, namun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya. Sebagian ulama, seperti  madzhab Dhahiri berpendapat bahwa shalat tahiyyatul masjid itu hukumnya wajib. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat shalat tahiyyatul masjid itu hukumnya sunnat.

Alasan ulama yang mewajibkan shalat tahiyyatul masjid, merujuk kepada beberapa hadis berikut ini:

Dalil (1)
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ  
Dari Abu Qatadah, Nabi Saw bersabda: “Apabila seorang di antaramu memasuki masjid maka shalatlah dua rakaat sebelum ia duduk” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan perintah untuk melakukan shalat. Menurut kaidah ushul fiqh bahwa pada asalnya perintah itu menunjukkan wajib. Karena shalat tahiyyatul masjid itu diperintahkan, maka berarti hukumnya wajib.

Dalil (2)
Nabi saw bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid hendaknya ia tidak duduk sebelum shalat dua rakaat.”    (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah)

Dalam hadis tersebut, Nabi  Saw melarang terhadap orang yang ketika masuk masjid langsung duduk sebelum shalat dua raka’at. Dalam kaidah ushul fiqh,  setiap larangan asalnya haram, karena itu maka  shalat tahiyyatul masjid hukumnya wajib.

Dalil (3)
دَخَلَ رَجُلُ الْمَسْجِدَ وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ قَالَ لاَ قَالَ قُمْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
“Seseorang memasuki masjid pada hari Jum’at dan Nabi saw sedang berkhutbah, lalu beliau saw bertanya: ’Apakah engkau sudah shalat?’ dia berkata: ’Belum’. Beliau saw berkata: ’(Kalau begitu) shalatlah dua rakaat’”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa shalat dua rakaat (shalat tahiyyatul masjid) itu lebih penting daripada mendengarkan khutbah. Jika mendengarkan khutbah itu wajib, maka shalat tahiyyatul masjid itu tentu lebih wajib. Demikian alasan ulama yang mewajibkan shalat tahiyyatul masjid. Pendapat ini dianut oleh madzhab Dhahiri (Al-Syawkani, Nailul Awthar, III/82).

Bagaimana pendapat ulama yang mengatakan bahwa shalat tahiyyatul masjid itu hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan)? Apa dalil-dalil yang dijadikan pedoman?

Dalil (1)
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا  
Dari Thalhah bin Ubaidillah; ada seorang Arab badui menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan rambut acak-acakan, ia berkata; 'ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku shalat apakah yang Allah wajibkan atasku? ' Nabi menjawab:  "shalat lima waktu, kecuali jika engkau mau mengerjakan yang sunnah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa shalat yang wajib itu hanya yang lima waktu itu, sedangkan yang lain itu hanya sunnah. Karena itu, hukum shalat tahiyyatul masjid hanyalah sunnah, tidak wajib (Al-‘Utsaimin, Sharh Riyadhushshalihin, I/1384.). Tentang dalil-dalil yang dipakai ulama yang mewajibkan itu dapat difahami sbb: (1) Shalat tahiyatul masjid tetap dilaksanakan sekalipun khatib sedang menyampaikan khutbah di hari Jum’at. (2)Shalat tahiyatul masjid tetap dilakukan sekalipun sudah duduk karena lupa atau tidak tahu atau karena sengaja dan belum lama waktunya menurut pendapat yang rajih dalam masalah ini.

Hadis-hadis yang memerintahkan shalat tahiyyatul masjid tersebut hanyalah perintah yang menunjukkan penekanan (sunnah muakkadah), tidak sampai pada hukum wajib, karena terdapat hadis yang membatasi bahwa yang wajib itu hanyalah shalat lima waktu.

Dalil (2)
عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِى الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ نَفَرٌ ثَلاَثَةٌ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَذَهَبَ وَاحِدٌ. قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِى الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ  (رواه البخارى ومسلم)
Dari Abi Waqid al-Laitsi, “Bahwasanya tatkala Rasulullah Saw sedang duduk di dalam masjid bersama jamaah, tiba-tiba datang tiga orang. Dua orang mendatangi RasulullahSaw dan yang satunya pergi. Kemudian keduanya berdiri di hadapan beliau. Adapun salah seorang dari keduanya melihat celah di majlis itu, maka ia duduk di tempat yang kosong itu. Sedangkan yang lainnya duduk di belakang mereka.
Setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selesai dari majlisnya, beliau bersabda: “Maukah aku kabarkan tentang tiga orang tadi? Adapun seorang dari mereka, ia datang menemui Allah maka Allah datang menemuinya. Adapun yang seorang tadi, ia malu maka Allah malu kepadanya. Adapun yang seorang lagi, ia berpaling maka Allah berpaling darinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
           
Dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa ada tiga orang sahabat yang datang ke masjid, di tengah-tengah jamaah yang lain. Mereka langsung duduk dan tidak diperintahkan untuk shalat tahiyyatul masjid. Atas dasar ini dapat difahami bahwa shalat tahiyyatul masjid itu hukumnya hanya sunnah, tidak sampai wajib.

 al-Nawawi berkata: “Sahabat-sahabat kami berpendapat, tidak disyaratkan berniat tahiyatul masjid dengan shalat dua rakaat, jika dia shalat dua rakaat dengan niat shalat sunnah mutlak atau dua rakaat rawatib atau bukan rawatib atau shalat fardhu, maka hal itu cukup baginya dan terwujud untuknya apa yang diniatkannya dan terwujud pula tahiyyatul masjid secara otomatis, dan tidak ada perbedaan di kalangan ulama dalam hal ini.”(Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, V/ 226; dan  al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, IV/ 52.)

Kesimpulan
1.  Shalat tahiyyatul masjid adalah shalat yang disyariatkan setiap memasuki masjid;
2. Shalat tahiyyatul masjid memang diperintahkan bahkan ditekankan, namun hukumnya tidak sampai wajib, tetapi sunnah muakkadah;
3. Alasan tidak sampai kepada wajib, mengingat ada hadis lain yang membatasi wajibnya hanya pada shalat lima waktu, dan adanya pembiaran Nabi Saw (beliau tidak menyuruh shalat tahiyyatul masjid) terhadap tiga sahabat yang langsung duduk di masjid.
4. Karena itu, hukum shalat tahiyyatul masjid adalah sunnah muakkadah.


Wallahu a’lam !