Jumat, 27 Januari 2017

MENYIKAPI BERITA HOAX DI SOSIAL MODIA

 MENYIKAPI BERITA HOAX DI SOSIAL MODIA

Oleh


Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Pertanyaan:
            Akhir-akhir ini marak di media sosial berita hoax (berita bohong), sehingga meresahkan banyak kalangan. Yang kami tanyakan bagaimana hukumnya menggunakan medsos dan bagaimana seharusnya kaum muslimin menyikapi berita-berita hoax tersebut? Atas penjelasannya kami sampaikan banyak terima kasih. Jazakumullah khairan katsiran!
(Abdul Aziz, Sidoarjo)

Jawab:

Makna Medsos dan kegunaannya
            Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu dikenali dulu apa itu media social (medsos). Media Sosial (Social Media) terdiri dari dua kata: media dan sosial. Pengertian menurut bahasa, media sosial adalah alat atau sarana komunikasi masyarakat untuk bergaul. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, media adalah alat, sarana komunikasi, perantara, atau penghubung. Sosial artinya "berkenaan dengan masyarakat" atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb).
Dari sisi bahasa tadi, media sosial bisa dimaknai sebagai sarana berkomunikasi dan berbagi. Makanya, dalam dunia internet seperti blogging atau Facebook dikenal istilah SHARE (berbagi). Bahkan, setiap blog atau situs selalu menyediakan fasilitas social share, terutama Facebook, Twitter, dan Google Plus.
Media sosial saat ini tak ubahnya seperti pesawat (alat) serba guna. Ia dapat digunakan untuk apa saja. Ia dapat digunakan untuk agenda kebaikan, seperti menyambung silaturahim, taaruf, berbagi ilmu pengetahuan, dan sarana kebaikan lainnya. Di sisi lain media sosial dapat pula digunakan untuk kejahatan, seperti menfitnah, menipu, menciptakan issu negatif, dan agenda kejahatan lainnya.
            Pada masa Nabi Saw masih hidup, sarana komunikasi tidak seperti sekarang ini. Alat komunikasi yang paling penting saat itu hanyalah lisan dengan cara berbicara. Saat itu Nabi Saw sudah mengingatkan kepada sahabatnya untuk menjaga lisannya, agar dapat digunakan untuk kebaikan, tidak untuk pertikaian atau kejahatan. Andaikan dulu sudah ada medsos, kemungkinan besar Nabi juga meminta umatnya agar pandai-pandai menggunakan medsos, agar jangan sampai mengganggu orang lain.  Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Saw: “Siapakah orang muslim yang paling baik (paling utama)? Beliau menjawab, “Seseorang yang (bisa menjaga dirinya hingga) orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.(HR. al-Bukhari No.11 dan Muslim No. 64).

Hukum Menggunakan Medsos
            Menggunakan medsos termasuk persoalan muamalah dunyawiyah (yaitu masalah hukum-hukum syarak yang berhubungan dengan urusan duniawi seperti jual-beli, perdagangan, dan lain-lain). Oleh karena itu berlaku kaidah fikih sebagai berikut:
1.      Hukum asal dalam permasalahan muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah.” Ibn Taymiyah menyatakan:
 والعادات الأصل فيها العفو فلا يحظر منها إلا ما حرمه الله
     Artinya: “Adat kebiasaan itu asalnya tidak mengapa (dimaklumi, dimaafkan, dibolehkan), maka ia  pun tidak dilarang kecuali jika Allah melarangnya”.

2.      Imam al-Suyuthi mengatakan:
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيم
Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

3.      Ibn al-Sa’di berkata:
 
 الوسائل لها أحكام المقاصد فما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب، وما لا يتم المسنون إلا به فهو مسنون، وطرق الحرام والمكروهات تابعة لها، ووسيلة المباح مباح.
Artinya: “Hukum alat tergantung dengan hukum niat, sesuatu yang menjadi wasilah untuk melakukan perbuatan wajib, hukumnya juga wajib, sesuatu yang menjadi wasilah untuk melakukan perbuatan sunnah, hukumnya juga sunnah, jalan menuju ke haram dan makruh mengikuti hukum asal perbuatannya, jalan menuju hal yang mubah hukumnya juga mubah”.
4.      Segala sesuatu itu tergantung niatnya: (الامور بمقاصدها)
Kaidah ini mengacu kepada sabda Nabi Saw:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
Artinya: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya” (HR. al-Bukhari No.1)

Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut di atas, maka hukum penggunaan media social tergantung kepada niat dan prilakunya. Jika digunakan untuk kepentingan menjalin silaturahim, menebarkan kebaikan, berdakwah melalui internet, maka media social menjadi wasilah yang diperbolehkan (mubah) atau bahkan dianjurkan (mustahab) karena baiknya perbuatan-perbuatan itu. Sebaliknya, jika digunakan untuk kejahatan, misalnya untuk penipuan, menfitnah, menebar issu sara sehingga meresahkan umat, maka penggunaannya menjadi haram atau terlarang.

Menyikapi berita hoax
Akhir-akhir ini masalah hoax (berita bohong) sangat marak bermunculan di media social. Sebenarnya berita hoax telah ada sejak zaman khulafaur rasyidin. Peristiwa yang paling menggemparkan terjadi berkenaan dengan berita hoax adalah  peristiwa fitnah qubro (fitnah besar) yang melibatkan Khalifah Utsman bin Affan dan berakibat terbunuhnya beliau. Saat itu Khalifah Utsman dibunuh oleh seorang muslim bernama al-Ghafiqi Ibn al-Harb, yang tidak sembarang muslim. Konon, ia seorang hafidz al-Qur’an. Dia tergerak sendiri, ingin membunuh sendiri sang Khalifah, karena berita hoax.
 Mengingat sudah sedemikian hebatnya berita hoax di sekitar kita, maka perlu disikapi dengan kritis dan selektif setiap ada pemberitaan. Ada beberapa kiat bagaimana cara mengetahui sebuah berita itu hoax atau asli dan bagaimana menindak lanjutinya. Sedikitnya ada tiga langkah yang bisa ditempuh:
Pertama, periksa dulu asal-usul tulisan atau gambar tersebut dari mana. Jika asal-usulnya dari situs-situs yang tidak jelas, atau situs-situs yang selama ini dikenal sebagai situs yang sering menyebarkan berita hoax, maka waspadalah! Berita-berita  hoax di Indonesia tidak selamanya asli buatan dalam negeri; jamak terjadi berasal dari terjemahan, khusunya jika menyangkut temuan-temuan ilmiah.
Kedua, periksa juga siapa yang menulisnya. Berita hoax umumnya anonim atau bisa juga seakan-akan benar dengan menggunakan nama orang-orang yang sudah dikenal. Jika ada namanya, coba telusuri asal-usul tulisan tersebut dengan cara masuk ke blog atau web atau alamat-alamat penulis yang bisa diakses.
Ketiga, jika informasi yang hendak kita cari ada gambarnya, maka yang mesti kita lakukan adalah minta bantuan pada google image, upload gambarnya, lalu cari dari mana asal-usul gambar tersebut plus apa berita yang berkait dengan gambar tersebut. Jika sudah muncul gambarnya, periksa tanggalnya, lihat judul beritanya, dan apa isi informasinya. Dari sini akan diketahui keshahihan informasi tersebut.
Bagi kita sebagai pengguna, mulai hari ini tahan dirilah, tidak asal kirim apa yang kita dapatkan. Tabayyun dulu, jika sudah jelas shahih, boleh dikirim sebagai amal shalih. Tapi, jika kita sendiri tidak yakin keshahihannya, hendaklah melakukan tabayyun dulu. Jika tidak bisa, maka tahanlah, jangan disebar, karena dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah Saw memberi peringatan kepada umatnya:
عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Artinyas: “Dari Hafsh bin Ashim, Rasulullah Saw bersabda: “Cukuplah seseorang dianggap pendusta ketika dia menceritakan (menyebarkan) apa saja yang dia dengar.” (HR. Muslim No.7).
Wallahu A’lam Bi al-Shawab !

Daftar Pustaka:
Shahih Bukhari dan Muslim
Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra, IV/5.
Ibn Katsir, Al-Bidayah Wa al-Nihayah, VII/ 188-190.
al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadzair, I/107.
Muhammad bin al-Husain al-Jaizani, Ma’alimUshul al-Fiqh Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, I/279.
Zakariyya bin Ghulam Qadir al-Bakistani, Ushul al-Fiqh ‘Ala Manhaj Ahl al-Hadis, I/129.
Herry Muhammad dalam  http://www.arrahmah.com.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar