Minggu, 15 Mei 2011

HUKUM MEMELIHARA JENGGOT



HUKUM MEMELIHARA JENGGOT

Oleh: Achmad Zuhdi Dh (081 758 1229)



Hukum memelihara jenggot, diperselisihkan oleh ulama. Sebagian ulama ada yang mewajibkannya. Sementara ulama yang lain tidak mewajibkannya.

Bagi ulama yang mengatakan wajib memelihara jenggot, mereka berdasarkan kepada hadis-hadis berikut ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى ».

Ibnu Umar ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Berbedalah kalian dengan kaum musyrikin, tipiskanlah kumis dan peliharalah jenggot (HR.Muslim, I/153)

Dalam riwayat al-Bukhari diterangkan bahwa Ibn Umar berkata bahwasanya Nabi Saw bersabda: “Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, yaitu biarkanlah jenggot dan tipiskanlah kumis. Lebih lanjut diterangakan:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ ، قَبَضَ عَلى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ ، أَخَذَهُ

Ibnu Umar itu apabila berhaji atau Umrah, ia memegangi jenggotnya, maka apa yang ia rasa lebih (panjang) ia ambil (dipotongnya) (HR. Al-Bukhari, V/2209)

Al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa maksud hadis Ibn Umar tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya kebiasaan orang-orang musyrik adalah memendekkan jenggot dan ada yang mencukurnya sampai habis. (al-Fath al-Bari, X/349)

Menurut kelompok ulama yang pertama ini, bahwa hadis tersebut mengandung isyarat yang kuat bahwa memendekkan jenggot atau mencukurnya, karena ada unsur tasyabbuh (menyerupai orang musyrik), maka hukumnya haram atau tidak diperbolehkan. Karena itu seharusnya kaum muslimin tetap memeliharanya, tidak mencukurnya.( Mahmud Ahmad Rasyid, Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-Albani, 300)

Menurut Ushul Fiqh, asal perintah menunjukkan wajib, kecuali ada dalil lain atau qarinah yang mengalihkan, hingga perintah wajib itu berubah menjadi tidak wajib, dalam hal ini bisa menjadi sunnah atau bahkan mubah. Berdasarkan kaidah ini, bahwa perintah secara dhahir tentang memelihara jenggot itu hukumnya wajib, atau dengan kata lain mencukur atau mengguntingnya adalah haram. Demikian yang dipegangi oleh kelompok ulama pertama.

Sedangkan menurut kelompok ulama yang kedua, setelah memperhatikan hadis tersebut secara cermat, telah ditemukan dua hal yang bisa dijadikan qarinah atau isyarat untuk mengubah hukum wajib menjadi sekedar sunnah atau mubah, yaitu:

1.Stressing (penekanan) perintah dalam hadis tersebut adalah dalam rangka agar berbeda dengan kaum musyrikin. Kalimat (خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ) adalah merupakan ‘illat al-hukmi, sedangkan illat al-hukmi itu dapat dijadikan sebagai taqyid (pengikat), yang nantinya dapat menimbulkan “mafhum mukhalafah”. Hal ini berarti bahwa jika tidak ada maksud untuk membedakan antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin, maka perintah memelihara jenggot tidak menjadi wajib.

Jadi, yang perlu diperhatikan dalam hadis ini adalah perintah untuk tampil beda dengan orang-orang musyrik.

Di zaman Nabi Saw dulu, kaum musyrikin kalau berpakaian sama dengan kaum muslimin, tidak ada perbedaan. Karena itu Nabi Saw memerintahkan kaum muslimin untuk berpenampilan beda dengan kaum musyrikin. Saat itu yang bisa membedakan adalah membiarkan jenggot dan menipiskan kumis.

Atas dasar itu, maka sekarang, jika kita bisa berpenampilan beda dengan kaum musyrikin dengan suatu cara apapun, maka tidak ada halangan untuk mencukur jenggot. Bahkan jenggot menjadi tidak berguna jika tidak menjadi pembeda. Apalagi sekarang ini, orang-orang India (Hindu) banyak yang memperpanjang jenggotnya, demikian juga orang Eropa (Kristen) juga banyak yang memanjangkan jenggotnya.

2.Ibn Umar sendiri sebagai perawi hadis tersebut, yang faham betul maksud hadis tersebut, ternyata juga memotong jenggotnya ketika dirasa melebihi kewajaran. Dalam hadis tersebut tidak dijelaskan seberapa banyak rambut (jenggot) yang dipotong.

Karena itu bisa jadi pemotongan jenggot tersebut sekedar untuk merapikan.Wallau a’lam !

Berdasarkan dua alasan tersebut, maka hukum memelihara jenggot, menurut ulama yang kedua ini, tidak lah wajib, tetapi mubah atau bisa menjadi sunnah.

Wallahu a’lam bi ashshawab !

6 komentar:

  1. terima kasih infonya mas ^^ ..
    mampir ya http://caratrikblog.blogspot.com
    Jangan lupa follow ^^

    BalasHapus
  2. Syukron pak yai...
    saya berpendapat bahwa ulama yang ke-2 lebih masuk akal..

    Wallahu a’lam bi ashshawab

    BalasHapus
  3. yg kedua sesuai napsu, aku kurang suka. ibnu umar ra itu bukanya mencukur habis tp yg melebihi segenggaman tangan untuk meratakannya,....4 mabdzab wajib jenggot, perbedaannya cuma panjangnya saja

    BalasHapus
  4. http://abunamira.wordpress.com/2012/01/25/memelihara-jenggot-adalah-tidak-wajib-karena-kajian-anatomi-menyatakan-bahwa-tidak-semua-orang-berjenggot/

    BalasHapus
  5. Yg kedua lah yg lebih rajih jika kembali pd metode ushul fiqh imam2 terdahulu ttg illat al hukmi...

    Justru yg mengatakan hawa nafsu diatas sama sekali hanya fanatik kelompok membabi buta.

    Penulis cukup bijak hal ini dimasukkan pd ranah ikhtilaf... Inilah ilmu...

    Tdk sama orang yg jahil dan orang yg berilmu.

    BalasHapus
  6. Klw pndpt prtama dikata fanatik sdgkn ia brdasarkn nash hadis sdgkn pndpt kedua hnyalh ihtihad ulama je,jdi knp mgengkari suatu yg jelas dn mgambil yg khilaf.??

    BalasHapus