Minggu, 09 April 2023

MENGAPA ADA SIANG DAN MALAM

 

MENGAPA ADA SIANG DAN MALAM

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

Permasalahan

Dalam kehidupan sehari-hari, ada hal yang luar biasa, tetapi terkadang terasa biasa-biasa saja karena mungkin sudah terbiasa. Misal adanya siang dan malam. Namun, dalam beberapa ayat, Allah bersumpah demi malam dan juga bersumpah demi siang (QS. Al-Lail, 1-2). Tentu ada rahasianya. Apa maksud Allah bersumpah demi malam dan demi siang, apa hikmah dibalik terciptanya siang dan malam, dan kenapa dalam beberapa ayat al-Qur’an dan juga al-Hadis, Allah mengistimewakan malam sedemikian rupa? Mohon Pengasuh Konsultasi Agama berkenan memberikan penjelasannya. Atas perkenannya saya ucapkan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairan katsiran! (Putri, Waru Sidoarjo).

Pembahasan:

              Di antara maksud Allah bersumpah dalam al-Qur’an adalah utuk meyakinkan hamba-Nya agar mau memperhatikan firman-Nya. Mana’ Al-Qattan mengatakan:

فاَلْقَسَمُ فِي كَلَامِ اللهِ يُزِيْلُ الشُّكُوْكَ، وَيُحْبِطُ الشُّبْهَاتِ، وَيُقِيْمُ الْحُجَّةَ، وَيُؤَكِّدُ الْأَخْبَارَ، وَيُقَرِّرُ الْحُكْمَ فِي أَكْمَلِ صُوْرَةٍ

Sumpah dalam al-Qur’an digunakan untuk menghilangkan keraguan, membatalkan syubhat, menegakkan argumentasi, menguatkan berita, dan menetapkan hukum secara sempurna” (Mana’ al-Qattan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, I/301).

              Dalam al-Qur’an, Allah beberapa kali bersumpah dengan menggunakan nama makhluknya. Misalnya, “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan demi siang apabila terang benderang” (QS. Al-Lail, ayat 1-2). Menurut para ahli Tafsir, ayat-ayat yang berdiksi sumpah (qasam) tersebut bertujuan hendak memberi isyarat kepada manusia bahwa makhluk yang dijadikan sumpah-Nya itu adalah sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Untuk memahami maksud diciptakananya malam dan siang, dapat kita telaah firman Allah swt berikut ini:

وَمِنْ رَّحْمَتِه جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوْا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِه وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Berkat rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang agar kamu beristirahat pada malam hari, agar kamu mencari sebagian karunia-Nya pada siang hari, dan agar kamu bersyukur kepada-Nya (QS. Al-Qashash, 73).

              Ayat tersebut mengingatkan kita agar menyadari bahwa terciptanya malam dan siang adalah merupakan bagian dari rahmat Allah yang harus disyukuri. Kalau tidak ada pergantian siang dan malam, maka manusia mungkin tidak bisa hidup di dunia ini. Peredaran siang dan malam membuktikan bahwa Allah itu tetap Hidup. Kalau Allah tidak Hidup maka tidak akan ada yang mengatur peredaran siang dan malam itu.

              Allah menciptakan malam itu, di antara hikmahnya adalah agar manusia bisa menggunakannya untuk istirahat. Kepenatan, kelelahan, dan kepayahan akibat pekerjaan di siang hari dan akibat panas tekanan cahaya matahari dapat dihilangkan dengan istirahat di malam hari. Kemudian tidur pulas beberapa jam di malam hari dapat pula menyegarkan kembali urat-urat saraf. Dengan demikian, tidur di malam hari itu, bukan hanya badan yang beristirahat, tetapi pikiran pun juga bisa diistirahatkan.

              Menurut pakar kesehatan, tidur malam yang bagus adalah antara pk. 23.00 sd pk. 02.00 Wib tanpa lampu. Pada saat itu produksi kelenjar melatonin mencapai puncaknya. Di antara fungsi hormon melatonin adalah mengurangi ketegangan jiwa, memperbaiki tidur, memperkuat daya kekebalan tubuh, meningkatkan daya tahan terhadap bakteri dan virus, mencegah kanker, dan mencegah pikun (Iftachul ‘Ain Hambali, Islamic Pineal Therapy, 2011:18-23).

              Allah menegaskan:

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا

“Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat, dan kami menjadikan malam sebagai pakaian” (QS. Al-Naba, 9-10).

              Pada siang hari, Allah sengaja menjadikannya untuk manusia agar dapat mencari sebagian karunia-Nya. Setelah bangun di pagi hari, maka datanglah hari baru, dan badan serta pikiran pun telah segar kembali. Saat itu kesempatan baik buat bekerja dan berusaha mencari kebutuhan hidup sehari-hari. Hidup di dunia ini isinya adalah untuk bekerja dan berusaha guna bisa bertahan hidup. Semuanya telah dipersiapkan Allah di muka bumi ini. Di siang hari itulah manusia bisa bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

              Allah menegaskan:

وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan” (QS. Al-Naba, 11).

              Malam untuk ketenangan dan istirahat, sedangkan siang untuk bergiat dan bekerja. Adapun yang diharap adalah karunia Allah yang telah disediakan di muka bumi ini. Manusia yang tidak bekerja dan tidak berusaha, maka bisa saja ia tidak akan mendapatkannya. Manusia diberi akal, panca indera, dan tenaga adalah untuk mencari karunia yang telah disediakan Allah di muka bumi. Manusia telah diperintahkan, selain beriman kepada Allah juga beramal shalih, yaitu bekerja dengan baik di dunia ini.

Karena itu, terjadinya pergantian malam dan siang, siang dan malam hendaklah dimanfaatkan dengan baik dan disyukuri dengan sebenar-benarnya. Tanda syukur yang sebenar-benarnya adalah mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Ada waktu untuk bekerja, ada waktu untuk mencari ilmu dan mencari karunia Allah, dan ada juga waktu untuk beristirahat dan bertaqarrub serta beribadah kepada Allah.

Lalu kenapa di malam hari ditekankan agar digunakan untuk banyak beribadah? Karena malam itu adalah waktu yang strategis dan sangat istimewa untuk bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah. Paling tidak ada lima keistimewaan malam bila untuk beribadah.

              Pertama, malam untuk bertahajjud. Selain shalat wajib isya di awal malam, juga dianjurkan memanfaatkan sebagian malam, terutama sepertiga malam terakhir untuk bangun tidur kemudian shalat tahajjud. Allah swt berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِه نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا

“Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (QS. Al-Isra, 79).

              Tahajud artinya Sahar, yaitu jaga atau tidak tidur malam. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan bertahajud adalah bangun beribadah setelah tidur malam. Sebagian yang lain berpendapat bahwa bertahajud bisa dilakukan, baik sebelum tidur atau sesudah tidur. Dalam ayat tersebut mengandung perintah mengisi sebagian malam untuk membaca al-Qur’an dan shalat malam (Imam al-Mawardi, Tafsir al-Mawardi, III/264).

              Kedua, malam untuk meningkatkan kualitas diri. Allah berfirman:

 يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ نِّصْفَهٓ اَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًاۙ اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ

“1. Wahai orang yang berselimut (Nabi Muhammad), 2.  bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, 3. (yaitu) seperduanya, kurang sedikit dari itu, 4.  atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. 5.  Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. 6.  Sesungguhnya bangun malam itu lebih kuat (pengaruhnya terhadap jiwa) dan lebih mantap ucapannya (QS. Al-Muzammil, 1-6).

              Ayat-ayat tersebut merupakan perintah kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad saw.) dan umatnya untuk bangun dan shalat malam. Selain itu juga perintah membaca al-Qur’an secara tartil di malam hari. Allah menjanjikan kepada hamba-Nya yang mau shalat dan membaca al-Qur’an di tengah malam atau sepertiga malam terakhir, dengan janji memberikan keteguhan hati dan kemantapan bicara (Abd al-Rahman al-Sa’di, Tafsir al-Sa’di, I/892).

              Ketiga, malam sebagai waktu mustajabnya berdoa.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَة

Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: "Aku mendengar Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang muslim mendapati saat itu, lalu ia memohon kepada Allah, baik kebaikan dunia mau pun akhirat, kecuali Allah akan mengabulkannya. Demikian itu terjadi pada setiap malam” (HR. Muslim No. 1806).

              Hadis tersebut menegaskan bahwa tiap-tiap malam itu merupakan saat mustajabnya berdoa. Selain itu juga untuk memotivasi agar menjadikan malam-malam untuk berdoa dengan harapan terkabul (al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, VI/36).  

              Keempat, malam sebagai waktu paling utama untuk salat.  

 

سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَىُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ

 

Rasulullah saw. ditanya, “Shalat apakah yang lebih utama setelah shalat fardhu, dan puasa apakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Beliau bersabda, “Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malam dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yakni) Muharram.” (HR. Muslim No.2813).

              Hadis tersebut menyatakan bahwa shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat yang dilakukan di keheningan malam, yaitu di akhir malam atau saat sepertiga malam terakhir. Keterangan ini didukung oleh hadis Riwayat al-Tirmidzi No. 3579, Nabi saw bersabda: “suasana yang sangat dekat antara Allah dan hamba-Nya adalah saat akhir malam atau sepertiga malam terakhir (al-Shan’ani, Subul al-Salam, II/261).

Kelima, malam sebagai waktu terbaik untuk bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt.  Allah swt. berfirman:

وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

Dan pada akhir malam (waktu sahur) mereka memohon ampunan (kepada Allah) (QS. Al-Dzariyat, 18).

              Hadis qudsi menerangkan, ketika memasuki sepertiga malam terakhir, Allah berfirman: “Aku adalah Raja, Aku adalah Raja. Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni. Yang demikian itu hingga terbit fajar” (HR. Muslim No. 1809).

Menurut al-Nawawi, pengulangan kalimat “Aku adalah Raja” hingga dua kali menunjukkan kesungguhkan Allah untuk meyakinkan hambaNya. Sedangkan pernyataan Allah “yang demikian itu berlaku hingga terbit fajar”, menunjukkan panjangnya peluang yang diberikan kepada manusia untuk mendapatkan rahmatNya di malam hari. Hadis tersebut juga menerangkan bahwa sepanjang malam terutama sepertiga malam terakhir adalah saat-saat baik dan strategis untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat, berdoa, dan beristighfar (al-Nawawi, al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, VI/37038).

              Begitu istimewanya “malam” hingga Allah memilihnya untuk peristiwa-peristiwa agung terjadi saat itu, seperti malam peristiwa isra dan mi’raj, turunnya al-Qur’an, dan datangnya lailatul qadar.

(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN pada Bulan April 2023)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar