MENGAPA ADA SIANG DAN MALAM
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Permasalahan
Dalam kehidupan sehari-hari, ada hal yang luar biasa, tetapi terkadang terasa
biasa-biasa saja karena mungkin sudah terbiasa. Misal adanya siang dan malam. Namun,
dalam beberapa ayat, Allah bersumpah demi malam dan juga bersumpah demi siang
(QS. Al-Lail, 1-2). Tentu ada rahasianya. Apa maksud Allah bersumpah demi malam
dan demi siang, apa hikmah dibalik terciptanya siang dan malam, dan kenapa
dalam beberapa ayat al-Qur’an dan juga al-Hadis, Allah mengistimewakan malam
sedemikian rupa? Mohon Pengasuh Konsultasi Agama berkenan memberikan
penjelasannya. Atas perkenannya saya ucapkan terima kasih dengan iringan doa
jazakumullah khairan katsiran! (Putri, Waru Sidoarjo).
Pembahasan:
Di antara maksud
Allah bersumpah dalam al-Qur’an adalah utuk meyakinkan hamba-Nya agar mau memperhatikan
firman-Nya. Mana’ Al-Qattan mengatakan:
فاَلْقَسَمُ فِي كَلَامِ
اللهِ يُزِيْلُ الشُّكُوْكَ، وَيُحْبِطُ الشُّبْهَاتِ، وَيُقِيْمُ الْحُجَّةَ، وَيُؤَكِّدُ
الْأَخْبَارَ، وَيُقَرِّرُ الْحُكْمَ فِي أَكْمَلِ صُوْرَةٍ
“Sumpah dalam al-Qur’an digunakan untuk menghilangkan
keraguan, membatalkan syubhat, menegakkan argumentasi, menguatkan berita, dan
menetapkan hukum secara sempurna” (Mana’ al-Qattan, Mabahits Fi ‘Ulum
al-Qur’an, I/301).
Dalam
al-Qur’an, Allah beberapa kali bersumpah dengan menggunakan nama makhluknya. Misalnya,
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan demi siang apabila terang benderang”
(QS. Al-Lail, ayat 1-2). Menurut para
ahli Tafsir, ayat-ayat yang berdiksi sumpah (qasam) tersebut bertujuan hendak
memberi isyarat kepada manusia bahwa makhluk yang dijadikan sumpah-Nya itu
adalah sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Untuk memahami maksud diciptakananya malam dan siang, dapat kita telaah
firman Allah swt berikut ini:
وَمِنْ رَّحْمَتِه جَعَلَ لَكُمُ
الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوْا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِه
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Berkat rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan
siang agar kamu beristirahat pada malam hari, agar kamu mencari sebagian
karunia-Nya pada siang hari, dan agar kamu bersyukur kepada-Nya (QS. Al-Qashash, 73).
Ayat tersebut mengingatkan kita
agar menyadari bahwa terciptanya malam dan siang adalah merupakan bagian dari
rahmat Allah yang harus disyukuri. Kalau tidak ada pergantian siang dan malam,
maka manusia mungkin tidak bisa hidup di dunia ini. Peredaran siang dan malam
membuktikan bahwa Allah itu tetap Hidup. Kalau Allah tidak Hidup maka tidak
akan ada yang mengatur peredaran siang dan malam itu.
Allah menciptakan malam itu, di
antara hikmahnya adalah agar manusia bisa menggunakannya untuk istirahat.
Kepenatan, kelelahan, dan kepayahan akibat pekerjaan di siang hari dan akibat
panas tekanan cahaya matahari dapat dihilangkan dengan istirahat di malam hari.
Kemudian tidur pulas beberapa jam di malam hari dapat pula menyegarkan kembali
urat-urat saraf. Dengan demikian, tidur di malam hari itu, bukan hanya badan
yang beristirahat, tetapi pikiran pun juga bisa diistirahatkan.
Menurut pakar kesehatan, tidur
malam yang bagus adalah antara pk. 23.00 sd pk. 02.00 Wib tanpa lampu. Pada
saat itu produksi kelenjar melatonin mencapai puncaknya. Di antara
fungsi hormon melatonin adalah mengurangi ketegangan jiwa, memperbaiki
tidur, memperkuat daya kekebalan tubuh, meningkatkan daya tahan terhadap
bakteri dan virus, mencegah kanker, dan mencegah pikun (Iftachul ‘Ain Hambali, Islamic
Pineal Therapy, 2011:18-23).
Allah menegaskan:
وَجَعَلْنَا
نَوْمَكُمْ سُبَاتًا وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا
“Kami
menjadikan tidurmu untuk istirahat, dan kami menjadikan malam sebagai pakaian”
(QS. Al-Naba, 9-10).
Pada siang hari, Allah sengaja
menjadikannya untuk manusia agar dapat mencari sebagian karunia-Nya. Setelah
bangun di pagi hari, maka datanglah hari baru, dan badan serta pikiran pun
telah segar kembali. Saat itu kesempatan baik buat bekerja dan berusaha mencari
kebutuhan hidup sehari-hari. Hidup di dunia ini isinya adalah untuk bekerja dan
berusaha guna bisa bertahan hidup. Semuanya telah dipersiapkan Allah di muka
bumi ini. Di siang hari itulah manusia bisa bekerja dan berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Allah menegaskan:
وَجَعَلْنَا
النَّهَارَ مَعَاشًا
“Dan
Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan” (QS. Al-Naba, 11).
Malam untuk ketenangan dan
istirahat, sedangkan siang untuk bergiat dan bekerja. Adapun yang diharap
adalah karunia Allah yang telah disediakan di muka bumi ini. Manusia yang tidak
bekerja dan tidak berusaha, maka bisa saja ia tidak akan mendapatkannya.
Manusia diberi akal, panca indera, dan tenaga adalah untuk mencari karunia yang
telah disediakan Allah di muka bumi. Manusia telah diperintahkan, selain
beriman kepada Allah juga beramal shalih, yaitu bekerja dengan baik di dunia
ini.
Karena
itu, terjadinya pergantian malam dan siang, siang dan malam hendaklah
dimanfaatkan dengan baik dan disyukuri dengan sebenar-benarnya. Tanda syukur
yang sebenar-benarnya adalah mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Ada waktu
untuk bekerja, ada waktu untuk mencari ilmu dan mencari karunia Allah, dan ada
juga waktu untuk beristirahat dan bertaqarrub serta beribadah kepada Allah.
Lalu
kenapa di malam hari ditekankan agar digunakan untuk banyak beribadah? Karena
malam itu adalah waktu yang strategis dan sangat istimewa untuk bertaqarrub,
mendekatkan diri kepada Allah. Paling tidak ada lima keistimewaan malam bila
untuk beribadah.
Pertama, malam untuk bertahajjud.
Selain shalat wajib isya di awal malam, juga dianjurkan memanfaatkan sebagian
malam, terutama sepertiga malam terakhir untuk bangun tidur kemudian shalat
tahajjud. Allah swt berfirman:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِه
نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا
“Pada sebagian malam lakukanlah salat
tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu
mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (QS. Al-Isra, 79).
Tahajud
artinya Sahar, yaitu jaga atau tidak tidur malam. Sebagian ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan bertahajud adalah bangun beribadah
setelah tidur malam. Sebagian yang lain berpendapat bahwa bertahajud bisa dilakukan, baik sebelum tidur atau sesudah tidur. Dalam
ayat tersebut mengandung perintah mengisi sebagian malam untuk membaca
al-Qur’an dan shalat malam (Imam al-Mawardi, Tafsir al-Mawardi,
III/264).
Kedua, malam untuk meningkatkan kualitas diri. Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ قُمِ الَّيْلَ
اِلَّا قَلِيْلًاۙ نِّصْفَهٓ اَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًاۙ اَوْ زِدْ عَلَيْهِ
وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا
اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ
“1. Wahai orang yang berselimut (Nabi
Muhammad), 2. bangunlah (untuk salat)
pada malam hari, kecuali sebagian kecil, 3. (yaitu) seperduanya, kurang sedikit
dari itu, 4. atau lebih dari (seperdua)
itu. Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan
yang berat kepadamu. 6. Sesungguhnya
bangun malam itu lebih kuat (pengaruhnya terhadap jiwa) dan lebih mantap
ucapannya (QS.
Al-Muzammil, 1-6).
Ayat-ayat tersebut merupakan
perintah kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad saw.) dan umatnya untuk bangun dan
shalat malam. Selain itu juga perintah membaca al-Qur’an secara tartil di malam
hari. Allah menjanjikan kepada hamba-Nya yang mau shalat dan membaca al-Qur’an
di tengah malam atau sepertiga malam terakhir, dengan janji memberikan
keteguhan hati dan kemantapan bicara (Abd al-Rahman al-Sa’di, Tafsir
al-Sa’di, I/892).
Ketiga, malam sebagai waktu mustajabnya berdoa.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- يَقُولُ « إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ
إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَة
Dari
Jabir bin Abdullah, dia berkata: "Aku mendengar Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya
di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang muslim mendapati saat itu,
lalu ia memohon kepada Allah, baik kebaikan dunia mau pun akhirat, kecuali
Allah akan mengabulkannya. Demikian itu terjadi
pada setiap malam” (HR. Muslim No. 1806).
Hadis tersebut menegaskan bahwa tiap-tiap malam itu merupakan
saat mustajabnya berdoa. Selain itu juga untuk memotivasi agar menjadikan
malam-malam untuk berdoa dengan harapan terkabul (al-Nawawi, Syarah Shahih
Muslim, VI/36).
Keempat, malam sebagai waktu
paling utama untuk salat.
سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَىُّ
الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ
الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ
بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ
Rasulullah saw. ditanya, “Shalat apakah yang lebih utama setelah shalat
fardhu, dan puasa apakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Beliau
bersabda, “Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat di
tengah malam dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa
pada bulan Allah (yakni) Muharram.” (HR.
Muslim No.2813).
Hadis
tersebut menyatakan bahwa shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat
yang dilakukan di keheningan malam, yaitu di akhir malam atau saat sepertiga
malam terakhir. Keterangan ini didukung oleh hadis Riwayat al-Tirmidzi No.
3579, Nabi saw bersabda: “suasana yang sangat dekat antara Allah dan hamba-Nya
adalah saat akhir malam atau sepertiga malam terakhir (al-Shan’ani, Subul
al-Salam, II/261).
Kelima, malam sebagai waktu terbaik
untuk bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Allah
swt. berfirman:
وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
Dan pada akhir malam (waktu
sahur) mereka memohon ampunan (kepada Allah) (QS. Al-Dzariyat, 18).
Hadis qudsi menerangkan, ketika memasuki sepertiga malam
terakhir, Allah berfirman: “Aku adalah Raja, Aku adalah Raja. Siapa yang berdoa pada-Ku, aku
akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan
siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni. Yang demikian itu hingga
terbit fajar” (HR. Muslim No. 1809).
Menurut
al-Nawawi, pengulangan kalimat “Aku adalah Raja” hingga dua kali menunjukkan kesungguhkan Allah untuk meyakinkan hambaNya. Sedangkan
pernyataan Allah “yang demikian itu berlaku hingga terbit fajar”, menunjukkan
panjangnya peluang yang diberikan kepada manusia untuk mendapatkan rahmatNya di
malam hari. Hadis tersebut juga menerangkan bahwa sepanjang malam terutama sepertiga
malam terakhir adalah saat-saat baik dan strategis untuk mendekatkan diri kepada
Allah, seperti shalat, berdoa, dan beristighfar (al-Nawawi, al-Minhaj Syarah
Shahih Muslim, VI/37038).
Begitu
istimewanya “malam” hingga Allah memilihnya untuk peristiwa-peristiwa agung terjadi
saat itu, seperti malam peristiwa isra dan mi’raj, turunnya al-Qur’an, dan datangnya
lailatul qadar.
(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN pada Bulan April 2023)