HAKIKAT
MANUSIA
MENURUT
'IBN AL-QAYYIM
Oleh
Achmad Zuhdi Dh
0817581229
Menurut 'Ibn al-Qayyim, manusia itu
terdiri dari badan dan roh. Bagian pertama merupakan ungkapan tentang badan
bangunan yang khusus yang dapat diraba ini, bagian kedua berupa roh atau jiwa
yang merupakan ungkapan tentang fisik yang lembut selain badan ini. Fisik yang
berbeda dalam hakikatnya dengan badan yang dapat diraba ini, merupakan fisik
yang bersifat cahaya, tinggi, ringan, hidup, bergerak, menyebar di setiap sel
anggota badan, berjalan di dalamnya seperti aliran air dalam saluran dan
seperti aliran minyak zaitun dari api dalam bara[1].
Selagi anggota badan ini masih bisa
menerima pengaruh yang muncul dari fisik yang lembut itu, maka fisik itu tetap
ada pada anggota badan ini, sehingga ia merasakan pegaruhnya yang berupa rasa,
gerakan dan kehendak. Jika anggota-anggota ini rusak karena didominasi komponen
yang menekannya dan tidak dapat menerima pengaruh itu, maka roh berpisah dengan
badan dan beralih ke alam roh (فارق الروح البدن وانفصل
الى عالم الارواح).[2]
Pendapat 'Ibn al-Qayyim ini didukung
beberapa dalil berikut ini:
Pertama, firman
Allah surat al-Zumar ayat 42:
اللَّهُ يَتَوَفَّى
الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي
قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [3]
Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang berfikir.
Menurut
'Ibn al-Qayyim, dalam ayat tersebut terkandung tiga petunjuk, yaitu (1) berita
tentang dipegangnya jiwa; (2) berita tentang ditahannya jiwa; dan (3) berita
tentang dilepaskannya jiwa.[4]
Kedua, firman
Allah surat al-'An‘a>m ayat 60-61:
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا
جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَهُوَ الْقَاهِرُ
فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ
تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ [5]
Dialah
yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di
siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan
umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu
Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. Dan Dialah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu
malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan
malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.
Menurut
'Ibn al-Qayyim, dalam ayat tersebut terkandung tiga petunjuk, yaitu (1)
informasi tentang ditidurkannya jiwa pada malam hari; (2) jiwa itu dikembalikan
ke badannya pada siang hari; (3) para malaikat mewafatkannya jika sudah tiba
saat kematiannya.[6]
Ketiga, hadis riwayat Ah}mad dari
'Abu> Hurayrah ra:
عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ إِنَّ الْمَيِّتَ تَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ
قَالُوا اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ
اخْرُجِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ
فَلَا يَزَالُ يُقَالُ ذَلِكَ حَتَّى تَخْرُجَ ثُمَّ يُعْرَجَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ
فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا فَيُقَالُ مَنْ هَذَا فَيُقَالُ فُلَانٌ فَيَقُولُونَ مَرْحَبًا
بِالنَّفْسِ الطَّيِّبَةِ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ ادْخُلِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي
بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ فَلَا يَزَالُ يُقَالُ لَهَا
حَتَّى يُنْتَهَى بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي فِيهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَإِذَا
كَانَ الرَّجُلُ السَّوْءُ قَالُوا اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ كَانَتْ
فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ اخْرُجِي ذَمِيمَةً وَأَبْشِرِي بِحَمِيمٍ وَغَسَّاقٍ وَآخَرَ
مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٍ فَلَا يَزَالُ حَتَّى تَخْرُجَ ثُمَّ يُعْرَجَ بِهَا إِلَى
السَّمَاءِ فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا فَيُقَالُ مَنْ هَذَا فَيُقَالُ فُلَانٌ فَيُقَالُ
لَا مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الْخَبِيثَةِ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ ارْجِعِي
ذَمِيمَةً فَإِنَّهُ لَا يُفْتَحُ لَكِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ فَتُرْسَلُ مِنْ السَّمَاءِ
ثُمَّ تَصِيرُ إِلَى الْقَبْرِ [7]
Dari Nabi Saw, ia bersabda:
Sesungguhnya orang yang mati itu ditemui para malaikat. Jika ia orang salih,
maka para malaikat berkata: "keluarlah wahai jiwa yang baik yang
sebelumnya berada di jasad yang baik. Keluarlah dalam keadaan terpuji, dan
terimalah kabar gembira berupa ketenangan dan kenikmatan serta Tuhan yang tidak
murka. Hal itu senantiasa dikatakan kepadanya hingga roh itu keluar, lalu
dibawa naik hingga tiba di langit. Langit diminta membukakan untuk
kedatangannya, lalu ada yang bertanya: "Siapakah itu?". Dijawab:
"Fulan bin Fulan".
Dikatakan: "Selamat datang
kepada jiwa yang baik yang sebelumnya berada di dalam badan yang baik pula.
Masuklah dalam keadaan terpuji dan terimalah kabar gembira berupa ketenangan
dan kenikmatan serta Tuhan yang tidak murka. Hal itu senantiasa dikatakan
kepadanya hingga ia tiba di langit yang di sana ada Allah. Jika orang buruk,
maka dikatakan kepadanya: "kembalilah wahai jiwa yang buruk yang
sebelumnya berada di badan yang buruk pula. Keluarlah dalam keadaan hina dan
terimalah kabar berupa air yang mendidih dan nanah serta hukuman-hukuman
lainnya". Hal itu senantiasa dikatakan kepadanya hingga ia keluar dan tiba
di hadapan Allah. Ditanyakan: "Siapa itu?". Dijawab: "Fulan bin
Fulan".
Dikatakan: "Tidak ada ucapan
selamat datang kepada jiwa yang buruk yang sebelumnya berada di badan yang
buruk pula. Keluarlah dalam keadaan hina, karena pintu-pintu langit tidak
dibukakan bagimu". Lalu ia dikirim ke bumi kemudian kembali ke
kubur".
Menurut
'Ibn al-Qayyim, hadis tersebut sahih, yang di dalamnya terkandung sepuluh
petunjuk, yaitu: (1) Roh itu sebelumnya ada yang berada di badan yang baik dan
ada yang di badan yang buruk. Berarti di sini ada keadaan dan ada tempat. (2) Keluar dalam keadaan terpuji. (3) Sabda
beliau: "terimalah kabar gembira berupa ketenangan dan kenikmatan".
Ini merupakan kabar gembira yang disampaikan kepadanya setelah roh itu keluar. (4)
Sabda beliau: "hal itu senantiasa dikatakan kepadanya hingga ia tiba di
langit". (5) Sabda beliau: "langit
diminta membukakan untuk kedatangannya ". (6) Perkataan: "masukklah
dalam keadaan terpuji". (7) Sabda beliau: "hingga ia tiba di langit
yang di sana ada Allah". (8) Perkataan yang disampaikan kepada jiwa yang
buruk: "kembalilah dalam keadaan hina". (9) Pintu-pintu langit tidak
dibukakan bagi jiwa yang buruk. (10)Sabda beliau: "lalu ia dikirim ke bumi
kemudian kembali ke kubur.[8]
Menurut
'Ibn al-Qayyim, semua orang yang berakal sepakat bahwa yang disebut manusia itu
adalah yang hidup ini, yang berpikir, makan, tidur, merasakan, bergerak
berdasarkan kehendak. Sifat-sifat ini ada dua macam, yaitu sifat-sifat yang
dimiliki badan dan sifat-sifat yang dimiliki roh dan jiwanya yang dapat
memikirkan. Sekiranya roh memiliki substansi yang kosong, tidak berada di dalam
alam ini maupun di di luarnya, tidak berhubungan dengannya namun tidak pula berpisah
darinya, tentunya manusia tidak berada di dalam alam ini dan tidak pula di
luarnya. Manusia secara keseluruhannya ada di dalam alam ini, badannya dan juga
rohnya.[9]
Lebih
lanjut 'Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan manusia itu adalah
wujud yang ada ini dan yang ada padanya. Wujud manusia yang tampak ini dan yang
ada padanya inilah yang menerima seruan dari Allah Swt. Begitu pula jika ada
pujian, celaan, pahala, siksa, anjuran dan larangan, maka yang menerima adalah
wujud yang ada ini dan yang ada padanya.[10]
'Ibn
al-Qayyim lebih lanjut mengatakan bahwa roh itu adalah sesuatu yang mengetahui
apa-apa yang diketahui indera-indera ini lewat alat-alatnya. Jiwa adalah indera
yang bisa mengetahui meskipun tidak bisa diraba. Hal-hal yang berupa fisik dan yang
tampak ini yang dapat diraba. Jiwa dapat merasakan karenanya, dapat menerima
keutamaan dan hinaan yang menghampirinya. Jiwa adalah penggerak menurut
pilihannya untuk menggerakkan badan, dengan cara paksaan dan penundukan.
Jiwalah yang mempengaruhi badan dengan suatu pengaruh sehingga ia merasa sakit,
nikmat, senang, sedih, rida, marah, putus asa, benci, mengingat, lalai, tahu,
mengingkari dan lain sebagainya. Pengaruh jiwa ini merupakan bukti paling nyata
tentang keberadaannya, sebagaimana pengaruh Khalik yang menunjukkan keberadaan
dan kesempurnaan-Nya.[11]
Menurut
'Ibn al-Qayyim, roh dan jiwa itu satu. Perbedaan antara roh dan jiwa itu
merupakan perbedaan dalam sifat bukan dalam zat. Dikatakan roh karena dengan
roh itu ada kehidupan badan, seperti halnya ri>h} (angin) yang
mendatangkan kehidupan. Disebut al-nafs (jiwa), boleh jadi karena ia
termasuk al-nafi>s (sesuatu yang berharga), karena nilai dan
kemuliaannya, atau boleh jadi karena termasuk tanaffus (hembusan napas),
sesuatu jika napas itu terhembus keluar karena dan banayaknya hembusan yang
keluar-masuk di dalam badan, sehingga disebut nafs. Begitu pula jiwa
memiliki gerakan. Jika seorang hamba sedang tidur, maka jiwa itu keluar dari
dirinya, dan jika terbangun, maka ia kembali lagi kepadanya.[12]
Menurut
'Ibn al-Qayyim, beberapa ayat al-Qur'an yang menyebutkan kata al-nafs (jiwa) yang berarti roh,
di antaranya adalah surat al-Fajr ayat 27:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي
إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي
جَنَّتِي (30)[13]
Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam
syurga-Ku.
Kemudian
surat al-'An‘a>m ayat 93:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ
مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ
وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ
عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ
عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ [14]
Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah
atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", Padahal tidak ada
diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan
menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya
Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan
sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayatNya.
Adapun
jiwa, apakah ia satu atau tiga, Ibn al-Qayyim[15]
berpendapat bahwa jiwa itu sebenarnya satu, namun ia memiliki tiga sifat, yaitu
al-nafs al-mut}ma'innah, al-nafs al-lawwa>mah dan al-nafs
al-'amma>rah. Disebut dengan al-mut}ma'innah karena pertimbangan
ketenangan yang sedang menuju kepada-Nya berkat ibadah, kecintaan, tawakkal,
kepasrahan dan rida kepada-Nya. Sedangkan disebut al-lawwa>mah karena
senantiasa mencela diri sendiri akibat keterbatasannya dalam mentaati Allah,
meskipun sebenarnya ia telah mengerahkan usaha dan kemampuannya. Adapun disebut
al-'amma>rah karena sifatnya yang selalu menyuruh kepada setiap
keburukan, yang memang merupakan tabiat jiwa, kecuali yang mendapatkan taufik
Allah dan pertolongan-Nya. Di dunia ini tak seorang pun yang terbebas dari
kejahatan jiwanya melainkan berkat taufik dan pertolongan Allah, sebagaimana
firman-Nya:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ [16]
Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
[1]
Shams
al-Di>n 'Abi>. ‘Abdilla>h 'Ibn Qayyim al-Jawzi>yah, al-Ru>h}
Fi> al-Ka>lam ‘ala> 'arwa>h} al-'amwa>t wa al-'ahya>' Bi
al-dala>'il Min al-Kita>b wa al-Sunnah wa al-'a>tha>r wa 'aqwa>l
al-‘ulama>' (Bayru>t: Da>r al-Fikr, 1992), 177-178.
[2] Ibid.
[5] Al-Qur'an, 6: 60-61.
[7] 'Ah}mad bin H{anbal, Musnad
al-'Ima>m 'Ah}mad bin H{anbal, Vol. XIV, (t.tp: Mu'assasah
al-Risa>lah, 1999), 377.
[9] Ibid., 193.
[10] 'Ibn al-Fad}l
al-Taymi> al-'As}baha>ni> (w.535 H) dalam al-H{ujjah meriwayatkan
'athar dari 'Ibn ‘Abba>s ra, ia berkata: "Senantiasa ada permusuhan di
antara manusia pada hari kiamat, hingga roh memusuhi badan. Roh berkata:
"wahai Tuhan aku dulu hanyalah roh yang datang dari-Mu. Engkau menjadikan
aku di dalam badan ini dan aku tidak mempunyai dosa apa pun". Sementara
badan berkata: "wahai Tuhan, dulu aku hanyalah badan. Engkau menciptakan
aku dan roh ini masuk kepadaku seperti api. Karenanya aku berdiri, dengannya
aku duduk, pergi dan datang. Aku tidak mempunyai dosa apa pun. Tuhan berkata:
"Akulah yang akan memutuskan perkara di antara kalian berdua. Beritahukan
kepada-Ku tentang orang buta dan orang yang tidak bisa berjalan, yang keduanya
masuk ke sebuah kebun. Orang yang tidak bisa berjalan berkata kepada orang
buta: "aku melihat buah. Sekiranya aku mempunyai dua kaki, tentu aku akan
mengambilnya". Orang buta berkata: "aku akan memanggulmu di atas
pundakku". Orang buta itu kemudian memanggul orang yang tidak bisa
berjalan, hingga dia bisa mengambil buah itu, lalu keduanya bisa memakannya.
Siapakah yang berdosa? Roh dan badan menjawab: "mereka berdua semuanya".
Allah berfirman: "Aku memutuskan seperti keputusan terhadap orang buta dan
orang yang tidak bisa berjalan. 'Abu> al-Qa>sim 'Isma>‘i>l bin
Muh}ammad bin al-Fad}l al-Taymi> al-'As}baha>ni, al-H{ujjah Fi>
Baya>n al-Mah}ajjah Wa Sharh} ‘Aqi>dah 'Ahl al-Sunnah, Vol. I
(al-Riya>d}: Da>r al-Ra>yah, 1999), 507. Baca juga 'Ibn
al-Qayyim, al-Ru>h}, 184.
[11] Ibid., 209.
[12] Ibid., 213.
[13] Al-Qur'an, 89: 27-30.
[14] Al-Qur'an, 6: 93.
[16] Al-Qur'an, 12: 53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar