Selasa, 12 Maret 2024

KIAT MERAIH SALAT KHUSYUK

 MERAIH SALAT KHUSYUK

 Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Permasalahan

              Dalam QS. Al-Mukminun ayat 1-2, Allah menjamin orang-orang yang beriman akan memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan apabila bisa khusyuk salatnya. Namun, jarang sekali ada penjelasan tentang kiat meraih khusyuk dalam salat. Bahkan ada yang mengatakan, meraih khusyuk itu sulit sekali kalau tidak boleh dikatakan tidak mungkin. Melalui rubrik konsultasi agama ini, saya mohon Pengasuh berkenan membahas bagaimana tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah mengenai kiat-kiat meraih khusyuk dalam salat. Atas perkenannya saya ucapkan terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’! (Kiswanto Gresik).

Pembahasan

              Memang sejak kecil kita sudah diajari dan dilatih bagaimana tata-cara salat, baik menyangkut gerakan-gerakannya maupun bacaan-bacaan dzikir dan doanya, tetapi hampir tidak pernah diajari bagaimana cara meraih khusyuk dalam salat. Akhirnya kebanyakan kita melakukan salat hanya dengan menghafal bacaan dan gerakan-gerakan tanpa ruh, tanpa penghayatan.

Akibat dari pelaksanaan salat yang hanya memperhatikan tata cara gerakan, bacaan dzikir dan doanya, ketika Ramadhan tiba, tidak sedikit imam salat tarawih yang adu cepat dalam menyelesaikan salatnya. Biasanya sebuah musalla atau masjid di kampung yang imamnya cepat, di situ akan banyak penggemarnya.

Apa sebenarnya khusyuk itu? Bagaimana caranya bisa meraih khusyuk? Berikut ini akan dipaparkan mengenai arti khusyuk dan bagaimana kiat-kiat untuk dapat meraih khusyuk dalam salat dengan merujuk kepada al-Qur’an, al-Sunnah, dan pandangan ulama.

Ibn Katsir mengutip pendapat ulama masa sahabat dan tabi’in tentang arti orang-orang yang khusyuk. Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud orang-orang khusyuk adalah orang-orang yang mengimani apa yang diturunkan Allah. Mujahid berkata, maksudnya adalah orang-orang yang benar-benar beriman. Abu al-Aliyah berkata, maksudnya adalah orang-orang yang takut. Al-Muqatil bin Hayyan berkata, orang-orang yang khusyuk adalah orang-orang yang rendah hati. Al-Dahhak berkata, orang-orang yang khusyuk adalah orang-orang yang berserah diri untuk melakukan ketaatan kepadaNya, (Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, I/253).

Abdul Qadir dalam kitabnya Bayan al-Ma’ani menerangkan makna khusyuk:

وَاعْلَمْ أَنَّ الْخُشُوْعَ هُوَ جَمْعُ الْهِمَّةِ وَالْإِعْرَاضِ عَنْ سِوَى اللَّهِ وَالتَّدَبُّرِ فِيْمَا يَجْرِيْ عَلَى لِسَانِهِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ، لِأَنَّ مَنْ لاَ يَتَدَبَّر الْقِرَاءَةَ لاَ يَعْرِف مَعْنَاهَا ، وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْ مَعْنَاهَا لاَ يَخْشَع لهَاَ، وَمَنْ لاَ يَخْشَع لَهاَ فَكَأَنَّهُ لَمْ يَقْرَأ.

Ketahuilah bahwa khusyuk itu merupakan gabungan antara niat yang kuat dan berpaling dari selain Allah, kemudian merenungkan dan menghayati bacaan serta dzikir yang dibaca melalui lisan. Karena itu, siapa yang tidak merenungkan bacaannya, ia tidak akan mengetahui maknanya; siapa yang tidak mengetahui maknanya, ia tidak akan bisa khusyuk, dan barangsiapa tidak khusyuk, ia seakan-akan tidak membacanya (Abdul Qadir Mulla Huwaysh, Bayan al-Ma’ani, IV/340).

              Al-Utsaimin mengatakan, khusyuk adalah ketika seseorang mencurahkan isi hati untuk berdoa, melupakan segalanya, tidak memikirkan apapun, dan merasa bahwa dirinya kini sedang berhadapan dengan Allah swt. yang mengetahui isi hatinya, melihat perbuatannya, dan mendengar ucapan-ucapannya (al-Utsaimin, Fatawa Nur Ala al-Darb, XIX/43).

              Nashruddin mengatakan, khusyuk merupakan anugerah dari Allah, yaitu anugerah yang diberikan kepada para hamba-Nya yang benar-benar beribadah dan Ikhlas kepada-Nya. Mengamalkan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya (Muhammad Nashruddin, Fashl al-Khithab Fi al-Zuhd Wa al-Raqa-iq Wa al-Adab, V/254).

              Dari sejumlah definisi tentang khusyuk tersebut dapat difahami bahwa khusyuk adalah tumbuhnya kesadaran ruhani bahwa dirinya ketika salat merasakan sedang bertemu, berhadapan, dan berdialog dengan Allah swt. dengan penuh ketundukan.

Allah menjanjikan bahwa orang yang berhasil khusyuk dalam salatnya akan meraih kesuksesan dan kebahagiaan.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya (QS.al-Mukminun, 1-2).

              Masalahnya, mungkinkah seseorang bisa meraih khusyuk? Insya Allah, seseorang akan berhasil khusyuk dalam salatnya apabila berusaha dan berkeyakinan bahwa (1)setiap orang berpotensi meraih khusyuk dalam salatnya, karena tidak mungkin Allah memerintahkan dan memberi beban kepada umatNya yang tidak akan mampu melakukannya; (2)perintah salat, sebenarnya bukanlah sekedar kewajiban yang harus ditunaikan, tetapi lebih dari itu, salat sebenarnya merupakan kebutuhan dan sarana bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan. Allah swt. berfiman:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk; (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (QS. al-Baqarah, 45-46).

Berikut ini beberapa petunjuk dari Rasulullah saw. tentang cara melakukan salat yang benar sehingga dapat meraih khusyuk.

Pertama, niat ikhlas karena Allah. Niat ikhlas adalah kesadaran untuk melakukan salat hanya karena Allah semata untuk mendapatkan ridha-Nya. Betapa pentingnya niat yang ikhlas, Nabi saw. bersabda:

 إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِىَ بِهِ وَجْهُهُ.

 “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan yang tidak didasari niat yang ikhlas dan semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya (HR. Al-Nasa-i, 3140. Syekh al-Albani menilai hadis ini hasan-sahih).

Kedua, meneladani salat Rasulullah saw. Syekh al-‘Utsaimin dalam kitabnya Fiqh al-‘Ibadat (hal.337-338), mengatakan bahwa ada dua syarat agar amal ibadah diterima Allah swt., yaitu (1) ikhlas karena Allah, dan (2) mengikuti sunnah Rasulullah. Tentang keharusan meneladani salat Rasulullah Saw., disebutkan dalam Sahih al-Bukhari sebagai berikut:

 قَالَ ... وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

Beliau bersabda: “Salatlah seperti yang kalian lihat cara saya melakukan salat” (HR. Al-Bukhari, 6008).

Ketiga, merasa seakan-akan melihat Allah. Untuk bisa meraih khusyuk dalam salat, seseorang harus menyadari bahwa ketika berdiri menghadap kiblat, sebenarnya ia sedang berhadapan dengan Allah. Kesadaran ini sangat penting untuk mencapai perhatian yang fokus, hanya Allah yang ada di hadapannya. Kesadaran ini disebut dengan istilah “ihsan”.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَا الإِحْسَانُ قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

Dari Abu Hurairah ra, ia meriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya oleh Jibril tentang apa itu ihsan, Nabi Saw. kemudian menjelaskan: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya (di hadapanmu) dan jika engkau tidak sanggup melihatNya maka sadarilah bahwa pada saat engkau salat itu sedang dilihat oleh Allah” (HR. Al-Bukhari, 4777 dan Muslim, 102).

Keempat, berdialog dengan Allah. Salah satu usaha untuk bisa meraih khusyuk dalam salat adalah menjadikan kegiatan salat sebagai media untuk berdialog dengan Allah, terutama ketika sedang membaca surat al-Fatihah. Berikut ini hadis qudsi tentang dialog manusia dengan Allah saat membaca Surat al-Fatihah. Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda: Allah berfirman:

“…Apabila hambaKu membaca “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”, Allah menjawab: “Hambaku telah memujiKu”. Apabila hambaKu membaca “arrahmanir rahim”, Allah menjawab: “HambaKu telah menyanjungKu”. Apabila hamabaKu membaca “maliki yaumiddin”, Allah menjawab: “Hambaku telah memuliakan Aku”, sekali waktu Allah menjawab: “HambaKu telah pasrah kepadaKu”. Apabila hambaKu membaca “iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in”, Allah menjawab: “Ini adalah antara Aku dan hambaKu, dan bagi hambaKu ia akan mendapatkan apa yang diminta”. Apabila hambaKu membaca “ihdinash-shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdubi ‘alaihim waladdaallin”, Allah menjawab: “Ini adalah untuk hambaKu, dan bagi hambaKu ia akan mendapatkan apa yang diminta” (HR. Muslim, 904).

Kelima, berbisik-bisik dengan Allah swt. Di dalam salat, selain ada gerakan-gerakan khusus juga ada bacaan-bacaan atau doa pada setiap gerakan salat.
Untuk bisa meraih khusyuk dalam salat, setiap bacaan atau doa dalam salat harus difahami dan dihayati dengan baik. Hal ini penting agar setiap gerakan dalam salatnya dapat digunakan untuk bermunajat, berbisik-bisik dengan Allah swt. Dari Anas ra, Nabi saw. bersabda:

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِى رَبَّهُ فَلاَ يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلاَ عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ

Apabila seseorang di antara kamu melakukan salat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Tuhannya, karena itu hendaknya ia tidak meludah ke depannya dan ke sebelah kanannya, tetapi ke sebelah kiri di bawah kakinya (HR. Al-Bukhari, 405 dan Muslim, 1258).

Keenam, tumakninah setiap gerakan salat; Tumakninah adalah melakukan salat dengan tenang, tidak bergerak setiap mengganti gerakan, baik saat rukuk, iktidal, sujud, maupun duduk di antara dua sujud. Dia harus ada pada posisi tersebut, di mana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tidak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam salat, sampai dia selesai tumakninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi saw. bersabda kepada seseorang yang tergesa-gesa dalam salatnya:

إِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، فَعُدْ لِصَلاتِكَ

“Sesungguhnya kamu belum salat, maka ulangi salatmu” HR. al-Baihaqi, 4168 dan al-Thabrani, 20741. Al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Albani, Irwa-il Ghalil, II/45).

Dalam hadis lain, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mengajarkannya: “Apabila engkau berdiri hendak salat maka ucapkan takbir (Allahu Akbar), kemudian bacalah al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian rukuklah hingga engkau terasa tenang dalam keadaan rukuk, kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau tegak berdiri, kemudian sujudlah hingga engkau terasa tenang dalam keadaan sujud, kemudian angkatlah kepalamu dari sujud hingga engkau terasa tenang dalam keadaan sujud. Lakukanlah seperti itu dalam semua salatmu” (HR. Al-Bukhari, 757 dan Muslim, 911).

Hadis tersebut dapat difahami bahwa saat salat harus memperhatikan tumakminah. Dengan adanya tumakninah, salat dapat dimanfaatkan untuk berbisik-bisik dan berdialog dengan Allah. Dari sini kita dapat memahami bahwasanya salat itu bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban tetapi juga sebagai media untuk berkomunikasi, konsultasi dan mengadu kepadaNya. Allah berfirman:  

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (QS. Thaha, 14).


(Artikel ini telah dimuat dalam Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi Bulan Pebruari 2024)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar