DONASI NON-MUSLIM UNTUK MASJID DAN MADRASAH
Oleh
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr.
wb.!
Ustadz Zuhdi
rahimakumullah! Mohon penjelasan tentang hukum menerima sumbangan atau donasi
dari kalangan non-muslim, baik untuk kepentingan pribadi seperti makanan dan
pakaian maupun kepentingan umum seperti membangun masjid, madrasah, dan
lain-lain. Demikian, atas pencerahannya, kami sampaikan banyak terima kasih.
Jazakumullah khairan katsiran! (Subhan, Sidoarjo).
Wassalamu’laikum wr.wb.!
Jawab:
Masalah menerima donasi atau sumbangan dari non
muslim, setidaknya ada dua hadis yang terkesan bertentangan mengenai ini, yakni
sebagai berikut:
1.
Hadis Riwayat
al-Thabrani No. 15487. Dari Ka’b bin Malik, ia berkata:
جَاءَ مُلاعِبُ الأَسِنَّةِ إِلَى
النَّبِيِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَدِيَّةٍ،
فَعَرَضَ عَلَيْهِ الإِسْلامَ، فَأَبَى أَنْ يُسْلِمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"فَإِنِّي لا أَقْبَلُ هَدِيَّةَ مُشْرِكٍ".
“Ada seorang yang bergelar ‘pemain berbagai senjata’ (yaitu
‘Amir bin Malik bin Ja’far) menghadap Nabi saw. dengan membawa hadiah. Nabi
lantas menawarkan Islam kepadanya. Orang tersebut menolak untuk masuk Islam.
Nabi saw. lantas bersabda: “Sungguh aku tidak menerima hadiah dari orang
musyrik” (HR. al-Thabrani No. 15487).
Beberapa ulama menilai hadis tersebut shahih tetapi mursal, di antara
ulama tersebut adalah Abd al-Rauf al-Munawi dalam kitabnya (Faid al-Qadir Syarh al-Jami al-Shaghir, III/16); Badr al-Din al-‘Aini
al-Hanafi dalam kitabnya (Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, XX/158);
Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitabnya (Fath
al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, VIII/110); dan al-Syaukani dalam kitabnya
(Nail al-Authar, VI/77). Sedangkan Syekh Nashirudin al-Albani cenderung
pada penilaian hadis tersebut shahih. Menurut al-Albani, setelah mencermati
berbagai jalur periwayatan ditemukan sejumlah syahid yang menunjukkan kesahihan
hadis tersebut. Hadis tersebut mursal melalui periwayatan Abd al-Razzaq, tetapi
kemudian dimarfu’kan atau dimaushulkan oleh Ibn al-Mubarak. Menurut al-Albani,
Ibn al-Mubarak lebih terjaga hafalannya (ahfad) daripada Abd al-Razzaq
(al-Albani, al-Silsilah al-Shahihah al-Kamilah, IV/226).
2.
Hadis Riwayat al-Bukhari No. 1481, dari Abu Humaid
al-Sa’idi ra., beliau mengatakan:
غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ
– صلى الله عليه وسلم – تَبُوكَ، وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ
لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بَغْلَةً بَيْضَاءَ، وَكَسَاهُ بُرْدًا، وَكَتَبَ
لَهُ بِبَحْرِهِمْ
“Kami mengikuti perang Tabuk bersama Nabi saw. Raja
negeri Ailah memberi hadiah kepada beliau berupa baghal berwarna putih dan
kain. Sang raja juga menulis surat untuk Nabi saw. (HR. Bukhari No. 1481).
Sekilas,
hadis tersebut tampak bertentangan. Hadis pertama Riwayat al-Thabrani
menerangkan bahwa Nabi tidak mau menerima pemberian (donasi) dari orang musyrik
(non-muslim). Sedangkan pada hadis kedua, Riwayat al-Baukhari menjelaskan bahwa
Nabi saw. menerima hadiah dari raja yang masih musyrik (Raja Ailah).
Mengomentari adanya
hadis yang terkesan bertentangan (antara yang menolak dan menerima pemberian
(donasi) dari kalangan musyrik (non-muslim), Ibn Hajar al-Asqalani dalam Kitab Fath
al-Bari Syarh Kitab Shahih al-Bukhari, menulis sebagai berikut:
قَوْلُهُ :( بَاب قَبُولِ اَلْهَدِيَّةِ
مِنْ اَلْمُشْرِكِينَ) أَيْ جَوَاز ذَلِكَ وَكَأَنَّهُ أَشَارَ إِلَى ضَعْف
اَلْحَدِيث اَلْوَارِد فِي رَدِّ هَدِيَّة اَلْمُشْرِك
“Ungkapan Imam al-Bukhari pada “Bab menerima hadiah dari
orang-orang musyrik”, maksudnya adalah bolehnya menerima hadiah dari kaum
musyrikin. Dalam tulisan ini seakan-akan al-Bukhari memberi isyarat tentang
lemahnya hadis yang menolak hadiah dari orang musyrik (al-Asqalani, Fath
al-Bari,
V/230).
Al-Asqalani juga
mengutip beberapa pendapat ulama yang mengkomparasikan beberapa hadis yang
bertentangan mengenai masalah tersebut. Menurutnya, pendapat yang kuat adalah
bahwa hadis yang melarang menerima pemberian non-Muslim konteksnya adalah
pemberian yang terindikasi kuat bertujuan menghancurkan umat Islam atau
berdampak merugikan mereka. Sedangkan hadis yang membolehkannya diarahkan
kepada tujuan menghibur dan untuk kepentingan mendakwahkan Islam.
Ibn
Hajar al-Asqalani lebih lanjut mengatakan: “Sang pengarang
menyebutkan beberapa hadis yang menunjukkan kebolehan menerima hadiah
non-Muslim. Imam al-Thabari membuat komparasi bahwa penolakan Nabi diarahkan
kepada hadiah yang secara khusus diberikan kepada beliau, dan hadis yang
menerima diarahkan kepada pemberian untuk umat Islam secara umum. Pendapat al-Thabari
ini perlu dikaji ulang, sebab di antara dalil yang membolehkan adalah hadiah
yang secara khusus diberikan kepada Nabi. Ulama lainnya memberikan jalan tengah
bahwa penolakan Nabi konteksnya adalah non-Muslim yang bertujuan konspirasi
(jahat), dan penerimaan Nabi konteksnya adalah non-Muslim yang dengan menerima
hadiahnya dimaksudkan menghibur dan memberinya simpati agar masuk Islam.
Al-Asqalani menyatakan: (وَهَذَا أَقْوَى مِنْ اَلْأَوَّل), pendapat yang ini lebih
kuat dibandingkan yang pertama(al-Asqalani, Fath al-Bari, V/231;
baca juga al-Syaukani, Nayl al-Authar, VI/77).
Keterangan
tersebut membuka ruang diskusi tentang hukum menerima donasi dari kalangan
non-muslim. Termasuk di dalamnya adalah pembahasan mengenai bagaimana hukum
seorang muslim menerima hadiah (pemberian) berupa makanan, baju dan selainnya
dari keluarga atau temannya yang masih non-muslim, dan bagaimana hukum panitia
pembangunan masjid atau madrasah menerima sumbangan (donasi) dari kalangan
non-muslim.
Dilihat dari cara mendapatkannya, suatu benda bisa
menjadi haram diterima sebagai sedekah atau pemberian, jika suatu benda
yang diberikan tadi diketahui atau diduga berasal dari hasil mencuri, korupsi, manipulasi, memeras,
menipu, menyogok, atau dari tindak kejahatan lainnya. Dalam hal ini, pemberian
barang yang berasal dari hasil tindak kejahatan, baik dari muslim maupun non
muslim, maka barang tersebut tidak boleh diterima. Sedangkan dilihat
dari zatnya, jika suatu benda sudah dinyatakan haram oleh al-Qur’an atau
al-Sunnah, seperti khamer atau minuman keras, daging babi, dan lain sebagainya,
maka benda-benda tersebut tidak boleh diterima sebagai pemberian atau sedekah,
baik dari seorang muslim maupun dari non-muslim.
Oleh karena itu, jika ada seorang non muslim bersedekah
atau memberi sesuatu kepada seorang muslim berupa uang halal, makanan halal
atau barang-barang yang halal menurut Islam, maka pemberian tersebut boleh
diterima. Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad diterangkan dari Amir bin
Abdullah bin al-Zubair, ia berkata, “Qutailah (Ibu dari Asma’) pernah
mendatangi anak perempuannya, Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa
beberapa hadiah, di antaranya daging, keju dan minyak samin, sedangkan ia
(Qutailah) seorang yang musyrik, maka Asma’ menolak hadiahnya serta tidak
mempersilakan ibunya masuk rumah. Aisyah ra. pun menanyakan peristiwa
tersebut kepada Nabi Saw. maka Allah Swt. menurunkan Surat al-Mumtahanah ayat 8 (artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama).
فَأَمَرَهَا أَنْ تَقْبَلَ هَدِيَّتَهَا وَأَنْ تُدْخِلَهَا
بَيْتَهَا.
Maka Nabi Saw. pun memerintahkan Asma’ untuk menerima hadiah ibunya dan
mempersilakan masuk rumah” (Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal,
IV/4); Menurut al-Hakim, hadis ini sahih (Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, XXVI/135).
Dalam
hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Asma binti Abi Bakr, ia
berkata:
قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قُلْتُ،
وَهِيَ رَاغِبَةٌ: أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ: نَعَمْ صِلِي أُمَّك
“Aku pernah didatangi ibuku yang masih
musyrik pada masa Rasulullah saw. lalu aku meminta fatwa dari Rasulullah saw.
Aku berkata: ’Sesungguhnya ibuku datang, dia begitu ingin(menemuiku), apakah
aku sambungkan silaturahim dengan ibuku?’ beliau bersabda: ’Ya, sambungkanlah
ibumu” (HR. Al-Bukhari No. 2620 dan Muslim No. 2372).
Dua hadis tersebut menunjukkan bahwa menyambung silaturrahim dan menerima pemberian atau sedekah dari seorang non-muslim itu diperbolehkan.
Panitia pembangunan masjid atau madrasah menerima donasi dari non-muslim
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid ketika ditanya
tentang hukum menerima bantuan dari kalangan non-muslim, beliau menjawab: “Menerima pemberian
orang-orang kafir(non-muslim) dan bantuan mereka, tanpa meminta terlebih
dahulu, itu tidak mengapa. Dan boleh menggunakan harta pemberian tersebut untuk
berbagai keperluan umat Islam. Adapun meminta bantuan dari orang kafir, di sana
terdapat perkara-perkara yang perlu dijauhi diantaranya bersikap dzull (merendahkan
diri) di depan mereka dan timbulnya kecenderungan hati
dari peminta sehingga mudah dipengaruhi oleh mereka, jika
permintaannya diberikan.
فلو خلا من هذه المحاذير فلا بأس ، فقد كان
النبي صلى الله عليه وسلم يستعين ( دون ذلّ ) في أمور الدعوة - وهو بمكة - ببعض
المشركين كعمه أبي طالب وغيره
Jika tidak ada
perkara-perkara yang terlarang ini, maka tidak mengapa.
Nabi saw. dahulu pernah meminta bantuan (tanpa merendahkan diri)
kepada sebagian kaum Musyrikin di Mekkah dalam urusan dakwah, semisal kepada
paman beliau Abu Thalib dan yang selainnya” (al-Munajjid, Fatawa al-Islam
Sual Wa Jawab, I/1918).
Secara khusus Lajnah Daimah Ulama
Saudi pernah ditanya tentang hukum menerima bantuan atau donasi dari non-muslim
untuk pembangunan masjid dan madrasah, berikut jawabannya:
يجوز للمسلمين أن يمكنوا غير المسلمين من الإنفاق على المشاريع
الإسلامية ، كالمساجد والمدارس إذا كان لا يترتب على ذلك ضرر على المسلمين أكثر من
النفع.
“Boleh bagi
kaum muslimin menerima infak (donasi) dari non-muslim untuk kegiatan Islam
semisal membangun masjid dan sekolah atau pesantren, jika tidak ada bahaya yang
lebih banyak yang menimpa kaum muslimin daripada manfaatnya (Fatawa
al-Lajnah al-Daimah No. 21334, Vol.XXXI/256).
Kesimpulannya, menerima donasi
berupa uang, makanan, dan lain-lain untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan
umum(umat) seperti pembangunan masjid, sekolahan dan juga pesantren, maka hukumnya
diperbolehkan. Asal dalam pemberian donasi tersebut tidak ada maksud jahat
untuk melemahkan umat Islam. Wallahu A’lam bishshawab!
Harrah's Resort Atlantic City - MapYRO
BalasHapusFind Harrah's Resort 논산 출장샵 Atlantic 강원도 출장안마 City, New 천안 출장샵 Jersey, United States, revenue, industry 경상남도 출장마사지 and 광주 출장샵