HUKUM BERBUSANA MERAH
Oleh
Permasalahan
Saya
pernah mendengar seorang Ustadz mengatakan bahwa berbusana merah itu tidak
diperbolehkan. Beliau mengatakan bahwa ada hadis yang melarangnya. Melalui
rubrik konsultasi agama Islam Majalah MATAN ini saya mohon kepada Pengasuh untuk
berkenan memaparkan dan membahasnya dengan jelas mengenai hukum berbusana merah
disertai dengan dalil-dalinya, dan mohon disampaikan juga bagaimana menurut pandangan
Majelis Tarjih Muhammadiyah (Choirul, Waru Sidoarjo).
Pembahasan
Mengenai
hukum berbusana merah, ulama berbeda pendapat. Terjadinya perbedaan pendapat
ini di antaranya disebabkan oleh adanya hadis-hadis yang antara satu dengan
yang lain tampak bertentangan. Beberapa hadis ada yang menjelaskan tentang larangan
berbusana merah, sementara hadis-hadis yang lain ada yang membolehkannya.
Berikut
ini akan dipaparkan beberapa hadis yang menjelaskan tentang larangan berbusana
merah, selanjutnya dipaparkan juga beberapa hadis yang membolehkannya. Selain
itu akan dibahas mengenai status hadis-hadis tersebut dan bagaimana pandangan serta
pemahaman ulama dan juga pandangan Majelis Tarjih berdasarkan hadis-hadis
tersebut.
Hadis-hadis yang melarang berbusana merah
1. HR. al-Bukhari dari
Al-Barra’ bin Azib:
الْبَرَاءَ
بْنَ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُولُ نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبْعٍ نَهَانَا عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ أَوْ قَالَ
حَلْقَةِ الذَّهَبِ وَعَنِ الْحَرِيرِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
وَالْمِيثَرَةِ الْحَمْرَاءِ وَالْقَسِّيِّ وَآنِيَةِ الْفِضَّةِ
Al-Barra` bin ‘Azib ra. berkata;
“Nabi saw. melarang kami tujuh perkara: beliau melarang kami mengenakan
cincin dari emas atau kalung dari emas, memakai kain sutera, istibraq (kain
sutera tebal), dibaj (semacam kain sutera), mitsarah hamra` (semacam
bantal warna merah yang diletakkan pada pelana kuda atau unta), Qasiy
(sejenis kain sutera campuran) dan tempat air dari perak …” (HR.
al-Bukhari No. 5863). Hadis ini
disahihkan oleh Imam al-Bukhari (Sahih al-Bukhari, I/2985).
2. HR. Abu Dawud dan
al-Tirmidzi dari Abdulah bin ‘Amr.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو قَالَ مَرَّ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ عَلَيْهِ
ثَوْبَانِ أَحْمَرَانِ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِىُّ -صلى الله
عليه وسلم- عَلَيْهِ.
Dari Abdullah bin ‘Amr ra, ia
berkata: “Ada seorang laki-laki memakai dua kain berwarna merah melewati Nabi
saw. kemudian menyampaikan salam kepadanya., tetapi beliau tidak menjawabnya (HR. Abu Dawud No.4071
dan al-Tirmidzi No.2807). Hadis ini dinilai lemah oleh Syekh
al-Albani (Sahih Wa Da’if Sunan Abi Dawud, I/2, dan Sahih Wa Da’if
Sunan al-Tirmidzi, VI/307).
3.
Hadis
Riwayat al-Tabrani dan al-Baihaqi dari Rafi bin Yazid al-Tsaqafi:
عَنْ رَافِعِ بْنِ يَزِيدَ
الثَّقَفِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَنَّ
الشَّيْطَانَ يُحِبُّ الْحُمْرَةَ فَإِيَّاكُمْ وَالْحُمْرَةَ وَكُلَّ ثَوْبٍ ذِي
شُهْرَةٍ "
Dari Rafi’ bin Yazid al-Tsaqafi,
dari Nabi saw, beliau bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyukai warna
merah maka jauhilah olehmu warna merah dan setiap pakaian yang
terkenal (mencolok)” (HR. al-Tabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath
No. 7708 dan al-Baihaqi dalam kitab Syua’b al-Iman No. 5915).
Syekh al-Albani menilai hadis ini sangat lemah (al-Silsilah al-Da’ifah Wa
al-Maudu’ah, IV/208).
4.
HR.
al-Tabrani dari Imran bin Husain:
عَنْ عِمْرَانَ بن حُصَيْنٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"إِيَّاكُمْ
وَالْحُمْرَةَ، فَإِنَّهَا أَحَبُّ الزِّينَةِ
إِلَى الشَّيْطَان
Dari Imran
bin Hushain, Rasulullah saw. bersabda: “Jauhilah busana warna merah, karena
sesungguhnya warna merah itu merupakan perhisasan kesukaan setan” (HR.
al-Tabrani No. 317). Syekh al-Albani menilai hadis ini lemah (al-Silsilah
al-Da’ifah, IV/207).
5.
HR. Muslim
dari Abdullah bin Amr bin al- ‘Ash ra:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ
ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا ».
Bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Amr
bin Al ‘Ash mengabarkan kepadanya, dia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang
dicelup ‘ushfur (zat
pewarna merah), lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini
adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” (HR.
Muslim no. 2077).
Hadis-hadis yang membolehkan berbusana merah
1. HR. Abu Dawud dari
Hilal bin Amir ra:
عَنْ هِلاَلِ بْنِ عَامِرٍ
عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِمِنًى
يَخْطُبُ عَلَى بَغْلَةٍ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ أَحْمَرُ وَعَلِىٌّ - رضى الله عنه -
أَمَامَهُ يُعَبِّرُ عَنْهُ
Dari Hilal
bin Amir dari ayahnya, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah saw. berkhutbah
di Mina di atas Bighalnya, beliau memakai selendang warna merah. Sementara Ali
berada di depan beliau, mengeraskan apa yang disampaikan Nabi saw.” (HR.
Abu Daud No. 4073). Syekh al-Albani mensahihkan hadis ini (Sahih Wa Da’if Sunan Abi Dawud, I/2).
2. HR. al-Bukhari dari Abu Ishaq
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَمِعَ
الْبَرَاءَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرْبُوعًا وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا
رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ
Abu Ishaq mendengar al-Barra bin
Azib ra berkata: “Nabi saw itu tingginya sedang. Saya melihat beliau
mengenakan pakaian warna
merah, belum pernah sekalipun saya melihat orang yang lebih tampan
daripada beliau (HR.
al-Bukhari No. 5848). Hadis ini disahihkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab
Sahihnya (Sahih al-Bukhari, V/2198).
3.
HR.
al-Tirmidzi dari al-Barra’:
عَنِ
البَرَاءِ ، قَالَ: مَا رَأَيْتُ مِنْ ذِي لِمَّةٍ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ أَحْسَنَ
مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari al-Barra’, ia berkata:
“Saya belum pernah melihat ada orang yang memakai busana merah yang lebih
tampan daripada Rasulullah saw.” (HR. al-Tirmudzi No.
3635). Al-Tirmidzi menyatakan hadis ini hasan sahih,
sedangkan al-Albani menilainya sahih (Sahih Wa Da’if Sunan al-Tirmidzi,
IV/224).
4. HR. al-Bukhari dan
Muslim dari Abu Juhaifah ra., ia berkata:
رَأَيْتُ بِلاَلاً أَخْرَجَ
عَنَزَةً فَرَكَزَهَا وَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى حُلَّةٍ
حَمْرَاءَ مُشَمِّرًا فَصَلَّى إِلَى الْعَنَزَةِ بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ
Aku (Abu
Juhaifah) melihat Bilal membawa tongkat kecil, lalu ditancapkan di depan.
Kemudian Rasulullah saw. keluar
dari kemahnya dengan memakai busana warna merah. Beliau mengangkat sarungnya
hingga ke pertengahan betis, kemudian salat dua rakaat menghadap tongkat
tersebut mengimami para sahabat (HR. Bukhari 376, Muslim No.
1148).
5.
HR. al-Baihaqi dari Ibn Abbas ra:
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُ يوم الْعِيدِ بُرْدَةً حَمْرَاءَ
Dari Ibn Abbas ra., ia berkata: “Rasulullah
saw. ketika salat Id memakai jubah warna merah (HR. al-Tabrani dalam al-Mu’jam
al-Ausat No. 3609). Syekh al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Silsilah
al-Sahihah, III/274).
Berdasarkan
paparan hadis-hadis tersebut dapat diketahui bahwa ada hadis yang melarang
berbusana merah, dan ada juga hadis yang membolehkannya. Menghadapi hadis-hadis
yang tampak bertentangan tersebut, maka ulama berbeda-beda dalam memahaminya.
Ibnu Hajar al-Asqalani (Fath al-Bari, X/305-306) merangkum ada tujuh
pendapat ulama mengenai hukum berbusana merah:
Pertama,
membolehkan secara mutlak. Pendapat ini merupakan pendapat dari
kalangan Sahabat seperti Ali, Talhah, Abdullah bin Ja’far, al-Barra’ dan beberapa
sahabat yang lain. Sementara dari kalangan Tabi’in di antaranya Sa’id bin
al-Musayyab, al-Nakhai, al-Sya’bi, Abu Qilabah, Abu Wail dan beberapa tabi’in
yang lain.
Kedua,
melarang secara mutlak. Pendapat ini adalah kebalikan dari
pendapat yang pertama.
Ketiga,
hukum makruh berlaku untuk kain berwarna merah membara
dan tidak untuk warna merah yang teduh. Pendapat ini dinukil dari Atha’, Tawus
dan Mujahid.
Keempat,
hukum makruh berlaku untuk semua kain berwarna merah jika
dipakai dengan maksud semata berhias atau mencari popularitas, namun
diperbolehkan jika dipakai di rumah dan untuk pakaian kerja. Pendapat ini
dinukil dari Ibnu Abbas dan juga pendapat yang dipilih oleh Imam Malik.
Kelima,
diperbolehkan jika dicelup dengan warna merah saat berupa kain baru
kemudian ditenun dan terlarang jika dicelup setelah berupa tenunan. Inilah
pendapat yang dipilih oleh al-Khathabi.
Keenam,
larangan hanya berlaku untuk kain yang dicelup dengan menggunakan bahan ‘ushfur karena
itulah yang dilarang dalam hadis sedangkan bahan pencelup selainnya tidaklah
terlarang.
Ketujuh,
kain yang terlarang adalah berlaku khusus untuk kain yang seluruhnya dicelup
dengan ‘ushfur. Sedangkan kain mengandung warna yang
selain merah maka itu boleh. Inilah makna yang tepat untuk hadis-hadis yang
nampaknya membolehkan kain berwarna merah, karena tenunan Yaman yang biasa Nabi
kenakan itu umumnya memiliki garis-garis berwarna merah dan selain merah.
Ibnu
Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa sesudah masalah ini diteliti, maka larangan
mamakai busana merah itu adalah apabila menyerupai pakaian orang kafir. Oleh
sebab itu tergantung motifnya untuk apa berbusana merah. Apabila berbusana
merah karena meniru mode pakaian wanita, maka kembali kepada larangan
menyerupai wanita (HR. al-Bukhari no 5435). Jadi yang dilarang itu bukan
zatnya. Demikian juga apabila berbusana merah itu karena ingin kemasyhuran atau
menjatuhkan kehormatan, maka larangan itu karena motif hal tersebut. Sebaliknya,
apabila tidak karena yang demikian, maka berbusana merah tidak dilarang (Ibnu Hajar
al-Asqalani, Fath al-Bari, X/306).
Menurut
Majelis Tarjih Muhamamadiyah, setelah memperhatikan hadis-hadis yang melarang
dan yang membolehkan kemudian mengkompromikannya, maka dapat difahami bahwa yang
dilarang dalam berbusana merah itu bukanlah zatnya namun niat (motif) yang
keliru dalam menggunakannya. Rasulullah saw. sebagai sosok panutan dalam segala
hal, begitu pula beliau dalam berpakaian. Beliau pernah berbusana dengan segala
macam warna. Beliau pernah berbusana warna merah (HR. Bukhari 376, Muslim No.
1148), beliau juga pernah memakai busana warna hijau (Abu Dawud No. 4065,
at-Turmudzi No. 2812) dan bersorban dengan kain hitam (Muslim No. 1358).
Dengan
demikian, tuntunan dalam berpakaian ialah dilihat pada fungsi dan niatnya dalam
berpakaian. Oleh karena itu, maka menggunakan pakaian warna merah bagi
laki-laki maupun perempuan dibolehkan sepanjang tidak bertentangan
dengan tatacara berbusana bagi seorang muslim (Majalah SM Edisi 11 Tahun 2018).
Wallahu A’lam!
(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur pada September 2024)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar