Minggu, 26 Juli 2020

Khutbah Idul Adha 1441 H (10 menit)

IBADAH KURBAN

CINTA ALLAH DAN PEDULI SESAMA

 

Oleh:


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 

اَلسَّـلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ أَحْيَا قُلُوْبَ الْمُؤمِنِيْنَ بِوُسْـعِ رَحْمَتِهِ وَالَّذِىْ وَهَـبَ لَهُـمْ بَرَكةً فِىْ يَوْمِهِـمْ هَـذَا اَشْهَدُاَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَـرِيْكَ لَهُ وَاَشْـهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا اَرْسَـلَهُ بِالرَّأْفَةِ وَالرَّحْمَةِ  اَللَّهُـمَّ صَـلِّ وَسَـلِّمْ عَـلىَ مُحَمَّدٍ وَعَـلَى اَلِهِ  وَاَصْـحَابِه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْد فَيَا اَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن قَالَ تَعاَلى: إِنَّا اَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَـلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَـا نِئَكَ هُـوَ اْلأَبْتَرُ.  اَلله اَكْبَرُ  اَلله اَكْبَرُ لا اِلَهَ اِلاَّالله  وَالله اَكْبَرُ  اَلله اَكْبَرُ  وَللهِ الْحَمْدُ

  Saat ini kita merayakan Idul Adha” atau yang disebut dengan Idul Kurban. Karena setelah shalat Idul Adha, kita disyariatkan menyembelih hewan kurban, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Idul Adha tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena saat ini kita masih dalam suasana pandemic covid-19, yang mengharuskan kita tetap menjaga protokol kesehatan dengan suka memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Hal ini dimaksudkan ikut serta memutus mata rantai penyebaran covid19 yang masih membahayakan hingga kini. Kita berharap semoga covid-19 segera sirna dari muka bumi ini. 

 Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamd!

             Ibadah kurban adalah ibadah yang sangat tinggi nilainya. Setidaknya ada tiga hikmah yang bisa kita petik dari ibadah kurban ini:          

 Hikmah Pertama, sebagai bukti kepatuhan dan cinta kepada Allah yang sempurna;

Kurban adalah pendekatan diri kepada Allah secara sempurna. Hewan  yang akan dikurbankan, tidak boleh ada yang cacat. Artinya hewan yang disembelih harus yang sebaik-baiknya. Dari segi substansi, seorang yang berkurban tidak boleh setengah-setengah, harus total. Hal ini sesuai dengan sikap Nabi Ibrahim as. tatkala diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sang putera bernama Ismail. Saat itu beliau secara total dan tanpa ragu, siap melaksanakannya. Di sini Nabi Ibrahim sanggup mengutamakan perintah Allah dibanding dengan yang lainnya, di sini Nabi Ibrahim menunjukkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada yang lain, termasuk kepada putra kesayangannya. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam mencintai Allah itu tidak boleh setengah-setengah, dan harus dibuktikan dengan kepatuhan secara total dalam menghadapi segala perintah maupun larangan. Di sini, kita diuji, dapatkah kita mengutamakan Allah di atas kepentingan yang lain? Allah berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

 Kamu tidak akan memperoleh kebajikan(surga), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui. (QS. Ali Imran, 92)

Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamd!

Hikmah Kedua, Menumbuhkan semangat berbagi, peduli kepada sesama, terutama terhadap kaum dhu’afa;

Setelah hewan kurban disembelih, maka daging-dagingnya kemudian dibagikan kepada kerabat, tetangga, terutama kepada kaum dhu’afa.  Aktivitas ini mengajarkan kita bahwa hidup ini harus gemar berbagi, dan suka menolong kepada sesama. Kepedulian kepada sesama, terutama kepada kaum dhu’afa yang sangat membutuhkan, bisa bernilai lebih tinggi daripada ibadah haji (sunnah).

Ibn Katsir mengisahkan, suatu saat, Ibnul Mubarak (w.181 H) pergi haji bersama rombongan. Sesampainya di satu daerah, seekor burung yang mereka bawa, mati. Abdullah bin Mubarak pun menyuruh untuk membuangnya di tempat sampah. Tidak lama kemudian, ada seorang anak perempuan mengambil bangkai burung itu, kemudian lari masuk rumah.

Ibnul Mubarak penasaran, lalu mendatanginya dan bertanya: “Wahai ananda, kenapa engkau mengambil bangkai burung itu, dan mau kamu apakan?” Saat itu, anak perempuan pun menjawab: “Wahai paman, kami ini, saya dan saudara saya, sudah beberapa hari ini, tidak punya apa-apa, tidak bisa makan apa-apa. Hanya mengandalkan orang-orang membuang di tempat sampah itu. Apa pun yang ada di situ, kami ambil yang bisa kami makan. Karena itu, maka bangkai burung ini bagi kami halal, karena tidak ada yang kami makan lagi. Wahai paman, sebenarnya, kami ini orang yang berkecukupan, tetapi beberapa hari lalu datang perampok mendatangi rumah kami. Seluruh harta dikuras habis, dan orang tua kami dibunuh. Saat ini kami dalam keadaan papa dan yatim piatu”. Mendengar keterangan ini, Ibnul Mubarak lalu mengatakan kepada teman-temannya: “Sekarang, silakan bekal ibadah haji yang kita punya ini, kita kumpulkan dan kita serahkan kepada anak ini, kecuali sedikit saja yang bisa kita gunakan untuk dibawa pulang”. Lalu Ibnul Mubarak mengatakan: “Apa yang kita lakukan saat ini, menyedekahkan bekal haji kepada anak perempuan dan saudaranya ini, lebih baik daripada ibadah haji tahun ini yang akan kita lakukan”. (Ibn Katsir, al-Bidayah Wa al-Nihayah, Vol. X, 178).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Untuk meringankan beban anak itu dan keluarganya, Ibnul Mubarak rela membatalkan hajinya, dan uang buat ongkos perjalanan hajinya dia berikan kepada anak itu.  Inilah yang namanya prioritas!

 Nah, ini yang harus diambil pelajaran atau hikmah dari ibadah kurban. Kita tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain. Nabi Saw bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

 Seseorang di antara kamu belum pantas disebut mukmin, hingga ia sanggup  mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR. al-Bukhari No. 13; dan Muslim No. 179).

 Allahu Akabar, Allahu Akbar Walillahil Hamd

 Hikmah Ketiga, Tidak boleh melecehkan manusia;

Dari peristiwa Nabi Ibrahim yang begitu total dalam mematuhi perintah untuk menyembelih Ismail, dan akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan qibas untuk disembelihnya, hal ini mengandung pelajaran, yakni jangan pernah menganggap sesuatu itu ‘mahal’ kalau untuk tujuan mempertahankan nilai kebenaran Ilahi. Selain itu, di sisi lain jangan sekali-kali melecehkan manusia, jangan sekali-kali mengambil hak-hak manusia, karena manusia itu makhluk agung yang sangat dikasihi Allah. Karena kasihnya Allah kepada manusia, maka digantilah Ismail, yang tadinya akan dikurbankan, lalu diganti dengan seekor hewan. Hal ini menunjukkan betapa mulianya manusia. Ia tidak boleh dihina dan tidak boleh dilecehkan.

Dalam hadis riwayat Abu Dawud dikisahkan, suatu ketika Abu Jurayy (Jabir bin Sulaim) datang kepada Rasulullah saw. minta dinasihati. Saat itu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberi wasiat:

« لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا ».

Jangan sekali-kali  engkau menghina seseorang(siapa) pun.

 

قَالَ فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ بَعِيرًا وَلاَ شَاةً

  Abu Jurayy Jabir bin Sulaim berkata: “Sejak itu, aku pun tidak pernah menghina seorang pun, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.” (HR. Abu Dawud No. 4086). Hadis ini dishahihkan oleh Al Albani(Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib,  Vol. III/37).

 Allahu Akabar, Allahu Akbar Walillahil Hamd

             Sebagai akhir khutbah ini, marilah kita berdoa: “Ya Allah,  jadikanlah negeri ini, negeri yang aman dan tenteram yang dapat membahagiakan rakyatnya. Hindarkan kami dari segala macam bala dan bencana, termasuk bahaya covid-19 yang saat ini masih menghantui, agar kami dapat hidup dalam ketenteraman, kedamaian dan kebahagiaan. Ya Allah, hanya kepadaMu kami mengabdi dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan”.

 رَبَّنَا اَتِنَا فى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  وَصَـلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْـحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

وَالسَّـلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar