Sabtu, 09 November 2024

NIKAH VIA ONLINE

 NIKAH VIA ONLINE

Oleh

Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

            Permasalahan

Mohon penjelasan tentang hukum menikah (akad nikah) secara virtual atau online, semisal via video call, dikarenakan beberapa alasan seperti LDR (long Distance Relationship) atau hubungan jarak jauh. Hal ini terjadi karena salah satu mempelai terikat kontrak kerja yang tidak mendapatkan izin cuti.  Bolehkah atau sahkah akad nikah secara virtual tersebut? Bagaimana menurut Tarjih Muhammadiyah? Demikian permasalahan yang kami sampaikan, atas perkenan dan pembahasannya disampaikan terima kasih (Muhsin, Surabaya).

Pembahasan

            Menikah adalah salah satu sunah yang sangat ditekankan dalam Islam bagi orang yang sudah mampu. Dalam al-Qur’an surat al-Nur ayat 32 Allah berfirman:

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Nur, 32).

             Betapa pentingnya masalah pernikahan ini, Nabi saw. memperingatkan umatnya. Dalam hadis sahih al-Bukhari diterangkan bahwa suatu saat ada seorang sahabat yang menyatakan: “Saya telah menjauhi wanita, dan tidak akan menikah selamanya”. Mendengar pernyataan sahabat seperti itu, Nabi saw. bersabda: “Aku adalah orang yang paling takwa di antara kalian, tetapi aku juga puasa dan tidak puasa, salat malam dan tidur, juga menikah. Barangsiapa yang enggan mengikuti sunahku (termasuk menikah) maka ia tidak termasuk umatku” (HR. al-Bukhari 5063 dan Muslim 3469).

 Mengenai pernikahan, para ahli fiqh umumnya menyepakati bahwa suatu pernikahan dianggap sah apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun-rukun dalam pernikahan menurut jumhur ulama ada lima, yaitu (1) adanya mempelai pria, (2) adanya mempelai wanita, (3) adanya wali nikah, (4) hadirnya dua orang saksi, dan (5) akad ijab-kabul. Rukun-rukun tersebut masing-masing ada persyaratannya.

Khusus tentang persyaratan ijab dan kabul, ada lima syarat, yaitu: Pertama, ijab dan kabul harus dilakukan dengan mengunakan kalimat yang jelas, yakni kalimat (ucapan) dari wali nikah yang akan menikahkan (ijab) dan kalimat (ucapan) dari calon suami yang akan menerima pernikahan (kabul). Kedua, ijab dan kabul harus dilakukan dalam satu majelis; Ketiga, adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Misalnya wali mengatakan: “Saya nikahkan anda dengan putri saya bernama Aisyah…”, kemudian calon suaminya menjawab: “Saya terima nikahnya Alimah…”, maka nikahnya tidak sah, karena nama calon isteri yang diucapkan antara ijab dan kabul tidak sesuai. Jadi yang sah adalah apabila juga dijawab dengan nama yang sama yaitu Aisyah; Keempat, kalimat ijab dan kabul terdengar jelas oleh semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pernikahan; Kelima, berlaku seketika, maksudnya nikah tidak boleh dikaitkan dengan masa yang akan datang. Jika wali mengatakan: “Saya nikahkan anda dengan putri saya Aisyah besok atau besok lusa”, maka ijab dan kabul seperti ini tidak sah (Abd al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, IV/13).

Dari lima persyaratan tersebut, tentang syarat kedua yaitu ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis, pengertiannya masih diperselisihkan ulama.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pengertian dalam satu majelis adalah harus dalam satu tempat yang sama. Dalam hal ini tidak boleh dalam jarak berjauhan antara wali yang akan menikahkan putrinya dengan seorang pria yang akan menjadi calon suaminya. Bagi ulama yang berpegang tegung pada prinsip yang demikian, maka nikah secara virtual (via online) hukumnya tidak sah. Namun demikian, masih ada solusi atau jalan keluar lain bagi yang terpaksa harus berjarak jauh dalam pelaksanaan akad nikahnya, yaitu dengan jalan membuat perwakilan atau akad wakalah, baik melalui perantara surat, utusan, telepon, jaringan internet, video call, atau semisalnya.

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa akad ijab dan kabul dinamakan satu majelis jika setelah pihak wali selesai mengucapkan ijab, calon suami dapat langsung mengucapkan kabulnya. Yang penting, dalam hal ini, antara ijab dan kabul tidak boleh ada jeda waktu yang lama. Sebab, jika ada jeda waktu lama antara ijab dan kabul, antara wali dengan calon mempelai pria (suami), maka ucapan kabulnya tidak dianggap sebagai jawaban terhadap ijab. Ukuran jeda waktu yang lama, yaitu jeda yang mengindikasikan calon suami menolak untuk menyatakan kabul. Dalam hal ini antara ijab dan kabul tidak boleh diselingi dengan perkataan yang tidak terkait dengan nikah sekalipun sedikit, juga sekalipun tempat akadnya tidak berpisah.

Berdasarkan pemahaman yang kedua tersebut, maka ijab dan kabul dalam satu majelis tidak harus dilakukan antara dua pihak dalam satu tempat yang sama. Para ulama imam madzhab sepakat tentang sahnya akad ijab dan kabul yang dilakukan oleh dua pihak yang berjauhan melalui sarana surat atau utusan. Misalnya ijab dan kabul dilakukan melalui surat atau utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon suami.

Jika akad ijab dan kabul melalui surat, maka yang dimaksud dengan majelis akad yaitu tempat suami membacakan surat yang berisi ijab dari wali di hadapan para saksi, dan jika calon suami setelah membaca surat yang berisi ijab dari wali segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang dilakukan dalam satu majelis.

Jika akad ijab dan kabul melalui utusan, maka yang dimaksud dengan majelis akad yaitu tempat utusan menyampaikan ijab dari wali pada calon suami di hadapan para saksi, dan jika setelah utusan menyampaikan ijab dari wali, calon suami segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang telah dilakukan dalam satu majelis.

Pada zaman dahulu, akad antara dua pihak yang berjauhan hanya terbatas melalui alat komunikasi surat atau utusan. Dewasa ini, alat komunikasi berkembang pesat dan jauh lebih canggih. Seseorang dapat berkomunikasi melalui internet, telepon, atau melalui tele-conference secara langsung dari dua tempat yang berjauhan. Alat komunikasi telepon atau hand phone (HP), dahulu hanya bisa dipergunakan untuk berkomunikasi lewat suara (berbicara) dan Short Massage Service (SMS: pesan singkat tertulis). Saat ini teknologi HP semakin canggih, di antaranya adalah fasilitas jaringan 4G (Fourth-Geneation Technology).

 Fourth (4) G adalah istilah yang digunakan untuk sistem komunikasi mobile (hand phone) generasi selanjutnya. Sistem ini bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari apa yang ada sebelumnya, yaitu pelayanan suara, teks dan data. Jasa layanan yang diberikan oleh 4G ini adalah jasa pelayanan video, akses ke multimedia dan lain-lain. Dengan fasilitas ini, yakni dengan video call, seseorang dapat berkomunikasi langsung lewat suara dan melihat gambar lawan bicara.

Syekh Abdullah al-Jibrin mengatakan: “Boleh saja melakukan akad nikah sekalipun posisinya berjauhan, yang melibatkan pengantin pria, wali, dan saksi. Hal ini bisa dilakukan melalui internet, sehingga memungkinkan untuk dilakukan akad dan persaksian dalam waktu bersamaan, dan dihukumi (dianggap) sama dengan satu majelis. Meskipun hakekatnya mereka berjauhan, mereka bisa saling mendengar percakapan dalam satu waktu. Pertama dilakukan ijab, lalu disusul dengan kabul. Sementara para saksi bisa melihat wali dan pengantin lelaki (melalui video call). Mereka bisa menyaksikan ucapan keduanya dalam waktu yang sama. Lebih lanjut al-Jibrin mengatakan:

فَهَذَا الْعَقْدُ صَحِيْحٌ، لِعَدَمِ إِمْكَانِ التَّزْوِيْرِ أَوْ تَقْلِيْدِ الْأَصْوَاتِ

Akad ini sah, karena tidak mungkin ada penipuan atau tiru-tiru suara… (Abdullah bin Abd al-Aziz al-Jibrin, Syarh Umdat al-Fiqh Li al-Muwafiq Ibn Qudamah, II/1248).

            Pandangan Syekh al-Jibrin tersebut sama dengan pendapat yang telah difatwakan oleh Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM), jika akad ijab dan kabul melalui surat atau utusan disepakati kebolehannya oleh ulama madzhab, maka akad ijab dan kabul menggunakan fasilitas jaringan 4G, yakni melalui video call lebih layak untuk dibolehkan. Dengan surat atau utusan sebenarnya ada jarak waktu antara ijab dari wali dengan kabul dari calon suami. Sungguhpun demikian, akad melalui surat dan utusan masih dianggap satu waktu (satu majelis). Sedangkan melalui video call, akad ijab dan kabul benar-benar dilakukan dalam satu waktu (in real time).

Dalam akad ijab kabul melalui surat atau utusan, pihak pertama yakni wali tidak mengetahui langsung terhadap pernyataan kabul dari pihak calon suami. Sedangkan melalui video call, lebih baik dari itu, yakni pihak wali dapat mengetahui secara langsung (baik mendengar suara maupun melihat gambar) pernyataan kabul dari pihak calon suami, demikian pula sebaliknya. Kelebihan video call yang lain, para pihak yakni wali dan calon suami mengetahui secara pasti kalau yang melakukan akad ijab dan kabul betul-betul pihak-pihak terkait. Sedangkan melalui surat atau utusan, bisa saja terjadi pemalsuan.

Dengan demikian, menikah via online, yakni akad ijab dan kabul melalui video call dapat dipandang sah secara syar’i, dengan catatan memenuhi syarat-syarat akad ijab dan kabul yang lain, serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sah nikah yang lain. Apabila akad ijab dan kabul melalui video call sah antara wali dengan calon suami, maka sah juga untuk akad tawkil (mewakilkan) dari pihak wali kepada wakil jika wali mewakilkan akad nikah pada orang lain. Bahkan sah juga akad ijab dan kabul melalui video call antara wakil dengan mempelai pria (Majalah S.MNo 20 Tahun 2008).

Sekalipun demikian, sebaiknya akad ijab dan kabul dilakukan secara normal dengan bertemunya masing-masing pihak secara langsung. Ijab dan kabul dilakukan via video call apabila memang diperlukan karena jarak yang berjauhan dan tidak memungkinkan untuk masing-masing pihak bertemu secara langsung. Wallahu a’lam bissawab!

(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur pada Agustus 2024)

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar