AMALAN UTAMA DI BULAN
SYAWAL
Oleh
DR.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Mempertahankan kebiasaan baik amaliah
Ramadhan, pada bulan Syawwal dan bulan-bulan seterusnya adalah tanda-tanda
berhasilnya amalan ibadah selama Ramadhan. Allah Swt berfirman:
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ
خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا
“Dan Allah akan
menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapatkan petunjuk, dan amal-amal
salih yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
sesudahnya. (QS.Maryam,76).
Beberapa amalan positif selama
Ramadhan yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan adalah (1) amalan shalat, dalam
hal ini adalah membiasakan shalat berjamaah lima waktu di masjid, membiasakan
shalat malam (tahajjud) setiap hari, dan membiasakan shalat-shalat sunnah
lainnya; (2) amalan puasa (shaum), dalam hal ini adalah membiasakan berpuasa
sunnah, seperti puasa Syawwal, puasa Arafah, puasa Asyura, puasa Senin-Kamis,
dan puasa-puasa sunnah lainnya; (3) amalan sedekah; (4) amalan tilawah al-Qur’an; dan (5) amalan
thalabul ilmi, gemar menghadiri majelis ilmu.
Khusus di bulan Syawal,
beberapa amalan yang disyariatkan antara lain (1) Membayar zakat fitrah sebelum
shalat Idul fitri; (2) Bertakbir
dan bertahmid; (3) Melaksanakan Shalat Idul Fitri; (4) Mengucapakan tahni’ah
dengan ucapan “taqabbalallahu minna wa minkum”; (5) membantu orang susah,
menyantuni anak yatim dan orang miskin; dan (6) Puasa Syawal enam hari.
Tentang puasa Syawal, adalah berpuasa
selama enam hari setelah tanggal satu Syawwal. Dalam hal ini bisa dimulai dari tanggal
dua dan seterusnya selama di bulan Syawwal. Di antara keistimewaan puasa pada
bulan Syawwal adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai
berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ
سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia akan dapat pahala
seperti berpuasa setahun penuh.” (HR.
Muslim dari Abu
Ayub al-Anshari)
Pada hadis ini terdapat dalil tegas tentang
dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih
oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. (al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
VIII/56). Tentang bagaimana cara melaksanakannya, lebih lanjut
al-Nawawi mengatakan, “Para ulama
madzhab Syafi’i mengatakan bahwa yang paling afdhol (utama) dalam melakukan
puasa syawal adalah secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri.
Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang
tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa
Ramadhan.”
Tentang hikmah melakukan
puasa enam hari di bulan Syawal, Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan beberapa
faedah di antaranya: (1) Berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan
akan menyempurnakan ganjaran berpuasa setahun penuh; (2) Puasa Syawal dan puasa
Sya’ban adalah seperti halnya shalat rawatib qabliyah dan ba’diyah
(shalat sunnah sebelum atau seudah shalat wajib lima waktu). Amalan sunnah seperti ini akan menyempurnakan
kekurangan dan cacat yang ada dalam amalan wajib. Setiap orang pasti memiliki
kekurangan dalam amalan wajib. Amalan sunnah inilah yang nanti akan menyempurnakannya; (3) Membiasakan berpuasa setelah puasa Ramadhan
adalah tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Karena Allah Ta’ala jika
menerima amalan hamba, maka Dia akan memberi taufik pada amalan shalih selanjutnya. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ
هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan
memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya (QS. Muhammad, 17)
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Balasan dari amalan
kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan
lalu dia melanjutkan dengan kebaikan selanjutnya, maka itu adalah tanda
diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula orang yang melaksanakan kebaikan
lalu dilanjutkan dengan melakukan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya
atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan. Karena
Allah telah memberi taufik dan menolong kita untuk melaksanakan puasa Ramadhan
serta berjanji mengampuni dosa kita yang telah lalu, maka hendaklah kita
mensyukuri hal ini dengan melaksanakan puasa sunnah setelah Ramadhan.
Sebagaimana para salaf dahulu, setelah malam harinya melaksanakan shalat malam,
di siang harinya mereka berpuasa sebagai rasa syukur pada Allah atas taufik
yang diberikan. (Ibn Rajab, Latho’if Al Ma’arif, I/244). Wallahu a'lam bishshawab !