EMPAT KUNCI PEMBUKA
PINTU RIZKI
Oleh
DR.H. Achmad Zuhdi
Dh, M.Fil I
Dari ‘Ali
ra., Nabi Saw. pernah mengajarkan doa sebagai
berikut:
اللَّهُمَّ
اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Ya Allah,
cukupilah aku dengan rezeki halal-Mu agar terhindar dari yang Kau haramkan.
Jadikanlah aku kaya karena karunia-Mu, bukan karena karunia selain-Mu. (HR. al-Tirmidzi No. 3563)
Status Hadis
Doa tersebut
terhimpun dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi No. 3563. al-Tirmidzi mengatakan
bahwa hadis tersebut hasan sahih gharib. Hadis tersebut juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad No. 1319 dan Al-Hakim dalam
al-Mustadrak No. 1973. Menurut al-Hakim hadis tersebut sanadnya sahih,
dan Imam al-Dhahabi menyepakatinya. Sedangkan al-Albani berpendapat hadis tersebut
hasan (al-Albani, Silsilat al-Ahadis al-Sahihah, I/265).
Pembahasan
Hadis
riwayat al-Tirmidzi dan juga riwayat Ahmad dan al-Hakim tersebut berisi doa
permohonan untuk mendapatkan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Secara
lengkap hadis tersebut berasal dari riwayat Sahabat Ali bin Abi Thalib ra:
“Sesungguhnya ada seorang budak mukatab (budak yang dalam proses
memerdekakan diri) mendatanginya dan berkata, “Sungguh aku sudah tak mampu
memerdekakan diriku, tolonglah aku.” Kemudian Ali berkata: “Maukah engkau kuajari
kalimat-kalimat doa yang diajarkan Rasulullah kepadaku jika engkau memiliki
hutang sebesar gunung Shiir pun akan dilunasi oleh Allah? Maka
ucapkanlah: “Allahummakfini bihalalika ‘an haramika wa aghnini bi fadhlika
‘amman siwaka”. Artinya: Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki
halal-Mu agar terhindar dari yang Kau haramkan. Jadikanlah aku kaya karena
karunia-Mu, bukan karena karunia selain-Mu.
Bagi
orang yang benar-benar beriman, Allah adalah segalanya. Allah adalah tempat bergantungnya
semua makhluk. Karena itu, problem apapun dan sebesar apapun, jika diserahkan
kepada Allah dan dimintakan pertolongan kepadaNya, maka Allah pasti bisa
mengatasinya. Untuk mendapatkan pertolongan Allah, syaratnya harus benar-benar
beriman dan mau memenuhi perintah-Nya. Allah menyatakan: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku)
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186).
Ibn al-Qayyim dalam Zad al-Ma’ad Fi Hady Khayr
al-‘Ibad, memberikan “tip” bagaimana hidup ini mudah dan rizki pun lancar.
Beliau memaparkan ada empat amalan, yaitu (1) qiyam al-layl, menegakkan
salat malam; (2) Katsrat al-istighfar Bi al-Ashar, memperbanyak
istighfar atau mohon ampun di waktu sahur; (3) ta’ahud al-sadaqah,
membiasakan sedekah; dan (4) al-dzikr awwal al-nahar wa akhirahu, berdzikir
di wakti pagi dan sore hari (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, IV/372).
Apabila empat amalan tersebut dilakukan dengan baik, penuh rasa tunduk dan
patuh kepada Allah serta beriman sepenuh hati bahwa Allah berkuasa atas segala
sesuatu, maka apa yang dimita hambaNya pasti akan diberikan. Berikut ini
penjelasan tentang empat amalan yang harus dilakukan:
Pertama, Qiyam al-layl
(menegakkan salat malam).
Salat malam adalah amalan yang menjadi kebiasaan
orang-orang salih dan menjadi sarana untuk bisa semakin dekat dengan Allah Swt.
Pernyataan ini merujuk sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi No.
3549; al-Hakim No. 1156; al-Thabrani No. 6031; Ibn Khuzaymah No. 1135; dan
al-Bayhaqi No. 4832. Menurut al-Albani
hadis tentang salat malam merupakan kebiasaan orang salih ini statusnya hasan,
dan al-Hakim menilainya sahih sesuai syarat al-Bukhari (al-Albani, Sahih
al-Targhib Wa al-Tarhib, I/151). Pernyataan Nabi Saw ini bisa menjadi
pendorong bagi orang yang ingin menjadi salih dan dekat kepada Allah, yaitu
suka bangun malam untuk melakukan salat tahajjud. Bila seorang hamba suka
bangun malam terutama pada saat sepertiga malam terakhir, maka ia sangat
berpeluang untuk mendapatkan apa saja yang diinginkan dari Allah swt., termasuk
kemudahan dalam hidup, kesuksesan usaha, dan tercukupinya rizki.
Nabi Saw menyatakan dalam sabdanya: “Tuhan
kita tabaraka wata’ala akan turun setiap malam ke langit dunia ketika
tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa pada-Ku,
akan Kuperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan
siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Bukhari no. 6321
dan Muslim no. 758). Hadis ini memberi isyarat bahwa siapa pun yang
menginginkan sesuatu, hendaklah suka bangun malam, salat dan memohon dengan
sepenuh hati di waktu yang istimewa itu.
Kedua, Katsrat al-istighfar
Bi al-Ashar, memperbanyak istighfar waktu sahur.
Istighfar artinya memohon ampun kepada Allah atas segala dosa.
Istighfar dapat dilakukan kapan saja, misal setiap selesai salat lima waktu, dan
terutama pada waktu sahur atau sepertiga malam terakhir. Nabi sendiri biasa
istighfar, setiap harinya lebih dari 70 kali atau 100 kali. Nabi Saw
menyatakan: “Demi Allah. Sungguh aku selalu
beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.”
(HR.
Bukhari No. 6307). Bila seorang hamba memperbanyak istighfar, maka Allah akan
memperhatikan apa yang dibutuhkan hambaNya. Berikut ini kisah tentang solusi
menghadapi segala masalah yang pernah diadukan kepad Syekh Hasan al-Basri.
Suatu ketika datang seseorang
kepada Imam Hasan Al-Basri mengadukan masalahnya. Orang pertama datang mengadukan
musim paceklik, kemudian Hasan Al-Basri berkata kepadanya: “Istighfarlah
engkau kepada Allah”. Kemudian orang kedua datang mengadukan tentang
kemiskinannya, Hasan Al-Basri tetap berkata kepadanya:” Istighfarlah
engkau kepada Allah“. Datang lagi orang ketiga mengadukan kondisinya yang tidak
kunjung dikaruniai anak, Hasan Al-Basri berkata
kepadanya:” Istighfarlah engkau kepada Allah“. Datang lagi orang keempat
mengadukan tentang kebunnya yang kering, kemudian Hasan Al- Basri berkata
kepadanya:” Istighfarlah engkau kepada Allah”. Semua keluhan dan masalah
yang diadukan kepada Hasan Al-Basri dijawabnya dengan: “Istighfarlah engkau kepada Allah”.
Memperhatikan
hal tersebut, al-Rabi bin al-Sabih, murid Hasan Al Basri bertanya kepada
beliau dengan sangat penasaran. Wahai Syekh Hasan al-Basri, tadi orang-orang
berdatangan kepadamu mengadukan berbagai permasalahan, dan engkau memerintahkan
mereka semua agar beristighfar, mengapa demikian?”. Hasan
Al-Bashri menjawab: “Aku tidak menjawab berdasarkan pikiranku sendiri,
tetapi karena Allah Subhanahu wata’ala telah mengatakan dalam firman-Nya (QS.
Nuh, 10-12) yang artinya: “Maka, Aku katakan kepada mereka, Mohonlah ampunan
kepada Rabb-mu, sesunguhnya dia adalah Maha Pengampun, niscaya dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Allah pun akan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (Abu
Ishak al-Tsa’labi al-Naysaburi, al-Kasyf Wa al-Bayan, X/44).
Ketiga, Ta’ahud al-Sadaqah,
membiasakan bersedekah.
Sedekah
adalah pemberian sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan. Sedekah bisa
diberikan kepada fakir atau miskin, dan juga bisa diberikan kepada pihak lain
seperti lembaga pendidikan, tempat ibadah untuk kepentingan pembangunan atau
biaya operasional. Allah menjanjikan kepada siapapun yang suka bersedekah,
apapun bentuknya, akan diberikan balasan sesuai yang dikehendakiNya. Allah Swt
berfirman: “ Dan barang apa saja yang
kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya” (QS. Saba, 39).
Suatu
saat ada seseorang sedang mengikuti salat Jumat di sebuah masjid Surabaya. Pada
saat kotak infak berjalan menuju ke arahnya, ia membuka dompet yang isinya
tinggal 5000 rupiah. Ia pikir-pikir, kalau uang itu diinfakkan ke dalam kotak
berarti ia tidak bisa makan siang. Kalau digunakan makan siang berarti ia tidak
bisa berinfak. Ia gelisah, lalu mohon kepada Allah untuk mendapatkan ketetapan
hati. Akhirnya ia dapat ilham yang
kemudian memasukkan uang tersebut ke dalam kotak infak. Ia percaya Allah
memperhatikan hambaNya.
Setelah
salat Jumat selesai, tiba-tiba ada orang yang menyapa dari arah belakangnya.
Orang itu ternyata teman lama yang sudah dua puluh tahun tak berjumpa.
Perbincangan pun sangat asik dan gayeng sekali. Teman itu kemudian mengatakan,
bagaimana kalau perbincangan ini kita lanjutkan di kafe sambil makan siang?
Tentu saja orang ini mengiyakan, setuju sekali, karena uangnya sudah habis.
Alhamdulillah, rupanya Allah benar-benar telah mengganti uang yang tadi telah
disedekahkan, kata hatinya penuh syukur.
Keempat, al-Dzikr Awwal
al-Nahari Wa Akhirahu, berdzikir di waktu pagi dan sore hari.
Dzikir
artinya mengingat atau menyebut, yakni mengingat atau menyebut nama Allah Swt.
orang yang suka mengingat Allah, maka Allah pun akan mengingatnya. Allah Swt
berfirman: “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu (QS. Al-Baqarah [2]: 152).
Dzikir kepada Allah diperintahkan
setiap waktu, pagi, siang, sore, dan malam hari. Dalam sebuah hadis riwayat Abu
Dawud No. 5084 dan al-Tirmidzi No. 3575 dikisahkan bahwa Abbdullah bin Khubaib Radhiyallahu ‘anhu bercerita: suatu saat
kami keluar mencari Rasulullah _Shollallohu ‘alaihi wasallam untuk salat
bersama kami, di saat hujan dan gelap gulitanya malam. Aku pun mendapatkan
beliau. Lalu berkata: “Bacalah!”, saat itu aku tidak mengucapkan apapun. Beliau
berkata lagi: “Bacalah!. Aku masih belum berkata apa-apa. Beliau mengulangi
ucapannya: “Bacalah!”. Aku pun bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang aku baca
?” Beliau bersabda: “Bacalah: Surat al-Ikhlash, dan al-Mu’awwidzatain (Al Falaq
dan An Nas) ketika masuk waktu sore dan masuk waktu pagi sebanyak tiga kali, maka
hal itu akan mencukupi kamu dari segala sesuatu.”. hadis ini menurut al-Albani
hasan sahih, (al-Albani, al-Targhib Wa al-Tarhib, I/158).
Hadis tersebut menerangkan bahwa siapa pun yang suka berdzikir
kepada Allah, terutama dzikir dengan membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan
al-Nas, masing-masing tiga kali, baik di waktu pagi maupun sore, maka Allah akan
menjamin dan mencukup kehidupannya.
Tambahan:
Ibn al-Qayyim, dalam Zad al-Ma’ad Fi Hady Khayr al’Ibad,
IV/372, mengatakan:
وَأَرْبَعَةٌ تَجْلِبُ الرّزْقَ قِيَامُ اللّيْلِ
وَكَثْرَةُ الِاسْتِغْفَارِ بِالْأَسْحَارِ وَتَعَاهُدُ الصّدَقَةِ وَالذّكْرُ
أَوّلَ النّهَارِ وَآخِرَهُ .
Ada
empat perkara yang dapat menarik (membawa) rizki, yaitu: (1) Shalat malam; (2) Memperbanyak
istighfar waktu sahur; (3) Membiasakan shadaqah; dan (4) Berdzikir pagi dan
sore.
Di antara lafal istighfar yang dianjurkan
Rasulullah adalah memperbanyak membaca sayyidul istighfar. Redaksinya sebagai
berikut:
اَللَّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّيْ ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ،
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ
فَاغْفِرْ لِيْ ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
Allahumma Anta Rabbi, La Ilaha Illa Anta
Khalaqtani wa Ana ‘Abduka, wa Ana ‘ala ‘Ahdika wa Wa’dika Mastatha’tu,
A’udzubika min Syarri Ma Shana’tu, Abu u laka bi ni’matika ‘alayya, wa Abu u bi
dzanbi faghfirli, fainnahu la yaghfirudz dzunuba illa Anta.
Artinya:
“Ya Allah, Engkau
adalah Rabbku, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau yang menciptakan aku dan
aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan
kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu
kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada
yang dapat mengampuni dosa selain Engkau.”
Dalam hadis riwayat al-Bukhari ditegaskan,
orang yang sering membaca sayyidul istighfar, Allah menjanjikan surga untuknya.
Rasulullah bersabda:
مَنْ
قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوْقِنًا بِهَا ، فَمَـاتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ
يُمْسِيَ ، فَهُو مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ
مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ .
Artinya:
“Siapa yang membaca sayyidul
istighfar pada siang hari dengan yakin, kemudian meninggal dunia sebelum datang
waktu sore, maka dia termasuk ahli surga. Dan siapa saja yang membaca di waktu
malam dengan yakin, kemudian dia meninggal sebelum pagi, maka dia juga termasuk
penghuni surga.” (HR. al-Bukhari No.6306 ).