Selasa, 14 April 2020

Cara Atasi Wabah Menurut Islam


 Cara Atasi Wabah

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
            Assalamu’alaikum wr wb.!
            Ustadz Zuhdi rahimakumullah! Mohon penjelasan tentang wabah, yang katanya merupakan adzab, tetapi juga sebagai rahmat. Bagaimana pula Islam mengajarkan kepada umatnya cara mengatasi wabah? Atas jawabannya kami sampaikan terima kasih!
            Wassalam (Fajar, Sidoarjo).
Jawaban:
            Salah satu cara Allah meningkatkan kualitas iman hamba-Nya adalah dengan mengujinya, di antaranya dengan menimpakan musibah berupa wabah kepadanya untuk diambil pelajaran. Allah berfirman: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al-Mulk, 2).
            Wabah (penyakit menular) adalah salah satu makhluk Allah yang sengaja ditimpakan kepada umat manusia agar diambil hikmahnya. Dalam sebuah hadis shahih riwayat al-Bukhari diterangkan sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَأَنَّ اللهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ
Dari ‘Aisyah ra., istri Nabi saw. berkata; “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang masalah tha’un (wabah, penyakit menular), lalu beliau mengabarkan kepadaku bahwa tha’un adalah merupakan adzab (siksaan) yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidak ada seorangpun yang menderita tha’un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala serta berkeyakinan bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah menakdirkannya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid”(HR. al-Bukhari No.3474).
Hakikat Wabah
Hadis tersebut menjelaskan bahwa terjadinya tha’un (wabah, penyakit menular) adalah merupakan adzab bagi orang-orang yang dikehendaki Allah, yakni menjadi adzab bagi hamba-hamba-Nya yang kafir dan orang-orang yang suka berbuat maksiat atau melanggar aturan Allah. Sebaliknya, Tha’un  bisa menjadi rahmat bagi hamba-hamba Allah yang beriman, yang memiliki kesadaran dan keyakinan bahwa  tha’un merupakan takdir Allah. Bagi orang yang beriman, ketika terjadi tha’un, ia tidak panik, tidak gelisah, tetapi sabar dalam menghadapinya dan pasrah (tawakkal) sepenuhnya kepada Allah. Orang beriman juga berusaha sabar dan tetap tinggal di rumah, melakukan isolasi diri, ikut mencegah terjadinya tular-menular wabah, selanjutnya memperbanyak ibadah, berdzikir, istighfar dan tawakkal serta semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sikap dan keyakinan yang demikian inilah yang akan dijamin oleh Allah dengan pahala mati syahid. Jika ia mati karena tha’un itu, ia akan mati syahid, dan jika ia tidak terkena tha’un, lalu ia mati karena faktor lain atau tetap hidup, maka ia dapat pahala seperti mati syahid (Ibn Hajar al-Asqalani, al-Fath al-Bari, X/192-193).

Konsep Islam Atasi Wabah
            Berdasarkan sejumlah hadis shahih, ada beberapa cara atau tindakan yang harus dilakukan dalam mengatasi wabah agar tidak menjalar ke mana-mana:

Pertama, melakukan lockdown, yaitu dengan cara menutup wilayah yang terkena wabah. Nabi saw. bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
 "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya, tetapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan keluar atau tinggalkan tempat itu"(HR. Bukhari No. 5728). 
Saat Umar Bin Khattab keluar mau perang melawan Romawi hingga tiba di Saragh, ia mendapatkan info bahwa telah terjadi wabah di Syam. Lalu Umar kembali pulang, dan Abu Ubaidah berkata kepada Umar: “Apakah anda akan lari dari takdir Allah?”. Umar menjawab: “Benar, saya lari dari takdir Allah menuju takdir yang lain” (Ibn al-Muthahar, al-Bad’u Wa al-Tarikh, I/313).
Kedua, melakukan karantina atau isolasi bagi yang sudah positif kena wabah. Hal ini dimaksudkan agar penderita mendapatkan penanganan (pengobatan, penyembuhan) secara khusus dan serius serta tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda:
لاَ يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
 “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat”(HR. al-Bukhari No. 5771 dan Muslim No. 5922).

Ketiga, melakukan social distancing, yaitu mengambil jarak, menghindari kedekatan antara satu dengan yang lain, terutama kepada penderita penyakit menular, dan menghindari kerumunan massa yang memungkinkan terjadinya penularan wabah penyakit dari satu orang ke orang lain yang berdekatan. Nabi saw. bersabda:
‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” (HR. Ibn Majah No. 3543). Hadis ini shahih (al-Albani, al-Silsilah al-Shahihah, III/138). Hadis ini memperingatkan agar tidak dekat-dekat dengan orang yang terkena penyakit menular. Dalam hadis lain, Nabi memperingatkan: “Tidak boleh berbuat mudharat (perbuatan yang berbahaya) dan hal yang menimbulkan kemudharatan bagi orang lain” (HR. Malik No. 2758, al-Syafii No. 1096, Ahmad No. 2865, dan Ibn Majah No. 2340). Al-Albani menshahihkan hadis ini (al-Albani, Irwa al-Ghalil, III/408).
            Amru bin Al-Ash ra., ketika menjadi pemimpin menggantikan pendahulunya (Abu Ubaidah bin Jarrah), saat menghadapi wabah, beliau mengatakan: “Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung, dan berpisah-pisahlah”(Ibn Hajar Al-Asqalani, al-Ishabah Fi Tamyiz al-Shahabah, VII/455 dan Ithaf al-Maharah, VI/183).

Keempat, meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak amal shalih, berdzikir, dan beristighfar. Allah swt. berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا  وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا  
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.  Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (QS. Al-Thalaq, 2-3).
Kelima, berdoa dan berlindung kepada Allah. Nabi mengajarkan beberapa doa untuk menghadapi wabah, di antaranya:

اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوذُبِك مِنْ جَهْدِ الْبَلاَءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ
Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari cobaan yang berat, kesengsaraan yang hebat, takdir yang buruk dan  kegembiraan musuh”(H.R. Al-Bukhari No. 6619).

Keenam, sabar dan tawakkal. Jika sudah berusaha sedemikian rupa tetapi masih terkena, dan akhirnya mati, maka cukup sabar dan pasrah (tawakkal) saja karena menurut sabda Nabi bahwa orang yang mati karena wabah dijamin mati syahid:
‏ الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Kematian karena wabah adalah mati syahid bagi setiap muslim (yang meninggal karenanya”.(HR Bukhari No.2830 Muslim No.5053).

            Demikian, semoga bermanfaat dan mencerahkan !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar