Amalan Sunnah Seputar Idul Adha
Oleh:
Achmad Zuhdi Dh
0817581229
1.
Banyak beramal Shaleh pada 10
hari awal Dzul Hijjah
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا
أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ
ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari di mana suatu amal shaleh lebih
dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (tgl 1-10 Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah,
termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi Saw bersabda: “Termasuk
lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dgn jiwa
& hartanya (ke medan jihad), & tak ada satupun yang kembali (mati &
hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, & At Turmudzi)
2. Berpuasa sunnah Arafah ( 9 Dzul Hijjah)
Dari Abu Qatadah ra. Nabi Saw bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
“…Puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya & satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim).
3. Banyak bertakbir dan
dzikr-dzikr lainnya
Allah berfirman:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al Hajj: 28)
Dari Ibn Abbas ra
أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ
يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَياَّمِ التَّشْرِيْقِ، لاَ يُكَبِّرُ فِي الْمَغْرِبِ
Bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah).
Bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah).
(HR Ibn Abi
Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
4. Merayakan Idul Adha
Dari Anas bin Malik ra, beliau mengatakan:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ
وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا
كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى
وَيَوْمَ الْفِطْرِ ».
Bahwa ketika Nabi Saw tiba di Madinah, masyarakat
Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dgn bermain. Kemudian nabi Saw
bertanya: “Dua hari apakah ini?” mereka menjawab: kami merayakannya dgn bermain
di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian Nabi Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dgn dua hari yang
lebih baik: Idul Fitri & Idul Adha.”
(HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad & dinilai shahih
oleh Al albani)
5.
Berqurban
Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
“Laksanakanlah
shalat utk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.”
(QS. Al
Kautsar: 2)
Dari Abu Hurairah ra Nabi Saw bersabda:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Siapa yang memililki kelapangan namun dia tak
berqurban maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad & Ibn Majah
& dihasankan Al Albani)
Bagi orang yang hendak berqurban, hendaknya tidak
memotong kuku atau rambut dirinya (bukan hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1
Dzulhijjah sampai dia memotong hewan qurbannya. (Al-Nawawi, Syarah Shahih
Muslim, VI/472)
Dari Umu salamah ra dari Nabi Saw bersabda:
مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia
sembelih (di hari raya Idul Adha), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka
janganlah dia memotong rambutnya & kukunya sedikitpun, sampai dia
menyembelih qurbannya.”
(HR. Muslim)
Yahya bin Ya`mur pernah memberi fatwa di Khurasan:
Yahya bin Ya`mur pernah memberi fatwa di Khurasan:
أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا اشْتَرَى الْأُضْحِيَّةَ وَأَسْمَاهَا
وَدَخَلَ الْعَشْرُ أَنْ يَكُفَّ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ حَتَّى يُضَحِّيَ
Bahwasanya
orang yang telah membeli hewan kurban dan memberinya nama, dan sudah masuk
sepuluh hari (tgl 1-10 Dzul Hijjah) hendaknya ia menahan rambut dan kukunya
(tidak memotongnya) hingga ia menyembelihnya
Ibn
Hajar, al-Mathalib al-’Aliyah, X/445.
Amalan
Bid’ah di Bulan Dzulhijjah
(1)
Mengkhususkan
puasa di hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah)
dengan keyakinan bhw hari tsb memiliki keutamaan tertentu. Karena tak ditemukan dalil yang menganjurkan puasa secara khusus pada tanggal 8 Dzulhijjah, selain hadis palsu yang menyatakan:
dengan keyakinan bhw hari tsb memiliki keutamaan tertentu. Karena tak ditemukan dalil yang menganjurkan puasa secara khusus pada tanggal 8 Dzulhijjah, selain hadis palsu yang menyatakan:
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيةِ كَفَّارَةُ
سَنَةً
“berpuasa
pada hari tarwiyah dapat menghaapus dosa selama satu tahun.”
Imam
Ibnul Jauzi al-Qurasyi menegaskan bahwa hadis ini tidak shahih,
karena
di antara perawinya ada yang bernama al-Tibbi yang dikenal sebagai pendusta. (Al
Maudhu’at, 2/198), dan Al-Albani men-da’ifkannya dalam Irwa al-Ghalil,
IV/112).
Namun
jika seseorang berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah karena hadis shahih yang
menyebutkan keuatamaan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka diperbolehkan.
(2)
Ta’rif
di hari Arafah
Ta’rif adalah kegiatan di mana orang-orang yang tak sedang melaksanakan haji berkumpul bersama di masjid-masjid pada siang-sore hari, utk berdzikir dan berdo’a sebagaimana yang dilakukan orang yang sedang wukuf di Arafah. Sebagian ulama menegaskan bahwa kegiatan ini termasuk perbuatan bid’ah. Berikut beberapa nukilan riwayat para ulama yang melarang ta’rif:
Muhammad
bin Wadldlah al-Qurtubi dalam al-Bida‘
Wa al-Nahy ‘Anha, I/53-54 menerangkan:
Dari
Abu Hafs Al Madini, beliau menceritakan, bahwa masyarakat Madinah berkumpul
setelah asar di masjid Nabawi pada hari arafah. Mereka memperbanyak berdo’a.
Kemudian datanglah Nafi, bekas budak & murid Ibnu Umar, sambil mengatakan:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ الَّذِيْ
أَنْتُمْ عَلَيْهِ بِدْعَةٌ وَلَيْسَتْ بِسُنَّةٍ، إِنَّا أَدْرَكْنَا النَّاسَ
وَلاَ يَصْنَعُوْنَ مِثْلَ هَذَا
Wahai
manusia, sesungguhnya perbuatan yang sedang kalian lakukan adalah bid’ah dan
bukan sunnah (tidak ada ajarannya). Sesungguhnya kami pernah menjumpai para
sahabat, tak pernah melakukan hal ini..”
قال ابن عون شَهِدْتُ إِبْرَاهِيْمَ
النَّخَعِيْ سُئِلَ عَنْ اجْتِمَاعِ النَّاسِ عَشِيَّةً عَرَفَةَ فَكَرِهَهُ
وَقَالَ مُحْدَثٌ
Ibn
Aun berkata: “Aku melihat Ibrahim An-Nakha’i ditanya tentang praktik beberapa
orang yang berkumpul di masjid pada hari arafah. Beliau membencinya dan mengatakan: Itu bid’ah”.
Diriwayatkan
dari Sufyan bahwa beliau mengatakan:
لَيْسَتْ عَرَفَةُ إِلاَّ بِمَكَّةَ ،
لَيْسَ فِيْ هَذِهِ الأَمْصَارِ عَرَفَة
Arafah hanya ada di Mekah, sementara di daerah lain tak ada Arafah.
Arafah hanya ada di Mekah, sementara di daerah lain tak ada Arafah.
(Ibn Wadldlah
al-Qurtubi, Al Bida ‘ Wa al-Nahy
‘anha, I, 53-54 )
Imam
Malik menanggapi kegiatan ta’rif ini dgn mengatakan:
لَيْسَ هَذَا مِنْ أَمْرِ النَّاسِ ، وَإِنَّمَا مَفَاتِيْحُ هَذِهِ الأَشْيَاءِ مِنَ الْبِدَعِ
Ini bukan termasuk kebiasaan para sahabat. Kunci pintu perbuatan semacam ini bersumber dari bid’ah.
(Abu Syamah, al-Ba’ith
‘Ala Inkar al Bida`, I/32 )
والله اعلم بالصّواب
Wallahu
A’lam Bi al-Shawab
شُكْراً كَثِيْراً
Tidak ada komentar:
Posting Komentar