HUKUM SHALAT BERJAMAAH DAN KEUTAMAANNYA
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
wr.wb.!
Ustadz
Zuhdi rahimakumullah! Mohon penjelasan tentang hukum shalat berjamaah dan
keutamaannya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Atas penjelasannya kami sampaikan
banyak terima kasih dengan iringan doa jazakumullah khairal jaza’. Terima kasih!
(Muhammad Shalih, Sidoarjo)
Wassalamu’alaikum
wr.wb.!
Jawaban:
Ada dua hal yang ditanyakan oleh Sdr. Muhammad Shalih.
Pertama tentang hukum shalat berjamaah. Kedua tentang keutamaan shalat
berjamaah.
Hukum shalat berjamaah.
Dalam kitab Fatawa al-Azhar, VIII/476, Syekh
Athiyah Shaqar menyebutkan adanya tiga pendapat di kalangan ulama tentang hukum
melaksanakan shalat berjamaah:
Pendapat pertama dari Ahmad bin Hanbal bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya wajib ain bagi yang mampu melaksanakannya. Ulama yang setuju
dengan pendapat ini adalah Atha’, al-Auza’I, dan Abu Tsaur. Di kalangan ahli
hadis yang sependapat dengan ini adalah Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban
sebagaimana pendapat kalangan madzhab Dhahiri yang cenderung berdasarkan dhahir
nas. Dalil yang dijadikan hujjah oleh kelompok ulama ini adalah al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
"Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk," (QS. al-Baqarah: 43).
Selain berdasarkan ayat tersebut juga
berdasarkan beberapa hadis, di antaranya hadis riwayat Muslim:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ
أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى
الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ
فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ [رواه
مسلم].
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
(diriwayatkan) ia berkata: “Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar: Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki
seseorang yang akan menuntunku ke masjid. Lalu ia meminta keringanan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat
itu berpaling, beliau kembali bertanya: Apakah engkau mendengar panggilan
shalat (adzan)? Laki-laki itu menjawab: Benar. Beliau bersabda: Penuhilah
seruan tersebut (hadiri jamaah shalat)” (HR. Muslim no. 1044).
Berdasarkan
ayat 43 dari surat al-Baqarah tentang perintah shalat berjamaah dan hadis Riwayat
Muslim tentang tetap diperintahkannya dating ke masjid saat mendengar adzan
walaupun dalam keadaan buta, maka ulama yang pertama ini berpendapat bahwa
hukum shalat berjamaah itu wajib ‘ain.
Pendapat kedua dari Imam Malik, Abu Hanifah dan sejumlah ulama
Syafi’iyah bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah muakkadah (sangat
ditekankan). Banyak hadis yang dijadikan dalil, di antaranya dua hadis berikut
ini:
وَالَّذِي
يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ
الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
Dan seseorang yang
menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya
daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur” (HR. al-Bukhari No. 651 dan Muslim No. 1545).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ
تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً [رواه البخاري ومسلم]
Dari
Abdullah ibn Umar (diriwayatkan), bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan
dua puluh tujuh derajat”. (HR. al-Bukhari no. 609 dan 610, dan
Muslim no. 1036 dan 1039)
Hadis-hadis
tersebut menunjukkan keutamaan shalat berjamaah, yakni akan mendapatkan pahala
yang lebih besar. Hadis ini juga menunjukkan bahwa shalat sendirian masih
mendapatkan pahala dan dibenarkan, meskipun pahalanya tidak lebih besar
dibandingkan dengan shalat berjamaah.
Pendapat ketiga dari Imam Syafii salah satu dari pendapatnya dan
jumhur ulama mutaqaddimin di kalangan madzhab Syafii serta sejumlah ulama
madzhab Maliki dan Hanafi bahwa hukum shalat berjamaah itu fardhu kifayah
bagi muqimin. Apabila di antara warga penduduk suatu kampung ada yang sudah
melakukan shalat berjamaah, maka yang lainnya gugur kewajibannya, dan yang
lainnya dihukumi sunnah. Dalil yang dipakai oleh kelompok ini adalah
mengkompromikan antara dalil-dalil yang dipakai oleh golongan pertama dan
golongan kedua.
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid setelah mengkompromikan (al-jam’u wa at-taufiq) terhadap dalil-dalil yang telah
dikemukakan oleh tiga golongan tersebut di atas, berpendapat bahwa dalil-dalil tersebut
ada memberikan tekanan sangat kuat untuk melaksanakan shalat berjamaah, selain
itu juga ada dalil-dalil yang hanya menjelaskan tentang keutamaan-keutamaannya.
Dari dua hal tersebut tidak ditemukan dalil yang menunjukkan berdosa bagi orang
yang meninggalkan shalat jamaah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum shalat
berjamaah adalah sunnah muakkadah, sebab tidak
ditemukan dalil mengenai ancaman siksa atau dosa bagi orang yang meninggalkannya
(Majalah
SM, No.20, 2018).
Keutamaan shalat berjamaah
1. Mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari
Kiamat.
عن بريدة الأسلمي رضي الله عنه عن
النبي – صلى الله عليه وسلم قال :بشِّرِ المشَّائين في الظُّلَم إلى المساجد
بالنور التام يوم القيامة
Dari
Buraidah al-Aslami radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada
saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.
Abu Dawud No. 561 dan Tirmidzi No. 223). Al-Albani: Hadis sahih.
2. Doanya diamminkan oleh Malaikat.
Dari Sahabat Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW
Bersabda :
إِذَا قَالَ
الْاءِمَامُ {غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّالِّيْنَ} فَقُلُوْا
آمِيْنَ فَاءِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَاءِكَةِ غُفِرَلَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Jika Imam membaca “Ghairil Maghdluubi Alaihim Wa la
dldlaalliin” maka ucapkanlah “Aamiin” karena siapa yang ucapan aminnya bersamaan
dengan aamiinnya Malaikat maka dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR.
Bukhari No: 740).
3. Mendapatkan ganjaran shalat malam sepenuh
waktunya.
Dalam
hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disebutkan:
مَن صلى العشاء في جماعة، فكأنما قام
نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة، فكأنما صلَّى الليلَ كلَّه
“Barang
siapa yang melakukan shalat Isya berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang
melakukan shalat setengah malam. Barang siapa yang melakukan shalat Subuh
berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat malam sepanjang
waktu malam itu” (HR. Muslim No. 1523).
4.
Dibebaskan dari sifat orang munafik.
Shalat
Subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya yang bisa kita tempuh agar bisa
terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan itu, disebutkan dalam hadits:
ليس صلاة أثقل على المنافقين من الفجر
والعشاء، ولو يعلمون ما فيهما، لأتَوهما ولو حبوًا، ولقد هممتُ أن آمُرَ المؤذِّن
فيُقيم، ثم آخُذَ شُعلاً من النار، فأحرِّقَ على من لا يخرج إلى الصلاة بعد
“Tidak
ada Shalat yang lebih berat (dilaksanakan) bagi orang munafik daripada shalat
Subuh dan Isya. Seandainya mereka tahu (keutamaan) yang terdapat di dalamnya,
niscaya mereka akan melakukannya kendati dengan merangkak. Sungguh aku telah
hendak memerintahkan kepada petugas azan untuk iqamat (Shalat) kemudian aku mengambil
bara api dan membakar (rumah) orang yang belum tidak keluar melaksanakan Shalat
(di masjid)” (HR. Bukhari No. 657).
5. Berpeluang mendapatkan pahala haji atau umrah
bila berzikir hingga terbitnya matahari.
Dasar
dari hal ini adalah keterangan dari Anasibn Malik Radhiallahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang bersabda:
مَن صلى الغداة في جماعة، ثم قعد يذكر
الله حتى تطلع الشمس، ثم صلى ركعتين، كانت له كأجر حجة وعمرة تامة، تامة، تامة
“Barang
siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian dia duduk berzikir kepada Allah
hingga matahari terbit, lantas shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala
haji dan umrah, yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi
No. 586). Al-Albani:
Hadis hasan.
6. Mendapatkan
pahala berlipat ganda
Dalam
Hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda :
صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
“Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding
shalat sendirian.” (HR. Bukhari No. 645 dan Muslim No. 1509).
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ
أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ
حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا
ثُمَّ يَنَامُ
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah
yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang
menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya
daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim No. 1545).
7. Mereka yang melakukan sholat secara
berjama’ah akan terhindar dari gangguan syaitan
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا
تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ
فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang
tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah
menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena
sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari
kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud No. 547).
Al-Albani: Hadis hasan.
8. Menghapuskan
kesalahan atau dosa
Allah SWT akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan bagi mereka yang sholat berjama’ah serta akan meninggikan
derajat mereka.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو
اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ». قَالُوا بَلَى يَا
رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ
الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ
فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ »
(رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah
saw. bersabda: “Maukah
aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat
menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu’
pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu
shalat setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah al-ribath (berjuang di jalan
Allah).” (HR. Muslim No. 610).
9. Kelak ketemu Allah sebagai seorang muslim
مَنْ
سَرَّهُ أنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاءِ
الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى
اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
وَلَوْ أنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ
فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ
نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ
ثُمَّ يَعْمِدُ إلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إلاّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ
بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إلاّ
مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى
بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
“Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak
(dalam keadaan) sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat
setiap kali ia mendengar panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah
mensyariatkan sunnanal huda (jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat
berjama`ah merupakan bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian
di rumahmu seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang
meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan sunnah
nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, berarti kamu telah tersesat.
Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia
pergi menuju salah satu masjid melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap
langkah yang diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat
dan dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang
pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang munafik yang
jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada seorang pria yang
datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh dua orang laki-laki sampai
ia didirikan di dalam barisan shaff shalat berjama`ah.” (HR. Muslim No. 1520).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar