PERANAN ORANGTUA MENGANTAR
KESUKSESAN ANAK
Oleh:
Achmad Zuhdi Dh
0817581229
1. Mempersiapkan calon Ibu-Bapak yang
berkualitas;
Ibarat orang yang ingin sukses
dalam berkebun, agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka benih yang hendak
disemaikan pun harus berkualitas, tidak boleh sembarangan. Begitu pula jika
menginginkan anak yang berkualitas, maka calon bapak-ibunya pun harus
dipersiapkan dengan baik, serasi, sevisi, seiman, dan berkualitas lahir maupun
batin. (QS.al-Baqarah, 221, al-Nur, 26, al-Rum, 21).
2.
Menanam benih di tempat yang baik dan dengan cara yang
baik dan benar ;
Benih
tanaman yang berkualitas untuk menjadi tanaman berkualitas haruslah disemaikan
di lahan yang kondusif. Lahan yang kondusif itu adalah keluarga sakinah,
mawaddah, dan rahmah (QS. al-Rum,
21). Yaitu suatu keluarga yang ditegakkan sebagai suatu organisasi
yang solid. Organisasi yang solid dibentuk untuk mencapai tujuan bersama dengan
cara kerja sama bukan sama-sama kerja. Apapun peran laki-laki dan perempuan di
sektor publik, di rumah tetap memiliki kedudukan yang tidak boleh diotak-atik,
laki-laki sebagai suami dan bapak, wanita sebagai istri dan ibu dengan segala
hak dan kewajibannya masing-masing. Kunci utama dalam memperkokoh dan
mengharmoniskan bangunan kelarga adalah dengan cara "masing-masing berbuat
yang terbaik buat keluarga". Nabi Saw bersabda:
خِيَارُكُمْ خِياَرُكُمْ لاَِهْلِهِ
"Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik
dalam bersikap terhadap keluarganya". (HR. al-Tabrani, al-Albani: Sahih).
Selain menciptakan suasana keluarga yang
kondusif, agar kelak menghasilkan keturunan (anak) yang unggul, maka sebelum
meletakkan benih (berhubungan suami-isteri), dianjurkan membaca doa sebagai
berikut:
بِاسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ
الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
"Dengan nama Allah, ya Allah
jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah
setan dari rizki (anak) yang kauberikan pada kami". (HR. al-Bukhari dan
Muslim)
Setelah selesai berhubungan, dianjurkan
berwudu. Hal ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ
لِلصَّلاَةِ.
"Dari 'Aisyah ra, ia berkata:
Rasulullah Saw itu apabila junub, kemudian mau makan atau tidur, maka
beliau melakukan wudu seperti wudu untuk shalat". (HR. Muslim).
3. Menyambut gembira dan rasa syukur atas lahirnya
anak.
Terlepas dari pertimbangan ekonomi, politik
dan budaya yang bisa berubah-ubah, pada dasarnya anak adalah anugrah, ni’mat
bahkan dalam do’a saat hendak berhubungan suami-istri, anak diistilahkan dengan
“rizki”. Kenikmatan itu pada dasarnya adalah hal yang positif tetapi dalam
kenyataannya bisa positif bisa negatif tergantung bagaimana kita menyikapinya termasuk
hadirnya seorang anak. Bersyukur adalah menyikapi kenikmatan secara positif dan
kufur adalah menyikapi kenikmatan dengan negatif.
Untuk menunjukkan rasa syukur atas lahirnya
anak, maka para kerabatnya dianjurkan membaca ucapan selamat dengan iringa doa
sbb:
بُوْرِكَ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ وَرُزِقْتَ
بِرَّهُ وَبَلَغَ أَشُدَّهُ
"Semoga (anak) yang diberikan Allah ini
membawa berkah untukmu, Engkau patut bersyukur kepada sang Pemberi (Allah),
semoga engkau mendapatkan kebaikannya, dan semoga ia tumbuh hingga dewasa"
(Al-Suyuti, al-Hawi, I/80)
4. Mengadzani dan mengqamati setelah kelahirannya.
Nabi Saw bersabda:
عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ وُلِدَ
لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى
رُفِعَتْ عَنْهُ أُمُّ الصَّبِيَّاتِ "
"Dari al-Husain bin Ali, ia berkata:
Rasulullah Saw bersabda: barangsiapa anaknya lahir, kemudian mengadzaninya di
telinga kanan lalu mengqamatinya pada telinga kiri, maka ia akan terbebas dari
gangguan um al-sibyan (jin, setan) (HR. al-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Al-Tirmidzi menilai hadis ini hasan, tetapi sebagian ulama men-daif-kannya.
Hikmah adzan di sini, menurut Ibn al-Qayyim
adalah agar pertama yang sampai pada pendengaran si bayi ini berupa suara
kalimat yang mengangungkan Allah. Wallahu a'lam! (Ibn al-Qayyim, Tuhfat
al-Maulud, VI/2)
5. Melakukan tahnik (mengolesi bayi
dengan kurma)
Hadis Nabi Saw riwayat al-Bukhari dan Muslim
dari Asma ra: bahwasanya pada saat seorang bayi dihadapkan kepada Rasulullah
saw, maka beliau memangkunya lalu meminta kurma lalu dikunyahnya; setelah itu
beliau meniupkan ke mulut bayi itu, selanjutnya mengoles-olesi bibir si bayi
itu dengan kurma yang sudah dilembutkan dan berdoa serta meminta kepada Allah
untuk keberkahannya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
6. Memberi nama anak yang baik.
Sebagai pribadi yang unik, maka sudah menjadi
kebiasaan setiap anak setelah kelahirannya pasti diberi nama. Rasululloh SAW bersabda:
فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ
"Karena itu pilihlah nama yang baik bagi
kalian” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud dan lain-lain).
Bahkan
beliau sering mengganti nama orang apabila nama aslinya dianggap jelek.
Pemberian nama yang baik, mengandung tiga hal yaitu:
1. Nama sebagai identitas, merk atau brand
sebagai panggilan yang baik.
2.
Nama sebagai assesori, perhiasan, mahkota yang dengannya anak merasa percaya
diri, bangga, minimal tidak malu atau minder.
3. Nama sebagai doa atau harapan yang
memiliki makna sesuai dengan potensi yang dibawa. Setelah diberi nama yang baik
pada saatnya anak harus dijelaskan tentang apa makna nama yang dimilikinya agar
memiliki dorongan untuk memiliki kepribadian sesuai dengan namanya.
7.
Selain memberi nama, juga
memotong rambut si bayi dan menyembelih aqiqah (seekor kambing untuk anak
perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki) pada hari ketujuh dari
kelahirannya.
Nabi Saw
bersabda:
عَنْ سَمُرَةَ ، أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينٌ بِعَقِيقَتِهِ
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ ، وَيُسَمَّى.
"Dari
Samurah, Rasulullah Saw bersabda: setiap anak yang lahir tergadai dengan
aqiqahnya, aqiqahnya itu disembelihkan pada hari ketujuh dari kelahirannya,
kemudian rambut bayi itu dicukur dan diberi nama". (HR. Ashhab al-Sunan).
Al-Albani: Sahih.
8.
Kenalkan
Masa Depan Yang Sempurna
Perbedaan orang yang kafir dan yang beriman
di antaranya adalah konsep tentang “masa depan”. Masa depan orang kafir sekedar
sebelum mati sedangkan masa depan mu’min meliputi sebelum dan sesudah mati
(Q.S. 2:200-201). Masa depan sebelum mati sifatnya mungkin sedangkan masa depan
sesudah mati sifatnya pasti. Masa depan sesudah mati harus diseriusi sedangkan
masa depan sebelum mati jangan dilupakan (Q.S. 28:77). Siapa yang
sungguh-sungguh mencari akhirat akan mendapat kemungkinan duniawi namun siapa
yang hanya sibuk mencari dunia jangankan mendapat kepastian masuk surga, bagian
di duniapun belum tentu mendapatkannya. Bisa jadi mati mendadak atau hidup
menderita komplikasi.
9.
Bekali
Ilmu Yang Memadai
Pada dasarnya setiap anak dilahirkan tanpa
memiliki ilmu (Q.S. 16:78) dan setiap manusia harus hidup berdasarkan ilmu
(Q.S. 17:36). Maka kewajiban orang tua di samping memenuhi kebutuhan
pertumbuhan maka harus dipenuhi pula kebutuhan perkembangannya. Paling tidak
setiap anak berhak untuk dibekali dengan tiga disiplin ilmu yaitu ilmu
syar’i atau agama untuk menghidupkan hatinya, ilmu profesi untuk
menghidupkan otaknya, dan ilmu beladiri untuk menghidupkan ototnya.
Setiap anak berhak untuk diantar menjadi takwa, cerdas, dan terampil sehingga
mampu menghadapi tiga masalah hidup yang tidak bisa dihindari oleh setiap
manusia yaitu: moralitas, relativitas, dan kriminalitas. Oleh karena itu
idealnya anak kita berhak untuk dididik menjadi Ulil Albab yaitu sosok
pribadi yang memiliki kemampuan sebagai ahli dzikir, ahli fikir, dan ahli
ikhtiar (Q.S. 3:190-191). Siap untuk menjadi aktivis masjid, sekolah, dan
lapangan. Terpadunya aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Untuk itu kita
bersyukur sudah banyak lembaga-lembaga pendidikan islam terpadu yang siap
membantu kita, tinggal kita saja yang harus banyak duitnya sebab pendidikan ini
belum mendapat perhatian dari pemerintah. Mungkin dibutuhkan kemampuan kita
untuk berjuang di dalam politik pendidikan.
10.
Ajari
Hidup Dari Realitas Dan Kendalikan Fasilitas
Hidup adalah perjuangan, setiap manusia
diciptakan untuk menghadapi kesulitan sekaligus diberi naluri untuk menemukan
kemudahan. Antara kesulitan dan kemudahan ibarat dua sisi mata uang yang tidak
bisa dipisahkan (Q.S. 94:5-6). Oleh karena itu agar anak kita bisa mudah
menghadapi kesulitan-kesulitan hidup mereka harus kita ajari hidup realistis.
Setiap yang dia dapatkan hendaknya sebagai hasil dari ikhtiarnya. Kita perlu
menghidupkan lagi pepatahyang mengajarkan berakit-rakit ke hulu berenang-renang
ke tepian. Ajari mereka menjadi perintis bukan menjadi pewaris, ajari mereka
sebagai pengais bukan sebagai pengemis, ajari mereka sebagai pelopor bukan
sebagai pengekor, ajari mereka sebagai penggerak bukan sebagai penggertak,
ajari mereka sebagai pemain bukan sebagai mainan. Jangan mentang-mentang kita
sukses secara ekonomi dan mampu memanjakan mereka lantas kita perlakukan mereka
sebagai ayam sayur yang besar dari fasilitas bukan dari realitas, sehingga
mereka menjadi sosok yang steril tetapi tidak imun, ada kesulitan sedikit
seakan-akan dunia sudah kiamat. Mungkin kita perlu mengambil ibrah dari
bagaimana ayam kampung mengantar anak-anak mereka untuk menjadi penakluk yang tahan
banting.
11.
Ajari Mereka
Memahami Tahapan Kehidupan (Manajemen Umur)
Hidup sebagai proses haruslah dilewati tahap
demi tahap (Q.S. 84:19). Bila sudah menyelesaikan suatu tahapan cepat bersiap
untuk memasuki tahapan berikutnya (Q.S. 94:7-8). Secara sederhana tahapan itu
bisa dikaitkan dengan ukuran umur. Umur manusia sekarang memiliki harapan hidup
antara 60-70 tahun. Paling tidak agar anak kita dapat melewati tahapan-tahapan
yang benar kita beri pengarahan melewati tahapan hidup per 20 tahunan. Tahapan
pertama usia 0-20 tahun titik tekannya adalah untuk penguasaan teori-teori
kehidupan atau mencari ilmu yang meliputi ilmu syar’i, profesi, dan beladiri
(Q.S. 16:78, Q.S. 17:36). Tahapan kedua usia 20-40 titik tekannya untuk
menguasai materi sebagai citra dunia atau perhiasan dunia sehingga usia 40
sudah memiliki status al amin atau yang dapat dipercaya di masyarakatnya
(Q.S. 3:14). Tahapan yang ketiga usia 40-60 titik tekannya pada penguasaan
nilai-nilai kehidupan agar hidup terhormat, mulia, bahagia, dan berwibawa (Q.S.
46:15-16). Tahapan yang keempat usia 60 sampai akhir hayat, titik tekannya
untuk persiapan masa transisi belajar meninggalkan dunia bersiap ke akhirat
dengan berusaha memiliki prasasti dan presasti (Q.S. 36:12) paling tidak ketika
mati memiliki peninggalan berupa shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak sholeh yang mendoakan (H.R. Muslim)
12.
Bekali
Dengan Tiga Prinsip Hidup Muslim
Agar mereka menjadi orang yang sukses dunia
akhirat bekalilah dengan tiga prinsip hidup muslim untuk meraih kemuliaan dan
kemenangan, yaitu iman, hijrah, dan jihad atau keyakinan,
perubahan, perjuangan atau cinta, proses, dan pengorbanan (Q.S. 9:20, Q.S.
2:218)
Referensi:
Al-Qur'an;
Al-Hadis;
Ibn
al-Qayyim, Tuhfat al-Maulud, VI/2.
Al-Suyuti,
al-Hawi, I/80
Al-Albani,
al-Silslah al-Sahihah, IV/334
Tidak ada komentar:
Posting Komentar