KELEMBUTAN DAN KETEGASAN
NABI MUHAMMAD SAW.
Oleh
قَالَ زَيْدُ
بن سَعْنَةَ: مَا مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهَا فِي
وَجْهِ مُحَمَّدٍ حِينَ نَظَرْتُ إِلَيْهِ، إِلا اثْنَيْنِ لَمْ أُخْبَرْهُمَا مِنْهُ:
يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ، وَلا يَزِيدُهُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا
Zaid bin
Sa’nah berkata: “Saya sudah menyaksikan tanda-tanda kenabian pada
diri Muhammad, kecuali dua hal yang belum kuketahui, yaitu (1)Kesabaran dan kelembutannya mendahului sikap
kasar dan kecerobohannya, (2)semakin ia diperlakukan kasar, ia semakin
bertambah lembut dan kesabarannya”.
(HR. al-Thabrani No. 137 dan al-Hakim No. 6547)
Hadis
tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir No. 137
dan al-Hakim dalam al-Mustadrak No. 6547. Selain itu juga diriwayatkan
oleh Ibn Hibban dalam Shahih Ibn Hibban No. 288, al-Bayhaqi dalam al-Sunan
al-Kubra No. 11615, dan al-Haytsami dalam Majma’ al-Zawaid Wa al-Manba’
al-Fawaid No. 13898.
Ulama berbeda pendapat tentang status hadis
tersebut. Al-Albani menilai hadis tersebut dhaif karena ada perawi bernama
Hamzah bin Yusuf bin Abdillah bin Salam yang tidak dikenal (al-Albani, Silsilat
al-Ahadis al-Dha’ifah Wa al-Maudu’ah, III/516). Sedangkan Al-Hakim menilai hadis tersebut
sanadnya shahih (al-Hakim, al-Mustadrak, III/700). Ibn Hibban juga
mensahihkan dan memasukkannya dalam kelompok para perawi tsiqah (Ibn Hibban, Shahih
Ibn Hibban, I/521).
Hadis tersebut juga populer dalam kitab-kitab Tarikh, di antaranya Ibn Katsir dalam al-Sirah al-Nabawiyah, I/296; al-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam Li al-Dzahabi, II/663; al-Kandahlawi dalam Hayat al-Shahabah, I/148; Abu Nu’aym dalam Ma’rifat al-Shahabah, III/1184; Ibn al-Atsir dalam Usud al-Ghabah, 400; dan al-Asbahani dalam Dalail al-Nubuwwah, 233.
Kandungan Hadis
Hadis
tersebut menerangkan tentang peristiwa yang dialami sahabat Nabi bernama Zaid
bin Sa’nah. Sebelum masuk Islam, ia adalah pemuka agama Yahudi. Ia masuk Islam
setelah berhasil membuktikan sifat Nabi yang sangat lembut dan sangat penyabar.
Berikut ini kisah lengkapnya.
Kelembutan dan Kesabaran Nabi Saw.
Suatu saat Nabi Saw bersama Ali ra, lalu
datang seorang badwi menjumpainya. Badwi itu berkata: “Wahai
Nabi, warga Bushra kampung Bani Fulan telah masuk Islam. Saya pernah berkata
kepada mereka bahwa jika mereka masuk Islam akan dibantu untuk kesejahteraan
mereka. Saat
ini mereka sedang tertimpa bencana kelaparan, saya khawatir mereka akan keluar
dari Islam. Saya minta tolong agar mereka dapat dibantu untuk meringankan beban
deritanya”.
Nabi Saw
bertanya kepada Ali barangkali ada sesuatu yang dapat diperbantukan kepada
mereka. Ali berkata bahwa tidak ada yang bisa diperbantukan kepada mereka (Baitul
mal dalam keadaan menipis). Zaid
bin Sa’nah, seorang Yahudi, kemudian menawarkan kepada Nabi untuk meminjamkan
uang sebesar 80 mitsqal emas. Nabi setuju meminjam dari Zaid yang Yahudi itu
kemudian dibelikan kurma dan diserahkan kepada orang Badwi tadi untuk
diperbantukan kepada masyarakat yang telah tertimpa bencana kelaparan.
Sebelum jatuh tempo, dua atau tiga hari masa
yang dijanjikan untuk mengembalikan pinjaman, Zaid bin Sa’nah datang menemui
Nabi yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya. Saat itu Zaid
langsung memegang baju dan menarik-narik selendang beliau sambil berkata: “Wahai Muhammad! Kapan hutangmu kau bayar? Aku kenal
keturunan bani Abdil Muttalib tidak ada yang suka mengulur-ulur hutang!” Melihat
pemandangan seperti itu, Umar bin Khattab marah dan menghunus pedangnya
ingin memenggal lehar Zaid yang bertindak kurang ajar kepada sang Nabi. Saat
itu, beliau (Nabi Saw) dengan wajah yang tenang dan penuh kelembutan
berkata kepada Umar: “Wahai Umar, kita ini diperintahakan untuk bisa melayaninya
dengan baik. Tidak berlaku kasar”.
Saat itu Umar kemudian mencari dana untuk
pembayaran hutangnya hingga terkumpul sejumlah yang dibutuhkan. Setelah itu
Umar datang menemui Nabi saw. Kepada Umar, Nabi memerintahkan agar uang itu
segera diserahkan kepada Zaid bin Sa’nah dan ditambahkan dengan 20 takar kurma.
Setelah sampai di rumah Zaid, Umar menyerahkan
uang pinjamannya sambil menambahkan 20 takar kurma. Saat itu Zaid
bertanya, kenapa ada tambahan 20 takar kurma? Umar menjawab, Nabi yang
memerintahkannya sebagai ganti saya telah berlaku kasar (membentak) kepada
anda. Wahai Umar kau kenal aku? Tidak, jawab Umar. Aku adalah Zaid Bin Sa’nah,
pendeta yahudi yang kaya raya.
Mendengar penjelasan Zaid bin Sa’nah, Umar lalu
penasaran dan bertanya: “kenapa anda kemarin berlaku kasar kepada Nabi?”
Zaid menerangkan: “Wahai Umar, ketahuilah bahwa sebenarnya saya telah
mengetahui tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad, kecuali dua hal yang belum
aku saksikan, yaitu:
يَسْبِقُ حِلْمُهُ جَهْلَهُ وَلا تَزِيدُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا
(1)Kesabaran dan kelembutannya mendahului sikap
kasar dan kecerobohannya, (2)semakin ia diperlakukan kasar, ia semakin
bertambah lembut dan kesabarannya.”
فَقَدْ أُخْبِرْتُهُمَا، فَأُشْهِدُكَ يَا عُمَرُ أَنِّي قَدْ رَضِيتُ بِاللَّهِ
رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
Wahai Umar, kini aku telah mengetahui dan
menyaksikan dua tanda-tanda kanabian itu padanya, karena itu saksikan bahwa
saat ini aku menyatakan “Aku telah ridha, Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai
agamaku dan Muhammad sebagai Nabiku.
Saksikan juga bahwa separoh hartaku atau sebagian
besar dari hartaku akan aku sumbangkan untuk kepentingan umat Muhammad saw. (HR. al-Thabrani, al-Hakim, al-Bayhaqi, dan
lain-lain).
Ketegasan Nabi saw.
Selain
memiliki sifat yang lembut dan penyabar, Nabi saw. juga memiliki sifat yang sangat
tegas dan
pemberani, terutama saat menghadapi orang-orang yang sombong dan kejam. Dalam
kitab al-Sirah Nabawiyah dikisahkan:
Suatu ketika ada seorang
lelaki dari kampung Irasy menuju ke kota Makkah untuk menjual seekor
unta. Sampai di Makkah, ia bertemu Abu Jahal kemudian unta itu dijual
kepadanya. Abu Jahal setuju untuk membelinya, tetapi Abu Jahal menunda atau
memperlambat pembayarannya.
Orang kampung itu pun
mencari orang yang dapat membantu untuk mendapatkan uangnya. Saat itu ia
mendatangi sekelompok orang Quraisy dan bertanya kepada mereka: “Apakah ada
orang yang dapat menolong saya untuk memintakan uang (penjualan unta) dari Abu
Jahal? Saya ini orang jauh, orang kampung. Ia (Abu jahal) telah membeli unta
saya tetapi hingga sekarang belum dibayar.
Orang-orang Quraisy itu
kemudian menunjuk seseorang yang sedang duduk di sisi masjid al-Haram (Nabi
Muhammad Saw). Mereka menunjuk kepada Muhammad dengan maksud untuk
melecehkannya, karena mereka tahu bahwa antara Nabi Muhammad Saw dengan Abu
Jahal telah terjadi permusuhan.
Orang kampung itu pun
mendatangi Nabi Muhammad Saw. Di hadapan Nabi Saw, ia menceritakan nasibnya
yang telah didzalimi oleh Abu jahal, yaitu unta yang dibeli oleh Abu Jahal itu
hingga sekarang masih belum dibayar, padahal ia ingin segera pulang ke
kampungnya. Nabi Saw saat itu kasihan lalu ingin membantu orang kampung Irasy
itu.
Ketika orang-orang Quraisy
itu melihat orang kampung menuju kepada Nabi Muhammad Saw, mereka berkata satu
dengan yang lain (sambil mengejek): “coba perhatikan apa yang akan terjadi,
kalau Muhammad bertemu dengan Abu Jahal? Karena antara Muhammad dengan Abu
jahal telah terjadi permusuhan”.
Nabi Saw. kemudian
mengajak orang kampung itu menuju ke rumah Abu Jahal. Di depan pintu rumahnya,
Nabi Saw mengetuk pintu. Abu Jahal penasaran: “Siapa itu yang mengetuk pintu?”
Saya Muhammad, keluarlah wahai Abu Jahal, ada masalah penting yang harus kau
selesaikan!
Mendengar suara Muhammad
Saw, ia pun keluar. Saat itu tampak wajah Abu Jahal pucat, grogi dan ketakutan.
Selanjutnya Nabi Muhammad Saw mengatakan: “Wahai Abu Jahal, segera berikan
haknya orang ini, jangan bikin masalah, jangan kau bikin susah pada orang
kampung ini”!
Saat itu Abu Jahal
berkata: baiklah, jangan marah, akan kuberikan haknya. Abu Jahal kemudian masuk
ke dalam rumah untuk mengambilkan uangnya lalu diberikan kepada orang kampung
yang telah menjual untanya tadi. Setelah urusan selesai, Nabi Saw meninggalkan
rumah Abu Jahal dan berkata kepada orang kampung tadi: “sekarang lanjutkan
urusanmu”!
Selesai ditolong Nabi Saw,
orang kampung Irasy tadi mendatangi sekelompok orang Quraisy lalu mengatakan:
“semoga dia (Nabi Saw) mendapatkan balasan dari Allah karena telah berhasil
membantu untuk mendapatkan hak saya”. Orang-orang Quraisy tadi jadi penasaran
dan bertanya, apa yang terjadi? Orang kampung itu pun menceritakan kejadian
yang amat mengagumkan. Katanya: “ketika Muhammad mendatangi rumah Abu Jahal dan
mengetuk pintunya maka Abu Jahal keluar. Saat itu Nabi mengatakan: “segera
berikan haknya”. Abu Jahal kemudian mengatakan: “baiklah, akan saya ambilkan
uangnya dan saya berikan haknya, tolong jangan marah.”
Mendengar kisah yang aneh
itu, orang-orang Quraisy menemui Abu Jahal dan bertanya kepadanya dengan penuh
penasaran. Wahai Abu Jahal, apa sebenarnya yang terjadi? Tidak seperti
biasanya, kamu berani bicara lantang dan menentang kepadanya. Tetapi kenapa
tadi kamu begitu lemah dan tak berdaya. Apa yang sesunggunhnya terjadi?
Abu Jahal kemudian
bercerita: “Demi Allah, peristiwa seperti yang terjadi tadi belum pernah
kualami. Kalian tahu, saat Muhammad mengetuk pintu rumahku dan mendengar suara
Muhammad, sepontan aku ketakutan, dan saat aku keluar menemui Muhammad,
aku melihat di atas kepalanya tampak seekor unta jantan (yang siap
merenggutku) yang tak pernah kulihat sebelumnya, baik kepalanya, ekornya maupun
taringnya. Luar biasa. Abu Jahal mengatakan:
فوالله
لو أبيت لاكلني
(Demi Allah, sekiranya aku tidak menuruti apa yang
diinginkan oleh Muhammad, maka unta itu akan merenggutku).
Dalam kisah lain
diterangkan, ketika peristiwa aneh tersebut sampai kepada Nabi saw., Beliau
bersabda: “makhluk itu adalah malaikat Jibril,
jika Abu Jahal mendekat maka akan direnggutnya” (Ibn Hisyam, Sirah Ibn
Hisyam, I/390; al-Suyuti, al-Khashaish al-Kubra, I/209; al-Bayhaqi, Dalail
al-Nubuwwah, II/194; Ibn Katsir, al-Bidayah Wa al-Nihayah, IV/116; dan
al-Halabi, al-Sirah al-Halabiyah Fi Sirat al-Amin Wa al-Ma’mun, I/464).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar