HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL
BAGI SEORANG MUSLIM
Oleh:
DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Di kalangan umat
Islam, terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum mengucapkan selamat natal
bagi seoang muslim. Sebagian ulama mengharamkannya, dan sebagian yang lain
membolehkannya. Apa alasan mereka? Adakah dalil-dalil dari al-Qur’an dan
al-Hadis yang dijadikannya sebagai dasar?
Pendapat Yang Mengharamkannya.
Ibnul
Qoyyim al-Jauziyah (Ahkam Ahl al-Dzimmah, I/441) dan para pengikutnya
seperti Syeikh Ibn Baz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati
mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqail
berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram
karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak
meridhai adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya di dalam
pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan
mereka dan hal ini diharamkan.
Di antara bentuk-bentuk tasyabbuh adalah ikut serta di dalam hari raya tersebut dan mentransfer
perayaan-perayaan mereka ke negeri-negeri Islam.
Mereka juga
berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari
sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang
digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim di dalam
menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya
mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus di dalam
ibadah mereka.
Pemberian ucapan
selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu
berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan
prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya:
إِنْ تَكْفُرُوا
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا
يَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya : “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu
dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur,
niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Jadi pemberian
ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia kerabat, teman
dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya.
Islam memerintahkan setiap umatnya untuk bisa membedakan
penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
”Bedakanlah
dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar ra)
Islam melarang
umatnya untuk meniru-niru berbagai perilaku yang
menjadi bagian ritual keagamaan tertentu di luar Islam atau mengenakan simbol-simbol yang
menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka. Rasulullah saw bersabda:
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ ».
”Siapa yang
meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud dai Ibnu Umar ra). Syekh Al-Albani menilai hadis tersebut hasan shahih (Sunan
Abu Dawud, II/441)
Pendapat Yang membolehkannya
Syeikh Dr. Yusuf
Al-Qardhawi mengatakan bahwa merayakan hari raya
agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan
termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni’ah saat perayaan agama lainnya. Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak
melarang kami untuk memberikan tahni’ah kepada non muslim warga negara
kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini
termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah, 8)
Kebolehan memberikan tahni’ah ini
terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni’ah kepada
kita dalam perayaan hari raya. Allah berfirman:
وَإِذَا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
Artinya: Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan
segala sesuatu. (QS. An-Nisa’: 86)
Namun Syeikh
Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim
untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.
Dr.Musthafa
Ahmad Zarqa’, dalam bank fatwa situs www.Islamonline.net,
menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim
mengucapkan tahniah kepada orang kafir. Beliau mengutip hadits yang
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi.
Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas
kebenaran agama yang dianut jenazah tersebut. Sehingga
menurut beliau, ucapan tahni’ah (ucapan selamat) kepada saudara-saudara
pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan
pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah
(basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang
kebetulan berbeda agama.
Beliau juga
memfatwakan bahwa karena ucapan tahni’ah ini dibolehkan, maka pekerjaan
yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun
hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya. Namun
beliau menyatakan bahwa ucapan tahni’ah ini harus dibedakan dengan ikut
merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri
perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan
natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.
Majelis Ulama
Indonesia (MUI), dalam fatwanya tahun 1981 tidak secara tegas menyatakan hukum
mengucapkan selamat natal, tetapi senada dengan pandangan al-Qardhawi dan
al-Zarqa, Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan fatwa bahwa “Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam
hukumnya haram”.
Pendapat Yang Moderat
Selain adanya dua
pandangan yang saling bertentangan tersebut di atas, yaitu antara yang
mengharamkan dan membolehkan, ada juga pandangan yang moderat, tengah-tengah
anatara dua pandangan sebelumnya, yakni tidak mengharamkan secara mutlak tapi
juga tidak membolehkan secara mutlak. Pendapat ketiga ini memilah-milah antara ucapan yang benar-benar haram dan ucapan
yang masih bisa ditolelir.
Dr. Abdussattar Fathullah Said, Profesor di bidang Ilmu Tafsir dan
Ulumul-Quran di Universitas Al-Azhar Mesir, dalam masalah tahni’ah ini
beliau berhati-hati dan memilahnya menjadi dua yaitu ada tahni’ah yang halal dan ada
yang haram.
1. Tahni’ah yang halal adalah tahni’ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal
yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan
termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Contohnya ucapan, “Semoga Tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya
kepada Anda di hari ini .” Beliau cenderung membolehkan ucapan
seperti ini.
2. Tahni’ah yang haram adalah tahni’ah kepada orang kafir yang mengandung unsur
bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram.
Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi,
” Semoga Tuhan memberkati diri anda sekeluarga.” Beliau membolehkan memberi hadiah
kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau
apapun yang diharamkan Allah.
Termasuk dalam
kelompok pendapat yang moderat adalah membedakan hukum antara mengucapkan
selamat natal karena terpaksa dengan yang tidak karena terpaksa. Jika seorang muslim berada di antara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti
muslim yang tempat tinggalnya di antara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai
yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis
muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang
berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan
ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya
tersebut disebabkan situasi “keterpaksaan”. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak
dibarengi dengan keridhaan di dalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar
dan bertaubat.
Di antara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai
muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia
akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa
muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka
kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi
hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non
muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani
di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya. Pendapat ini berdasarkan kepada firman Allah
swt sbb:
مَنْ كَفَرَ
بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ
وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Barangsiapa
yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman
(dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS.
Al-Nahl, 106).
Adapun apabila keadaan atau kondisi
sekitarnya tidak memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali
terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani
sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya
mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
25 Desember Bukan
Hari Lahir Nabi Isa
Lepas dari
perdebatan seputar fatwa haramnya mengucapkan selamat natal, ada masalah yang
lebih penting lagi. Yaitu kesepakatan para ahli sejarah bahwa Nabi Isa sendiri
tidak lahir di tanggal tersebut. Tidak pernah ada
data akurat pada tanggal berapakah beliau itu lahir. Yang jelas 25 Desember itu
bukanlah hari lahirnya karena itu adalah hari kelahiran anak Dewa Matahari di
cerita mitos Eropa kuno. Mitos itu pada sekian ratus tahun setelah wafatnya
nabi Isa masuk begitu saja ke dalam ajaran kristen lalu diyakini sebagai hari
lahir beliau. Padahal tidak ada satu pun ahli sejarah yang membenarkannya. Bahkan British Encyclopedia dan American Ensyclopedia
sepakat bahwa tanggal 25 Desember bukanlah hari lahirnya Isa as.
Jadi kalau
pun ada sebagian kalangan yang tidak mengharamkan
ucapan selamat natal, ketika diucapkan pada even natal, ucapan itu mengandung
sebuah kesalahan ilmiyah yang fatal. (dirujuk dari berbagai sumber).
Wallahu A’lam
bishshawab !
terima kasih
BalasHapus