Jumat, 12 Agustus 2011

TELADAN NABI SAW

Kelembutan dan Ketegasan

Sikap Nabi Saw

Oleh: Achmad Zuhdi Dh

Hp: 081 758 1229 Blog: www.zuhdidh.blogspot.com


1. Kesabaran Nabi Saw saat dilecehkan oleh Zaid Bin Sa’nah

Suatu ketika Nabi Saw bersama Ali ra, lalu datang seorang badwi menjumpainya. Badwi itu berkata: Wahai Nabi, warga Bushra kampung Bani Fulan telah masuk Islam. Saya pernah berkata kepada mereka bahwa jika mereka masuk Islam akan dibantu untuk kesejahteraan mereka.

Saat ini mereka sedang tertimpa bencana kelaparan, saya khawatir mereka akan keluar dari Islam. Saya minta tolong agar mereka dapat dibantu untuk meringankan beban deritanya.

Nabi Saw bertanya kepada Ali barangkali ada sesuatu yang dapat diperbantukan kepada mereka. Ali berkata bahwa tidak ada yang bisa diperbantukan kepada mereka (kita dalam keadaan krismon).

Zaid bin Sa’nah, seorang Yahudi, kemudian menawarkan kepada Nabi untuk meminjamkan uang sebesar 80 mitsqal emas. Nabi setuju meminjam dari Zaid yang Yahudi itu kemudian dibelikan kurma dan diserahkan kepada orang Badwi tadi untuk diperbantukan kepada masyarakat yang telah tertimpa bencana kelaparan.

Sebelum jatuh tempo, dua atau tiga hari masa yang dijanjikan untuk kembalikan pinjaman, Zaid bin Sa’nah datang menemui Nabi yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya. Saat itu Zaid langsung memegang baju dan menarik-narik selendang beliau (sampai terjatuh?) sambil berkata, Wahai Muhammad! Kapan hutangmu kau bayar? Aku kenal keturunan bani Abdil Muttalib tidak ada yang suka mengulur-ulur hutang! Melihat pemandangan seperti itu Umar bin Khattab marah dan menghunus pedangnya ingin memenggal lehar Zaid yang bertindak kurang ajar kepada sang Nabi. Saat itu, beliau dengan wajah yang tenang dan penuh kelembutan berkata kepada Umar: “Wahai Umar, kita ini diperintahakan untuk bisa melyaninya dengan baik. Tidak berlaku kasar”.

Saat itu Umar kemudian mencari dana untuk pembayaran hutangnya hingga terkumpul sejumlah yang dibutuhkan. Setelah itu Umar datang menemui Nabi saw. Kepada Umar, Nabi memerintahkan agar uang itu segera diserahkan kepada Zaid bin Sa’nah dan ditambahkan dengan 20 takar kurma.

Setelah sampai di rumah Zaid, Umar menyerahkan uang pinjamannya sambil menambahkan 20 takar kurma. Saat itu zaid bertanya, kenapa ada tambahan 20 takar kurma? Umar menjawab, Nabi yang memerintahkannya sebagai ganti saya telah berlaku kasar (membentak) kepada anda. Wahai Umar kau kenal aku? Tidak, jawab umar. Aku adalah Zaid Bin Sa’nah, pendeta yahudi yang kaya raya.

Mendengar penjelasan Zaid bin Sa’nah, Umar lalu penasaran dan bertanya: kenapa anda kemarin berlaku kasar kepada Nabi? Zaid menerangkan: “Wahai Umar, ketahuilah bahwa sebenarnya saya telah mengetahui tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad, kecuali dua hal yang belum aku saksikan, yaitu:

يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ وَلا تَزِيدُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا

(1)Kesabaran dan kelembutannya mendahului sikap kasar dan kecerobohannya, (2)semakin ia diperlakukan kasar, ia semakin bertambah lembut dan kesabarannya.”

فَقَدْ أُخْبِرْتُهُمَا، فَأُشْهِدُكَ يَا عُمَرُ أَنِّي قَدْ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا

Wahai Umar, kini aku telah mengetahui dan menyaksikan dua tanda-tanda kanabian itu padanya, karena itu saksikan bahwa saat ini aku menyatakan “Aku telah ridha, Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabiku.

Saksikan juga bahwa separoh hartaku atau sebagian besar dari hartaku akan aku sumbangkan untuk kepentingan umat Muhammad saw.

2. Sikap Tegas Nabi Saw Dalam Menghadapi Abu Jahal

Suatu ketika ada seorang lelaki dari kampung Irasy menuju ke kota Makkah untuk menjual seekor unta, miliknya. Sampai di Makkah, ia bertemu Abu Jahal kemudian unta itu dijual kepadanya. Abu Jahal setuju untuk membelinya, tetapi Abu Jahal menunda atau memperlambat pembayarannya.

Orang kampung itu pun mencari orang yang dapat membantu untuk mendapatkan uangnya. Saat itu ia mendatangi sekelompok orang Quraisy dan bertanya kepada mereka: “Apakah ada orang yang dapat menolong saya untuk memintakan uang (penjualan unta) saya dari Abu Jahal? Saya ini orang jauh, orang kampung. Ia (Abu jahal) telah membeli unta saya tetapi hingga sekarang belum dibayar?

Orang-orang Quraisy itu kemudian menunjuk seseorang yang sedang duduk di sisi masjid al-Haram (Nabi Muhammad Saw). Mereka menunjuk kepada Muhammad dengan maksud untuk melecehkannya, karena mereka tahu bahwa antara Nabi Muhammad Saw dengan Abu Jahal telah terjadi permusuhan.

Orang kampung itu pun mendatangi Nabi Muhammad Saw. Di hadapan Nabi Saw, ia menceritakan nasibnya yang telah didzalimi oleh Abu jahal, yaitu unta yang dibeli oleh Abu Jahal itu hingga sekarang masih belum dibayar, padahal ia ingin segera pulang ke kampungnya. Nabi Saw saat itu terharu lalu ingin membantu orang kampung Irasy itu.

Ketika orang-orang Quraisy itu melihat orang kampung menuju kepada Nabi Muhammad Saw, mereka berkata satu dengan yang lain (sambil mengejek): “coba perhatikan apa yang akan terjadi, kalau Muhammad bertemu dengan Abu Jahal? Karena antara Muhammad dengan Abu jahal telah terjadi permusuhan.”

Nabi Saw saat itu kemudian mengajak orang kampung menuju ke rumah Abu Jahal. Di depan pintu rumahnya, Nabi Saw mengetuk pintu. Abu Jahal penasaran: “Siapa itu yang mengetuk pintu?” Saya Muhammad, keluarlah wahai Abu Jahal, ada masalah penting yang harus kau selesaikan!

Mendengar suara Muhammad Saw, ia pun keluar. Saat itu tampak wajah Abu Jahal pucat, grogi dan ketakutan. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw mengatakan: “Wahai Abu Jahal, segera berikan haknya orang ini, jangan bikin masalah, jangan kau bikin susah pada orang kampung ini!

Saat itu Abu Jahal berkata: baiklah, jangan marah, akan kuberikan haknya. Abu Jahal kemudian masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan uangnya lalu diberikan kepada orang kampung yang telah menjual untanya tadi. Setelah urusan selesai, Nabi Saw meninggalkan rumah Abu Jahal dan berkata kepada orang kampung tadi: “sekarang lanjutkan urusanmu” !

Selesai ditolong Nabi Saw, orang kampung Irasy tadi mendatangi sekelompok orang Quraisy lalu mengatakan: “semoga dia (Nabi Saw) mendapatkan balasan dari Allah karena telah berhasil membantu untuk mendapatkan hak saya”. Orang-orang Quraisy tadi jadi penasaran dan bertanya, apa yang terjadi? Orang kampung itu pun menceritakan kejadian yang amat mengagumkan. Katanya: “ketika Muhammad mendatangi rumah Abu Jahal dan mengetuk pintunya maka Abu Jahal keluar. Saat itu Nabi mengatakan: “segera berikan haknya”. Abu Jahal kemudian mengatakan: “baiklah, akan saya ambilkan uangnya dan saya berikan haknya, tolong jangan marah.”

Mendengar kisah yang aneh itu, orang-orang Quraisy menemui Abu Jahal dan bertanya kepadanya dengan penuh penasaran. Wahai Abu Jahal, apa sebenarnya yang terjadi? Tidak seperti biasanya, kamu berani bicara lantang dan menentang kepadanya. Tetapi kenapa tadi kamu begitu lemah dan tak berdaya. Apa yang sesunggunhnya terjadi?

Abu Jahal kemudian bercerita: “Demi Allah, peristiwa seperti yang terjadi tadi belum pernah kualami. Kalian tahu, saat Muhammad mengetuk pintu rumahku dan mendengar suara Muhammad, sepontan aku ketakutan, dan saat aku keluar menemui Muhammad, aku melihat di atas kepalanya tampak seekor unta jantan (yang siap merenggutku) yang tak pernah kulihat sebelumnya, baik kepalanya, ekornya maupun taringnya. Luar biasa. Demi Allah, sekiranya aku tidak menuruti apa yang diinginkan oleh Muhammad, maka unta itu akan merenggutku.

والله ما هو إلا أن ضرب علي بابي وسمعت صوته فملئت رعبا، ثم خرجت إليه وإن فوق رأسه لفحلا من الابل ما رأيت مثل هامته، ولا قصرته ولا أنيابه لفحل قط فوالله لو أبيت لاكلني

Dalam kisah lain diterangkan, ketika peristiwa Abu Jahal melihat seekor unta jantan berada di atas kepala Nabi muhammad saw disampaikan kepada beliau, Nabi Saw mengatakan bahwa dia itu adalah malaikat Jibril yang siap melindungi dirinya.

3. Hikmah yang dapat diambil dari kisah-kisah tersebut di bulan suci ini:

Momentum bulan suci Ramadhan ini adalah merupakan kesempatan yang strategis untuk berbenah diri. Kita seharusnya banyak melakukan perbaikan-perbaikan dalam diri kita, terutama perilku sehari-hari kita, baik dalam mengabdi kepada Allah Swt maupun dalam bergaul dan berkomunikasi dengan sesama. Hablun min Allah wa hablun min al-nas (QS. Ali Imran, 112)

Sebagaimana yang sudah kita fahami, tujuan disyariatkannya ibadah shiyam (puasa) Ramadhan kepada kita ini adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa (QS. al-Baqarah, 183). Untuk mengetahui seberapa berhasil dalam meraih tujuan ibadah puasa di bulana suci ini, kiranya perlu membaca dalam diri kita, sudahkah ada tanda-tanda ketakwaan dalam diri kita.

Beberapa tanda atau indikasi adanya ketakwaan dapat dilihat dalam sikap dan prilaku seseorang seperti gemar berinfak/ bersedekah, baik pada saat lapang atau pun sempit, sanggup mengendalikan diri ketika hendak marah, mau memaafkan orang lain dan berbuat ihsan, yaitu sanggup melakukan kebaikan kepada seseorang yang pernah melakukan tidak baik pada dirinya. (QS.Ali Imran,133-134).

Dalam kisah pertama digambarkan bagaimana Nabi Saw, teladan kita, bersikap tenang, sabar dan tidak marah pada saat diperlakukan kasar oleh seorang Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah. Beliau bahkan memaafkan dan berbuat baik kepadanya. Akhirnya Zaid tahu betul bahwa Muhammad itu memang benar-benar seorang Nabi. Dia pun masuk Islam. Sikap Nabi Saw ini adalah sikap “takwa”, yang seharusnya diteladani oleh orang yang ingin sukses ibadah puasanya.

Pada kisah yang kedua digambarkan bahwa Nabi Saw gemar membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Ketika orang kampung Irasy didzalimi oleh Abu Jahal, Nabi terpanggil untuk membantunya, dengan berani dan tegas Nabi Saw meminta Abu Jahal agar segera memberikan hak orang kampung itu. Kepedulian kepada sesama, suka membantu merupakan sikap takwa yang harus dimiliki oleh orang yang ingin sukses ibadah puasanya.

Kita berdoa semoga di bulan suci Ramadhan ini, kita diberi kekuatan lahir dan batin untuk dapat membenahi diri kita, melalui ibadah puasa dengan baik dan benar, sehingga kelak tumbuh sifat takwa dalam diri kita, seperti sanggup mengendalikan diri ketika ingin marah dan gemar membantu orang lain, baik dengan harta, pikiran atau tenaga kita.

Disampaikan pada kegiatan Pembinaan Mental Bagi PNS

di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo

Jumat tanggal 12 Agustus 2011 M/ 12 Ramadhan 1432 H

di Aula Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo

Kisah-kisah tersebut dikutip dari berbagai sumber, di antaranya:

1. Al-Dzahabi, Tarikh al-Islam, II/663.

2. Ibn Katsir, al-Sirah al-Nabawiyah, I/296.

3. Ibn Hisyam,. Al-Sirah al-Nabawiyah, I/298.

4. Muhammad Bin Hibban, Shahih Ibn Hibban, I/521

5. Mahran Mahir Utsman Nuri, Ahwal al-Nabi Saw, I/34-35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar