Senin, 01 Oktober 2018

BERGESER TEMPAT UNTUK SHALAT SUNNAH BAKDIYAH


PINDAH TEMPAT UNTUK SHALAT SUNNAH BAKDIYAH

Oleh


Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I

Teks Hadis
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ قَالَ عَن عَبْدِ الْوَارِثِ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ أَوْ عَن يَمِينِهِ أَوْ عَن شِمَالِهِ زَادَ فِي حَدِيثِ حَمَّادٍ فِي الصَّلَاةِ يَعْنِي           فِي السُّبْحَةِ[1]
 Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Apakah kalian kesulitan - Musaddad berkata dari Abdul Warits- untuk maju atau mundur, geser ke kanan atau ke kiri ketika shalat”. Dalam hadis riwayat Hammad di tambahkan- dalam shalat yaitu shalat sunnah"(HR. Abu Dawud No. 1006)
Status Hadis
            Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya hadis nomor 1006. Selain Abu Dawud, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Bazzar  dalam Musnadnya hadis No. 9819; Ibn Majah dalam Sunannya hadis No. 1427; Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya hadis No. 9492; dan Ibn Abi Syaibah dalam Mushannafnya hadis No. 16; Menurut al-Albani, hadis tersebut shahih.[2]
Kandungan Hadis
            Hadis tersebut menjelaskan bahwa setelah shalat wajib yang lima waktu, khususnya pada shalat-shalat yang dianjurkan shalat sunnah setelahnya (sunnah bakdiyah), seperti pada shalat dhuhur atau jumat, shalat maghrib dan shalat isya, maka jika hendak melakukan shalat sunnah bakdiyah dianjurkan untuk pindah tempat dari tempat shalat wajib yang dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini, boleh bergeser tempat ke sebelah kanan atau sebelah kiri, ke depan atau ke belakang.
            Tentang pindah tempat untuk shalat sunnah bakdiyah setelah shalat wajib  ini ada tiga tingkatan. Pertama, setelah shalat wajib selesai (dzikir dan doa) langsung pergi pulang dan shalat sunnah bakdiyah di rumah. Kedua, setelah shalat wajib selesai (dzikir dan doa)lalu bergeser tempat ke sebelah kanan atau ke kiri, ke depan atau belakang kemudian di situ shalat sunnah bakdiyah. Ketiga, setelah shalat wajib selesai (dzikir dan doa) maka ia shalat sunnah bakdiyah di tempat yang sama saat ia shalat wajib.
            Melakukan shalat Sunnah di rumah adalah lebih utama dan sangat dianjurkan oleh Nabi Saw. Dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari, Zaid bin Tsabit menceritakan bahwasanya Nabi Saw bersabda:
فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَة[3]
“Maka shalatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang yang dilakukan di rumahnya sendiri, kecuali shalat wajib” (HR. al-Bukhari No. 731).
            Menurut Imam al-Nawawi, dianjurkannya shalat sunnah di rumah itu karena lebih dapat merahasiakan dan lebih dapat terjaga dari sikap riya serta hal-hal yang merusak ibadah. Selain itu dengan shalat sunnah di rumah diharapkan menjadi sebab turunnya barakah dan rahmat, serta bisa mengundang datangnya Malaikat ke dalam rumah dan mengusir setan.[4]
Bila tidak langsung pulang, maka shalat sunnah bakdiyah dapat dilakukan tetap di dalam masjid dengan cara pindah tempat dari tempat ia shalat wajib sebelumnya. Caranya bisa dengan bergeser ke kanan atau ke kiri, ke depan atau ke belakang. Anjuran pindah tempat ketika shalat sunnah bakdiyah ini, selain berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud No.1006 di atas juga dikuatkan dengan keterangan sahabat, dari Atha’ bahwa Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Abu said, dan Ibnu Umar ra. mengatakan:
لَا يَتَطَوَّعُ حَتَّى يَتَحَوَّلَ مِنْ مَكَانِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ الْفَرِيضَةَ[5]
“Hendaknya tidak melakukan shalat sunnah, sampai berpindah dari tempat yang digunakan untuk shalat wajib”.

Al-Nawawi, dalam kitabnya al-Majmu’  mengatakan:
 فإن لم يرجع إلى بيته وأراد التنفل في المسجد يستحب أن ينتقل عن موضعه قليلاً لتكثير مواضع سجوده ، هكذا علله البغوي وغيره[6]
“Jika seseorang tidak langsung pulang ke rumahnya setelah shalat wajib, dan ingin shalat sunnah di masjid maka dianjurkan untuk bergeser sedikit dari tempat shalatnya, agar dapat memperbanyak tempat sujudnya. Demikian alasan yang disampaikan Al-Baghawi dan yang lainnya” (al-Majmu’, III/455).
             Al-Baghawi dan ulama lain memahami bahwa di antara hikmah berpindah tempat (untuk shalat Sunnah) dari tempat shalat wajib sebelumnya itu adalah dimaksudkan agar dapat memperbanyak tempat sujud dan memperbanyak tempat ibadah. Karena tempat yang digunakan untuk sujud itu kelak akan menjadi saksi bagi orang yang bersujud di tempat tersebut. Dalam QS. al-Zalzalah (99) ayat 4 Allah Swt berfirman yang artinya:  “bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat kepadanya”. Ayat ini menunjukkan bahwa bumi akan menjadi saksi untuk setiap perbuatan yang dilakukan manusia, perbuatan yang baik maupun yang buruk. Makna ini diisyaratkan oleh al-Syaukani dalam Nailul Authar. Berikut ini pernyataan Imam Al-Syaukani:
وَالْعِلَّةُ فِي ذَلِكَ تَكْثِيرُ مَوَاضِعِ الْعِبَادَةِ كَمَا قَالَ الْبُخَارِيُّ وَالْبَغَوِيُّ لِأَنَّ مَوَاضِعَ السُّجُودِ تَشْهَدُ لَهُ كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا } أَيْ تُخْبِرُ بِمَا عُمِلَ عَلَيْهَا[7]
“Illat di balik (anjuran untuk bergeser sedikit, pen) adalah memperbanyak tempat ibadah sebagaimana dikemukakan Al-Bukhari dan Al-Baghawi. Sebab tempat sujud kelak akan menjadi saksi baginya sebagaimana firman Allah: ‘Pada hari itu bumi menceritakan beritanya,’ (QS. Al-Zalzalah [99]: 4). Maksudnya adalah bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat di atasnya” (Al-Syaukani, Nailul Authar, III/241).
Anjuran pindah tempat ketika shalat sunnah bakdiyah ini sejalan dengan peristiwa yang dialami oleh Nafi bin Jubair, saat beliau shalat jumat bersama Muawiyah bin Abi Sufyan ra. Saat itu setelah salam, Nafi bin Jubair langsung melaksanakan shalat sunnah. Begitu selesai shalat, Muawiyah mengingatkan:
 لاَ تَعُدْ لِمَا صَنَعْتَ إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلاَةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِذَلِكَ أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ بِصَلاَةٍ حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ.[8]
“Jangan kau ulangi perbuatan tadi. Apabila kamu selesai shalat Jumat, jangan disambung dengan shalat yang lainnya, hingga engkau berbicara atau keluar masjid. Karena Nabi Saw memerintahkan hal itu. (Nabi Saw bersabda):“Janganlah engkau sambung shalat wajib dengan shalat sunnah, sampai engkau berbicara atau keluar.” (HR. Abu Daud No.1129).
Apabila tidak pulang ke rumah, dan tidak bisa (enggan) bergeser dari tempat shalat wajib yang telah dilakukan, maka ia boleh shalat sunnah bakdiyah di tempat yang sama saat ia shalat wajib dengan cara diselingi pembicaraan setelah salam dari shalat wajib sebelum shalat sunnah.

Imam al-Nawawi mengatakan:
فَإِنْ لم يَنْتَقِلْ إِلَى مَوْضِعٍ آخَرَ فَيَنْبَغِي أَنْ يَفْصِلَ بَيْنَ الْفَرِيضَة وَالنَّافِلَة بِكَلَامِ إِنْسَانٍ[9]
“Namun jika ia enggan berpindah atau bergeser ke tempat lain, maka sebaiknya ia memisah antara shalat wajib dan shalat sunnah dengan cara berbicara dengan orang lain,” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Vol. III/455).

Termasuk cakupan makna “berbicara” dalam hadis riwayat Abu Dawud No. 1129 tersebut adalah berdzikir setelah salam, seperti membaca istighfar tiga kali, kemudian membaca Allaahumma antassalaam wa minkassalaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam, dan dzikir-dzkir lainnya yang biasa dibaca setelah selesai shalat.  Dengan adanya ucapan atau bacaaan tadi bisa menjadi pemisah yang jelas antara shalat wajib dengan shalat sunnah, sehingga tidak dikira shalat sunnahnya menjadi bagian dari shalat wajib.[10]
Wallahu A’lam!


[1] HR. Abu Dawud No. 1006
[2] M. Nashiruddin al-Albani, al-Jami’ al-Shahih, Vol.I (Bayrut: al-Maktab al-Islami, 1988), 519.

[3] HR. al-Bukhari No. 731.
[4] Imam al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘Ala  Muslim, III/129 hadis No. 1296).
وَإِنَّمَا حَثَّ عَلَى النَّافِلَة فِي الْبَيْت لِكَوْنِهِ أَخْفَى وَأَبْعَدَ مِنْ الرِّيَاء، وَأَصْوَنُ مِنْ الْمُحْبِطَات، وَلِيَتَبَرَّك الْبَيْت بِذَلِكَ وَتَنْزِل فِيهِ الرَّحْمَة وَالْمَلَائِكَة وَيَنْفِر مِنْهُ الشَّيْطَان
[5] Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf Fi al-Ahadits Wa al-Atsar, II(Riyad: Maktabah al-Rusyd, 1409 H), 23.
[6] An-Nawawi, Al-Majmu’, Vol. III(Bayrut: Dar al-Fikr, 1997), 455.
[7]Al-Syaukani, Nailul Awthar, Vol. III(T.tp: Idarah al-Thiba’ah al-Muniriyah, t.th), 241.
[8]Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Vol. I (Bayrut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.th), 438.
[9] An-Nawawi, Al-Majmu’, Vol. III/ 455.
[10] Abdullah Aziz bin Abdullan bin Baz, Majmu’ Fatawa Bin Baz, XII/335
والتكلم يكون بما شرع الله من الأذكار كقوله : أستغفر الله. أستغفر الله. أستغفر الله. اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام، حين يسلم، وما شرع الله بعد ذلك من أنواع الذكر، وبهذا يتضح انفصاله عن الصلاة بالكلية حتى لا يظن أن هذه الصلاة جزء من هذه الصلاة .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar