Selasa, 23 Juli 2024

HUKUM WUDU DI KAMAR MANDI

 WUDU DI KAMAR MANDI

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

Permasalahan:

      Ketika serombongan wisata sedang dalam perjalanan, di antara mereka ada yang mengingatkan bahwa waktu salat telah tiba, karena itu mereka diajak berhenti dan mampir dulu di sebuah masjid atau musalla untuk melaksanakan salat. Salah seorang dalam rombongan dari kalangan Perempuan (ukhti) kebingungan saat hendak melakukan wudu karena tidak tersedia tempat wudu yang khusus, melainkan jadi satu dengan kamar mandi. Dalam pandangan ukhti ini wudu seharusnya dilakukan di luar kamar mandi dan tertutup dari pandangan umum.

              Melalui rubrik konsultasi agama MATAN ini saya mohon kepada Ustaz pengasuh konsultasi agar berkenan memberikan penjelasan secara lugas dan jelas mengenai hukum berwudu di dalam kamar mandi. Apakah boleh berwudu di dalam kamar mandi? Adakah dalil-dalil kuat yang dapat dijadikan hujjah? Demikian, atas perkenannya saya sampaikan banyak terima kasih (Ukhti dari RSI Hasanah Muhammadiyah Mojokerto).

Pembahasan:

              Di zaman yang sudah modern ini, kamar mandi biasanya juga dilengkapi dengan toilet di dalamnya. Tujuannya mungkin saja sekedar untuk kepraktisan. Karena itu, tidak jarang ketika ada orang yang mandi di dalamnya, begitu selesai mandi lalu orang itu langsung melakukan wudu di dalamnya. Permasalahannya, apakah boleh berwudu di dalam kamar mandi?

              Sebenarnya, bila ditanyakan apakah ada dalil yang jelas dan tegas mengenai larangan berwudu di kamar mandi? Jawabannya, tidak ada atau belum ditemukan dalilnya. Tidak ada satu pun hadis yang secara jelas dan tegas melarang berwudu di kamar mandi. Karena itu maka wajar bila ulama kemudian berbeda pendapat mengenai hukum berwudu di dalam kamar mandi. Dalam hal ini, sebagian ulama cenderung melarangnya, dan sebagian ulama lainnya hanya memakruhkannya. Penyebab munculnya perbedaan ini di antaranya dikarenakan oleh adanya perbedaan pemahaman terhadap teks hadis berikut ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ 

Artinya: Dari Ibn Umar, bahwasanya ada seseorang yang lewat saat Rasulullah saw. sedang kencing (di toilet). Orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya" (HR. Muslim No. 849).

              Dalam memahami hadis tersebut, ada dua pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa berzikir atau menyebut asma Allah di dalam toilet itu tidak dibolehkan (haram atau dilarang). Sikap Nabi saw. tidak menjawab salam saat berada di dalam toilet tersebut, difahami oleh kelompok ulama ini, menunjukkan tidak bolehnya (haram)nya menjawab salam termasuk berzikir saat berada di dalam toilet.

Sementara ulama yang lain, berdasarkan hadis tersebut, berpendapat bahwa berzikir di dalam kamar mandi hukumnya makruh. Kelompok ulama yang cenderung menghukumi makruh beralasan bahwa sikap diamnya Nabi atau tidak membalasnya salam dari sahabat yang memberikan salam saat beliau berada di dalam toilet itu difahami sekedar menunjukkan kepatutan atau keutamaan untuk tidak berzikir di dalam toilet, sehingga hukumnya hanya makruh (tidak disukai, tidak elok), tidak sampai dihukumi haram (terlarang).

 Berwudu di kamar mandi ini dipermasalahkan karena dalam berwudu ada beberapa saat untuk berzikir. Di antaranya saat memulai wudu disyariatkan (disunnahkan) membaca basmalah, dan setelah selesai wudu disyariatkan membaca zikir syahadat, yaitu bacaan asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad itu hamba dan utusan Allah).

              Karena saat berwudu ada zikir-zikirnya maka terkait hukum wudu di kamar mandi juga diperselisihkan ulama. Sebagian ulama melarang wudu di kamar mandi, namun sebagian ulama yang lain memakruhkannya. Berikut ini akan dibahas lengkap dengan dalil-dalilnya atau argumentasinya mengapa sebagian mereka menghukuminya haram dan mengapa sebagian yang lainnya hanya memakruhkannya.

Alasan pendapat yang melarang

              Menurut kelompok ulama yang melarang berzikir di kamar mandi, berwudu yang dimulai dengan membaca basmalah tidak boleh dilakukan di dalam kamar mandi, karena ada larangan berzikir saat berada di dalam toilet. Namun, bila kondisi mendesak maka boleh berwudu di dalam kamar mandi dengan cara, membaca basmalah sebelum masuk ke kamar mandi, dan berdoanya setelah wudu, di luar kamar mandi. Bisa juga saat di kamar mandi membaca basmalah tetapi cukup di dalam hatinya tanpa menggerakkan lisan dan bibir.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan:

فَإِنَّهُ لاَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى بِلِسَانِهِ فِيْهَا -فِي هَذَا الْمَوْضِعِ وَمَا أَشَرْنَا إِلَيْهِ أَوَّلاً- وَلَكِن ذَكَرَ اللهَ بِقَلْبِهِ لاَ حَرَجَ عَلَيْهِ فِيْهِ.

Tidak perlu berzikir (mengucapkan nama Allah) dengan lisannya pada tempat yang kami isyaratkan (kamar mandi dan semisalnya). Akan tetapi, berzikir di dalam hati. Hal ini tidak mengapa” (al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad al-Darb, XVI/304).

 

Pandangan Syekh al-Utsaimin ini merujuk pada pendapat Imam Ahmad sebagai berikut:

إِذَا كَانَ فِي الْحَمَّامِ ، فَقَدْ قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَد: إِذَا عَطَسَ الرَّجُلُ حَمِدَ اللهَ بِقَلْبِهِ، فيُخَرَّج مِنْ هَذِهِ الرِّوَايَةِ أَنَّهُ يُسَمِّيْ بِقَلْبِهِ

“Apabila seseorang di kamar mandi, Imam Ahmad mengatakan: “Jika dia bersin maka baca hamdalah dalam hati”. Dari beberapa keterangan Imam Ahmad ini dapat disimpulkan bahwa membaca basmalah juga dalam hati (al-Utsaimin, Al-Syarhul Mumthi’, I/159-160).

 

Alasan pendapat yang memakruhkan

Menurut ulama yang memakruhkan zikir di kamar mandi, mereka cenderung membolehkan berwudu di kamar mandi. Hal ini karena hal yang asalnya makruh itu bisa menjadi dibolehkan jika ada hajat (kebutuhan), meskipun tidak mendesak.

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa berzikir dan berdoa di dalam kamar mandi hukumnya makruh. Beliau rahimahullah berkata:

يُكْرَهُ الذِّكْرُ وَالْكَلَامُ حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ، سَوَاءٌ كَانَ فِي الصَّحْرَاءِ أَوْ فِي الْبُنْيَانِ، وَسَوَاءٌ فيِ ذَلِكَ جَمِيْع الْأَذْكَارِ وَالْكَلاَمِ إِلاَّ كَلاَم الضَّرُوْرَة

Dimakruhkan berzikir dan berbicara ketika menunaikan hajat (buang air), baik itu di tanah lapang atau di dalam ruangan, sama saja hukumnya pada semua jenis zikir ataupun pembicaraan, kecuali darurat” (al-Nawawi, Al-Adzkar al-Nawawiyah, I/47).

Dalam kaidah fiqhiyah disebutkan bahwa suatu hal yang hukum asalnya makruh itu bisa menjadi mubah hukumnya apabila ada hajat (kebutuhan), sebagaimana kaidah berikut ini:

الْحَاجَةُ تَزُولُ الْكَرَاهَةَ

Suatu hajat (kebutuhan) itu dapat menghilangkan hukum makruh (sehingga menjadi boleh)” (Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra, I/324).

Syekh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah juga menjelaskan demikian disertai contohnya. Beliau berkata:

لاَ بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ دَاخِلَ الْحَمَّامِ، إِذَا دَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى ذَلِكَ، وَيُسَمِّي عِنْدَ أَوَّلِ الْوُضُوْءِ، يَقُوْلُ: (بِسْمِ الله)؛ لِأَنَّ التَّسْمِيَةَ وَاجِبَةٌ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَمُتَأَكِّدَةٌ عِنْدَ الْأَكْثَرِ

Tidak mengapa seseorang berwudu di dalam kamar mandi apabila ada hajat dan diucapkan di awal wudu, yaitu bacaan basmalah. Lafaz basmalah hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sebagian besar yang lain berpendapat hukumnya sunah muakkadah” (Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa Bin Baz, X/28).

         Ibn Qudamah dalam kitabnya al-Syarh al-Kabir mengatakan bahwa orang yang sedang berada di dalam kamar mandi boleh saja berzikir kepada Allah, karena zikir kepada Allah itu merupakan perbuatan yang baik untuk dilakukan di mana saja selama tidak ada larangan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Hurairah pernah masuk ke dalam kamar mandi dan membaca kalimah tauhid la ilaha illallah. Lebih lanjut Aisyah ra meriwayatkan hadis (al-Bukhari No. 833 dan Muslim No.852) bahwasanya:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Nabi saw. biasa berzikir kepada Allah dalam segala keadaan (Ibn Qudamah, al-Syarh al-Kabir, I/232; Baca juga Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, I/558).

            Sufyan bin Abdillah juga meriwayatkan:

" كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ إِذَا دَخَلُوا الْحَمَّامَ أَنْ يَقُولُوا: يَا بَرُّ يَا رَحِيمُ، مُنَّ وَقِنَا عَذَابَ السَّمُومِ"

Mereka menganjurkan kepada siapa saja yang memasukinya (kamar mandi) untuk mengucapkan atau membaca zikir: “Ya Barru, Ya Rahim, Munna Waqina ‘azab al-Samum”, artinya: “Wahai Yang Maha baik, wahai yang Penyayang, selamatkan kami dari siksaan bahaya racun dan sejenisnya. Ini diucapkan seperti doa” (Ibn Taymiyah, Syarh Umdat al-Fiqh, I/408; Ibn Qudamah, al-Mubdi’ Fi syarh al-Muqni’, I/204).

              Ibn Rajab, setelah mengutip bacaan tersebut (saat berada di kamar mandi), menambahkan keterangannya: “Beberapa orang salih kemudian menuangkan air dari bak mandi ke kepalanya, namun dia mendapati air itu sangat panas, lalu dia menangis dan berkata: Saya teringat firman Allah swt (Al-Hajj: 19): “Di atas kepala mereka disiram air mendidih” (Ibn Rajab, Lataif al-Ma’arif, I/319).

           Dari keterangan di atas, baik dari hadis Nabi saw., komentar ulama, dan praktik sejumlah orang-orang salih, dapat difahami bahwa berwudu di dalam kamar mandi memang diperselisihkan ulama. Sebagian ulama melarangnya dan sebagian ulama lainnya memakruhkan bahkan membolehkannya. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya dalil yang secara jelas dan tegas melarangnya.

           Dari dua pendapat tersebut, pendapat yang kedua, yakni tidak melarang berwudu di kamar mandi agaknya lebih memudahkan, selain didukung oleh dalil-dalil yang menguatkannya. Hal ini sesuai dengan prinsip “li al-taysir”, memberi kemudahan dalam beribadah. Dengan demikian, tidak ada masalah berwudu di dalam kamar mandi termasuk membaca basmalah dan zikir atau doa lainnya. Apalagi bagi ibu-ibu yang membutuhkan tempat tertutup saat berwudu. Pendapat ini juga diperkuat oleh hadis sahih bahwa Nabi saw. suka berzikir di dalam semua keadaan. Selain itu juga perbuatan Abu Hurairah yang pernah membaca kalimat tauhid (la ilaha illallah) saat berada di dalam kamar mandi. Wallahu A’lam bishshawab!

 (Artikel ini telah dimuat di majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi Juli 2024)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar