Selasa, 16 Januari 2024

BOLEHKAN WANITA MINTA MAHAR?

 BOLEHKAN WANITA MINTA MAHAR?

 Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

Pertanyaan:

              Assalamu’alikum Ustadz!

Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat kepada Ustadz dan keluarga. Amien!  Izin bertanya Ustadz! In Syaa Allah dalam beberapa bulan kedepan saya akan menikah dengan seorang laki-laki yang shalih. Terkait masalah mahar ustadz, katanya "sebaik-baik perempuan adalah yang paling sedikit maharnya", dan "sebaik-baik laki-laki adalah yang memuliakan perempuan (isterinya)". Yang saya tanyakan, bagaimana baiknya saya meminta mahar kepada calon suami saya. Bolehkah saya meminta maharnya seperti begini atau begitu?

              Demikian Ustadz, atas perkenannya saya sampaikan banyak terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’ (Tina, Sidoarjo).

Jawaban:

              Wa’alaikumussalam! Kata mahar berasal dari bahasa arab “al-mahr”. Dalam kamus Bahasa Arab disebutkan bahwa almahr adalah sinonim dari kata al-shadaq. Bentuk jamak dari al-mahr adalah al-muhur (Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, V/184 dan al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith, I/615). Al-mahr saat ini sudah menjadi kata baku dalam Bahasa Indonesia “mahar”, yang artinya maskawin, yaitu pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah (KBBI).

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam Buku I Hukum Perkawinan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Butir d).

Ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon suami ketika akan melangsungkan akad nikah, di antaranya adalah memberikan mahar. Ulama bersepakat bahwa hukum memberikan mahar adalah wajib karena banyaknya ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw yang memerintahkannya. Di antara ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan mahar antara lain QS. Al-Nisa ayat 4, 24, dan 25.

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً... فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِه مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗ ...وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS. Al-Nisa, 4); …Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban (QS. Al-Nisa, 24; …Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut (QS. Al-Nisa, 25).

Sedangkan dari Nabi saw. terdapat beberapa hadis yang menjelaskan tentang pentingnya mahar dalam perkawinan. Di antaranya adalah dari Uqbah bin Amir ra., Rasulullah saw. telah bersabda: 

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرَهُ

Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah(HR. al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi No. 14721 dan al-Hakim, al-Mustadrak No. 2742). Al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Albani, Sahih al-Jami’ al-Shaghir, I/621).

Ketika Rasulullah saw. hendak menikahkan seorang sahabat dengan perempuan yang menyerahkan dirinya, beliau bersabda:

اِلْتَمِسْ(انْظُرْ) وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ

Carilah (mahar) sekalipun (berupa) cincin yang terbuat dari besi“. ….Ketika sahabat itu tidak menemukannya, maka Rasulullah menikahkannya dengan mahar “mengajarkan beberapa surat Al-Qur’an kepada calon istrinya” (HR. al-Bukhari No. 5135; Muslim No. 3553).

          Memberikan mahar saat aqad nikah, dari calon suami kepada calon isterinya memang diperintahkan bahkan diwajibkan. Namun, mengenai nilai mahar atau besar kecilnya mahar tidak ditentukan atau tidak ditetapkan oleh syariat. Mahar boleh saja bernilai rendah dan boleh saja bernilai tinggi asalkan tidak membebani dan tidak mempersulit keduanya, atau saling ridha. Al-Nawawi menjelaskan:

وَفِي هَذَا الْحَدِيث أَنَّهُ يَجُوز أَنْ يَكُون الصَّدَاق قَلِيلًا وَكَثِيرًا مِمَّا يُتَمَوَّل إِذَا تَرَاضَى بِهِ الزَّوْجَانِ، لِأَنَّ خَاتَم الْحَدِيد فِي نِهَايَة مِنْ الْقِلَّة. وَهَذَا مَذْهَب الشَّافِعِيّ، وَهُوَ مَذْهَب جَمَاهِير الْعُلَمَاء مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف

“Hadis ini menunjukkan bahwa mahar itu boleh sedikit (bernilai rendah) dan boleh juga banyak (bernilai tinggi) apabila kedua pasangan saling ridha, karena cincin dari besi menunjukkan nilai mahar yang murah. Inilah pendapat dalam madzhab Syafi’i dan juga pendapat jumhur ulama dari salaf dan khalaf” (Imam al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, V/134).

Rasulullah saw. bersabda:

ﺧَﻴْـﺮُ ﺍﻟﻨِّﻜَـﺎﺡِ ﺃَﻳْﺴَـﺮُﻩُ

"Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah" (HR. Abu Dawud No. 2117). Al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Albani, al-Silsilah al-Sahihah al-Kamilah, IV/341). Dalam riwayat Ahmad, Nabi saw. bersabda:

إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا

Termasuk berkahnya seorang wanita adalah yang mudah khitbahnya (lamarannya), yang mudah maharnya, dan yang mudah keturunannya” (HR. Ahmad, No. 24478). Al-Albani menilai hadis ini hasan (al-Albani, Sahih al-Jami’ al-Shaghir, I/444).

              Jadi, dalam menentukan besar dan kecilnya mahar, yang penting calon suami tidak merasa terbebani. Sebaliknya, calon suami merasa mendapatkan keringanan dan kemudahan dalam menyiapkan maharnya. Bagi calon suami yang berkecukupan, mungkin mahar yang akan disiapkan bernilai besar, sebaliknya jika calon suaminya pas-pasan, maka mahar yang dipersiapkannya mungkin bernilai kecil. Di sinilah calon isteri yang harus memahaminya. Bila keduanya bersepakat dan ridha dengan mahar yang telah dipersiapkan, maka keberkahanlah yang akan diperoleh calon sepasang suami-isteri yang akan menikah. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan:

أَنّ الْمُغَالَاةَ فِي الْمَهْرِ مَكْرُوهَةٌ فِي النّكَاحِ وَأَنّهَا مِنْ قِلّةِ بَرَكَتِهِ وَعُسْرِهِ

 “Berlebihan-lebihan dalam mahar hukumnya makruh (dibenci) pada pernikahan. Hal ini (berlebih-lebihan dalam mahar) menunjukkan (berakibat) sedikitnya barakah dan sulitnya pernikahan tersebut” (Ibn al-Qayyim, Zaad al-Ma’ad, V/162).

              Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah berkata: “Disunnahkan meringankan mahar dan tidak melebihi mahar yang diperolah para isteri Nabi saw. dan anak-anaknya. ‘Aisyah ra. meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: “Wanita yang paling besar keberkahannya ialah yang paling ringan maharnya”. Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik mereka (wanita) ialah yang paling mudah maharnya”. Dari al-Hasan al-Bashri, ia menuturkan: “Rasulullah saw. bersabda: “Nikahkanlah kaum wanita dengan kaum pria, tapi jangan bermahal-mahal dalam mahar”. ‘Umar bin al-Khaththab berkhutbah kepada manusia dengan pernyataannya: “Ingatlah, janganlah kalian bermahal-mahal dalam mahar wanita. Sebab, sekiranya (bermahal-mahal dalam) mahar itu termasuk suatu kemuliaan di dunia atau merupakan ketakwaan di sisi Allah, pastilah Nabi saw. orang yang paling utama di antara kalian (dalam hal ini), (namun) beliau tidak pernah memberi mahar kepada seseorang dari isteri-isterinya dan tidak pula meminta mahar untuk seseorang dari puteri-puterinya lebih dari 12 auqiyah (ons) perak”. Al-Tirmidzi menilainya sebagai hadis sahih” (Ibn Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXXII /192).

Apa yang dilakukan sebagian orang yang tidak ramah, sombong dan riya’ berupa memperbanyak mahar untuk tujuan riya dan bermegah-megahan, sebenarnya mereka tidak berniat mengambilnya dari suami, dan dia tidak pula berniat memberikannya kepada mereka. Ini adalah kemunkaran yang buruk, menyelisihi Sunnah, dan keluar dari syari’at (Ibn Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXXII/193).

Adapun yang dinukil dari sebagian Salaf bahwa mereka memperbanyak pemberian mahar kepada wanita-wanita (yang mereka nikahi), itu tidak lain karena harta mereka berlimpah. Mereka mendahulukan penyerahan seluruh mahar sebelum menggauli, mereka tidak menundanya sedikit pun. Dan siapa yang mempunyai kemudahan dan mempunyai harta lalu dia senang memberi isterinya mahar yang banyak, maka tidaklah mengapa (Ibn Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXXII/195).

              Berdasarkan uraian tentang mahar tersebut di atas dapat difahami bahwa mahar atau maskawin adalah pemberian wajib berupa uang, barang atau jasa dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah. Tentang berapa besaran nilai maharnya tidak ada ketentuan yang membatasi. Karena itu mahar boleh disiapkan dengan jumlah nilai yang tinggi (mahal) bagi yang mampu dan juga boleh disiapkan dengan jumlah nilai yang rendah (murah) bagi yang pas pasan.

              Dengan demikian, wanita yang akan menjadi calon isteri boleh saja meminta kepada calon suami tentang jenis mahar seperti apa yang diinginkan, asal calon suami berkenan atau tidak keberatan, kemudian mampu dan ridha. Dengan adanya keridhaan antara calon suami dan calon isteri tentang maharnya, insya Allah akad nikahnya akan memperoleh banyak limpahan berkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar