CARA DUDUK TASYAHHUD
PADA SHALAT YANG HANYA DUA RAKAAT:
IFTIRASY
ATAU TAWARRUK ?
Oleh:
Dr.H.Achmad
Zuhdi Dh, M.Fil I
Pendahuluan
Ada dua cara duduk tasyahud dalam
shalat. Pertama duduk iftirasy, yaitu duduk dengan cara menegakkan
telapak kaki kanan dengan jari-jarinya menghadap kiblat, sementara telapak kaki
kiri dibentangkan kemudian diduduki (posisi telapak kaki kiri di bawah pantat).
Kedua duduk tawarruk, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki
kanan dengan jari-jarinya menghadap kiblat, sementara posisi telapak kaki kiri
dimasukkan di bawah kaki kanan, dan duduknya di atas tanah/lantai.
DUDUK IFTIRASY DUDUK TAWARRUK
Yang jadi permasalahan di
kalangan ulama adalah apakah shalat yang dua rakaat seperti shalat shubuh,
shalat jumat dan yang lainnya duduknya dengan cara duduk iftirasy atau dengan
cara duduk tawarruk? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Berikut ini
akan dipaparkan mengenai pendapat masing-masing ulama beserta alasan atau
dalil-dalilnya.
Pendapat Beberapa Ulama dan Dalil-dalilnya
Pendapat Imam Hanafi dan pengikutnya
Menurut Imam Hanafi, cara
duduk tasyahud dalam shalat itu dengan cara iftirasy, baik shalat yang
dua rakaat, maupun yang tiga dan empat rakaat, baik pada tasyahud pertama
maupun pada tasyahud kedua. Sama saja duduk iftitasy, seperti duduk di antara dua sujud (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44).
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Hanafi
adalah hadis ‘Aisyah ra, beliau berkata:
وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ
رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Rasulullah Saw mengucapkan at-tahiyyat pada
setiap dua raka’at (pada saat duduk tasyahud), dan beliau melakukan duduk iftirasy
dengan menghamparkan kaki kirinya (di bawah pantat) dan menegakkan kaki
kanannya.”(HR. Muslim No. 1138).
Juga berdasarkan hadis Wail bin Hujr ra bahwa beliau
berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ جَلَسَ
فِيْ الصَّلاَةِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ اْليُمْنَى.
“Aku melihat Rasulullah Saw ketika duduk dalam shalat,
beliau duduk iftirasy dengan menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan
kaki kanannya.”(HR. Ibn Khuzaimah No. 691, dan al-A’dhami men-shahih-kannya).
Berdasarkan hadis-hadis
tersebut, Imam Hanafi memahami bahwa duduk dengan cara iftirasy itu dilakukan
di saat duduk shalat, baik di waktu tasyahud maupun duduk yang lainnya, dan
baik di raka’at terakhir atau di pertengahan (al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306).
Pendapat Imam Malik dan pengikutnya
Menurut Imam Malik, cara
duduk tasyahud dalam shalat itu dengan cara tawarruk, baik shalat yang
dua rakaat, maupun yang tiga dan empat rakaat, baik pada tasyahud pertama
maupun pada tasyahud kedua. Sama saja (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44).
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Malik
adalah hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, beliau berkata:
إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلاَةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِىَ
الْيُسْرَى
“Sesungguhnya sunnah ketika shalat (saat duduk) adalah
engkau menegakkan kaki kananmu dan membengkokkan/melipat (kaki) kirimu (di bawah
kaki kananmu).”(HR. Al-Bukhari No. 827).
Dalil lain yang digunakan adalah hadis ‘Abdullah bin
Mas’ud ra, beliau berkata:
عَلَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- التَّشَهُّدَ فِى وَسَطِ
الصَّلاَةِ وَفِى آخِرِهَا فَكُنَّا نَحْفَظُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ حِينَ أَخْبَرَنَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَهُ إِيَّاهُ – قَالَ – فَكَانَ
يَقُولُ إِذَا جَلَسَ فِى وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِى آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى
“Rasulullah Saw mengajarkan tasyahud kepadaku di
pertengahan dan di akhir shalat. Kami memperoleh dari Abdullah, ia
memberitahukan pada kami bahwa Rasulullah Saw mengajarkan padanya. Ia berkata,
“Jika beliau duduk di tasyahud awwal dan tasyahud akhir, beliau duduk tawarruk
di atas pinggul kirinya, lalu beliau membaca: …”(HR. Ahmad No.4382, dan Syu’ayb
al-Arnout men-shahih-kannya).
Berdasarkan hadis-hadis
tersebut, Imam Maliki memahami bahwa duduk dengan cara tawarruk itu dilakukan
di saat duduk shalat, baik di waktu tasyahud awal maupun akhir, baik di raka’at terakhir atau di pertengahan (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, II/155 dan Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44) ) .
Pendapat
Imam Syafi’i dan pengikutnya
Menurut Imam Syafi’i, cara
duduk tasyahud dalam shalat itu apabila tasyahudnya dua kali, seperti shalat
yang tiga rakaat (maghrib) dan shalat yang empat rakaat (isya, dhuhur dan
ashar), maka cara duduk tasyahud yang pertama dengan cara duduk iftirasy,
sedangkan duduk tasyahud yang kedua dengan cara duduk tawarruk. Adapun
shalat yang tasyahudnya hanya satu kali, seperti shalat shubuh, shalat Jumat,
dan shalat witir (satu atau tiga rakat), maka duduknya dengan cara tawarruk, sama dengan duduk akhir dalam shalat(al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, II/154) .
Dalil-dalil yang dijadikan
dasar oleh Imam Syafi’i adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
shahihnya dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha’ bahwa beliau pernah duduk bersama
beberapa orang dari sahabat Nabi Saw. Lalu kami pun menyebutkan tentang
shalatnya Rasulullah Saw. Kemudian Abu Humaid As-Sa’idi berkata:
أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – رَأَيْتُهُ إِذَا كَبَّرَ جَعَلَ يَدَيْهِ حِذَاءَ مَنْكِبَيْهِ ، وَإِذَا رَكَعَ
أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ، ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ ، فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ ، فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ
غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلاَ قَابِضِهِمَا ، وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ
الْقِبْلَةَ ، فَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى
وَنَصَبَ الْيُمْنَى ، وَإِذَا جَلَسَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ
الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ .
“Aku adalah orang yang paling hafal di antara kalian
tentang shalat Rasulullah Saw. Aku melihatnya tatkala bertakbir, beliau
menjadikan kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya. Jika ruku’, beliau
menetapkan kedua tangannya pada kedua lututnya, lalu meluruskan punggungnya.
Jika mengangkat kepalanya, beliau berdiri tegak hingga kembali setiap dari
tulang belakangnya ke tempatnya. Jika sujud, beliau meletakkan kedua tangannya
tanpa menidurkan kedua lengannya dan tidak pula melekatkannya (pada lambungnya)
dan menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat. Jika beliau duduk pada
raka’at kedua, maka beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan
(duduk iftirasy). Jika duduk pada raka’at terakhir, beliau mengedepankan kaki
kirinya dan menegakkan kaki yang lain (kaki kanan), dan duduk di atas lantai –
bukan di atas kaki kiri- (duduk tawarruk).”(HR. Al-Bukhari No.828).
Mengenai maksud “Jika duduk pada raka’at terakhir …”,
Al-Hafid Ibnu Hajar (Fath al-Bari, III/228) berkata, ”Dan dalam riwayat Abdul Hamid
terdapat lafad,
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ.
“Sampai jika pada raka’at yang terdapat padanya
salam”. Dan dalam riwayat Ibnu Hibban,
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى
وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَرِ.
“(Pada raka’at) yang menjadi penutup shalat, maka
beliau duduk tawarruk dengan mengeluarkan kaki kiri dan duduk di atas
sisi kirinya.”
Dalam riwayat
Al-Nasa-i, terdapat lafad,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ فِي
الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ تَنْقَضِي فِيهِمَا الصَّلَاةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى
وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ
“Jika Nabi Saw duduk pada shalat dua raka’at yang
diakhiri dengan salam, beliau meletakkan kaki kirinya di bawah (kaki kanan) dan
beliau duduk di posisi kirinya dengan cara tawarruk (duduk di atas
lantai), kemudian mengucapkan salam.”(HR. Al-Nasa-i No.1262, dan al-Albani
men-shahih-kannya).
Berdasarkan hadis-hadis
tersebut, Imam Syafi’i memahami bahwa cara duduk tasyahud pada shalat yang dua
rakaat itu dengan cara tawarruk (al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306)..
Pendapat Imam Hanbali dan pengikutnya
Menurut Imam Hanbali, cara
duduk tasyahud dalam shalat itu apabila tasyahudnya dua kali, seperti shalat
yang tiga rakaat (maghrib) dan shalat yang empat rakaat (isya, dhuhur dan
ashar), maka cara duduk tasyahud yang pertama dengan cara duduk iftirasy,
sedangkan duduk tasyahud yang kedua dengan cara duduk tawarruk. Dalam
hal ini sama dengan pendapatnya Imam Syafi’i. Adapun shalat yang tasyahudnya
hanya satu kali, seperti shalat shubuh, shalat Jumat, dan lain-lain maka
duduknya dengan cara iftirasy. Dalam hal ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi'i(al-Syaukani, Nayl al-Authar, II/306). .
Dalil-dalil yang dijadikan
dasar oleh Imam Hanbali sama dengan Imam
Syafi’i yang merujuk pada hadis riwayat
Abu Humaid al-Sa’di. Adapun terjadinya perbedaan pendapat dengan Imam Syafi’i
tentang cara duduk tasyahud pada shalat yang dua rakaat, kalau Imam Syafi’i
berpendapat duduk tawarruk dan Imam Hanbali berpendapat duduk iftirasy,
maka Imam Hanbali mengambil dalil-dalil sebagai berikut:
Hadits Aisyah ra, beliau
berkata:
وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ
رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Rasulullah Saw mengucapkan at-tahiyyat pada
setiap dua raka’at (pada saat duduk tasyahhud), dan beliau melakukan duduk iftirasy
dengan menghamparkan kaki kirinya (di bawah pantat) dan menegakkan kaki
kanannya.” (HR. Muslim No.1138).
Hadis Abdullah bin Az-Zubair
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ
الرَّكْعَتَيْنِ افْتَرَشَ اْليُسْرَى، وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Adalah Rasulullah Saw jika duduk pada dua raka’at,
beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang kanan (duduk iftirasy,
pent).” (HR. Ibnu Hibban No 1943, menurut Syu’ayb al-Arnout sanadnya kuat).
Hadits Wail bin Hujr ra bahwa beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ جَلَسَ
فِيْ الصَّلاَةِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ اْليُمْنَى
“Aku melihat Rasulullah Saw ketika duduk dalam shalat,
beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy,
pent).” (HR. Ibnu Khuzaimah no 691)
Dalam lafad yang lain disebutkan:
فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى
وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Maka tatkala beliau duduk untuk tasyahhud, beliau
menghamparkan kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya di atas pahanya , dan
menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy, pent).” (HR. Tirmidzi No.
292, hadis hasan-sahih).
Berdasarkan hadis-hadis
tersebut, Imam Hanbali memahami bahwa duduk tasyahud dalam shalat yang dua
rakaat itu dilakukan dengan cara iftirasy (Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, II/44) ).
Kesimpulan:
Ulama berbeda pendapat
tentang cara duduk tasyahud pada shalat yang dua rakaat. Imam Hanafi
berpendapat sama dengan Imam Hanbali bahwa duduk tasyahudnya dengan cara iftirasy;
sedangkan Imam Maliki sama dengan Imam Syafi’i bahwa duduk tasyahudnya dengan cara tawarruk.
Masing-masing pendapat memiliki dalil berdasarkan hadis-hadis yang telah dipedomaninya.
Kita perlu mengetahui
perbedaan pendapat ini dengan maksud agar bisa memaklumi adanya perbedaan yang ada
di antara saudara-saudara kita sesama muslim tentang cara duduk tasyahud dalam
shalat yang dua rakaat. Dengan demikian tidak perlu dipertentangkan, apalagi dijadikan
ajang perdebatan dan permusuhan.
Kebanyakan ulama Indonesia, baik
dari kalangan Muhammadiyah maupun NU, dan
lain-lain, mereka cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa untuk shalat
yang hanya dua rakaat, cara duduk tasyahudnya adalah dengan cara tawarruk.
Wallahu A’lam !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar