TERAPI QUR’ANI DI SAUDI ARABIA DAN INDONESIA
Oleh
Ada seorang pemuda dari Saudi Arabia yang terkena penyakit kanker.
Ia telah berusaha berobat di negerinya, tetapi dikatakan kepadanya bahwa tidak
ada obat yang bisa menyembuhkan penyakitnya kecuali di negara-negara Barat. Ia
pun terpaksa pergi ke Amerika dengan ditemani saudaranya.
Setelah ketemu dokter (di Amerika) dan
memeriksanya, dokter itu berkata kepada saudaranya: “Sebenarnya penyakit yang
dideritanya ini sudah tidak mungkin lagi bisa diobati, karena sudah sangat
gawat, dan kini tinggal menunggu saat-saat kematiannya”. Akhirnya, pemuda ini dibawa kembali pulang ke Saudi Arabia.
Pada suatu malam, saudara yang setia menemaninya teringat akan firman Allah (QS.
Al-Syu’ara, 80): “Apabila aku sakit, Dialah yang akan menyembuhkanku”. Saat itu kemudian ia membacakan al-Qur’an
kepadanya sepanjang malam apa yang ia bisa, dari surat al-Fatihah sampai surat
al-Nas. Setelah itu ia tidur. Pada pagi harinya ia mendapatkan saudaranya dalam
keadaan membaik kondisi kesehatannya. Oleh karena itu ia mengulangi lagi
membacakan al-Qur’an kepadanya seperti semalam sebelumnya. Setelah itu
kesehatannya semakin nampak kemajuannya. Lalu saudaranya mengulangi membaca
al-Qur’an kepadanya berulang-ulang, hingga beberapa hari.
Tidak lama kemudian, pemuda yang kesehatannya mengalami kemajuan tadi
diperiksakan ke dokter (Saudi
Arabia). Kemudian dokter memeriksa kondisi
kesehatannya dengan cermat. Setelah memeriksanya, dokter mengatakan dengan
penuh keheranan: “Apakah pasien ini yang kami periksa tempo hari?”. Saudaranya menjawab: “ya,
benar!”. Bagaimana bisa? Akhirnya saudara yang mengantarkannya menceritakan
bahwa beberapa hari sebelumnya sering dibacakan Al-Qur’an di sampingnya. “Sungguh
orang ini benar-benar telah disembuhkan oleh Allah berkat bacaan al-Qur’an yang
dibacakan kepadanya“.
Hingga sekarang,
meski tidak sebanyak yang dipraktikkan
kedokteran modern, ruqyah (terapi Qur’ani) masih dilakukan oleh kaum muslimin di berbagai
belahan dunia. 'Abu al-Fida Muhammad ‘Izzat Muhammad ‘Arif, dalam bukunya ‘Alij
Nafsaka Bi al-Qur’an, melaporkan adanya praktik ruqyah yang dilakukan di Saudi Arabia
hingga kini. Praktik ini sudah dilakukan sebanyak seratus delapan belas kali
(118 kali). Pasien yang dihadapinya kebanyakan mengidap kanker dengan berbagai
jenisnya seperti kanker darah, kanker payudara, kanker rahim, kanker usus dan
kanker paru-paru. Berkat ruqyah yang
dilakukan terhadap berbagai pasien yang mengidap berbagai penyakit kanker
tersebut, dengan izin Allah Swt, mereka mendapatkan kesembuhan total. Praktik ruqyah
(terapi Qur’ani) ini disandarkan kepada
firman Allah Swt:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al-Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (QS. Al-Isra, 82).
Kesembuhan yang
dimaksud dalam al-Qur'an tersebut difahami tidak hanya sekedar penyembuhan
hati, akan tetapi kesembuhan secara umum. Seorang pakar Tafsir al-Qur’an, Abd
Rahman al-Sa‘di, mengatakan bahwa
penyembuhan yang terkandung dalam Al-Qur’an bersifat umum meliputi penyembuhan
hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak,
penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Selain itu,
Al-Qur’an juga dapat menyembuhkan jasmani dari berbagai macam penyakit (ولشفاءالأبدان
من آلامها وأسقامها).
Muhammad 'Arif
menambahkan bahwa praktik ruqyah di
Saudi Arabia untuk penyembuhan terhadap berbagai jenis kanker tersebut secara
teknis dilakukan dengan cara memperdengarkan suara bacaan al-Qur’an al-Karim
kepada pasien, kemudian mandi dan minum dari air yang telah dibacakan al-Qur’an
disertai dengan mengusapkan ke bagian tubuh yang terdapat tumor kanker dengan
menggunakan obat gosok yang berasal dari minyak zaitun yang telah dibacakan
al-Qur’an. Laporan Muhammad ‘Arif (2009) tersebut menunjukkan bukti bahwa
praktik ruqyah masih berlangsung
hingga kini.
Di Indonesia,
istilah ruqyah mulai marak dikenal
sejak tahun 1990-an. Salah satu Ustad yang ahli di bidang ruqyah adalah Fadlan Abu Yasir, Lc. Ia adalah Pengasuh Pondok
Pesantren Islam Terpadu Al-Hikmah Trayon-Kebonan-Karanggede-Boyolali-Jawa
Tengah. Pada tahun 1998, Abu Yasir menulis buku dan juga membuat CD tentang
praktik melakukan ruqyah. Di dalam
buku dan CD-nya itu, ia menjelaskan tentang apa itu ruqyah dan bagaimana cara mempraktikkannya dengan benar. Kini
istilah ruqyah tidak asing lagi bagi
umat Islam Indonesia.
Di Jawa, ruqyah memang baru
populer mulai tahun 1990-an, tetapi sebenarnya praktik ruqyah
sudah berlangsung sejak berabad-abad silam. Hanya
saja di Jawa, istilah ruqyah
lebih dikenal dengan “suwuk”. Eddy Sugianto, dalam tulisannya The Power
of Suwuk mengatakan bahwa suwuk adalah suatu
penyembuhan alternatif dengan cara
seseorang membacakan suatu mantra pada segelas air dan selanjutnya diminumkan
kepada pasien. Tradisi “suwuk” ini masih bertahan hingga
sekarang. Jika seorang pasien datang
kepada dukun, maka yang dibacakannya adalah bersumber dari Kitab Primbon
Jawa. Dalam buku Primbon Betal Jemur Adammakna diajarkan
bahwa ketika orang Jawa sakit cacar (cangkrangen), maka cara
menyembuhkan atau mengobatinya adalah dengan mengunyah-ngunyah brambang dan kunci kemudian disemburkan (di-suwuk-kan) ke
matanya yang sakit setiap pagi, tapi kunyahan yang disemburkan ke matanya hanya
hawanya saja sehingga tidak sampai mengenai matanya. Adapun mantranya adalah
sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim,
kanjul ngaras, kanjul ngalam, Bagus karang aja perak-perak marang aku, pan aku
anak putune Sayid Pangeran. Bujang Galiman aja uruk sudi gawe marang aku, pan
aku anak putune Bagus Karang. Loncang-Lancing Nyai Rara Kidul aweh gabag cacar
plenting 10,9,8,7.6.5.4.3.2.1 siji bae trima, trima saking kersaning Allah.
Namun jika yang didatangi pasien itu
seorang kyai atau ustad yang memahami al-Qur’an dan al-Sunnah maka yang dibacakan (ruqyah
atau suwuknya) adalah surah a-Fatihah atau ayat-ayat al-Qur’an
lainnya dan doa-doa yang bersumber (ma’tsur) dari Nabi Saw. (Muhammad Bin Sadhan, Kayfa Tu’aliju Maridhaka Bi al-Ruqyah
al-Syar’iyah; Muhammad Arif, Alij Nafsaka Bi al-Qur’an;
Abd Rahman al-Sa’di, Tafsir al-Sa’di; Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon
Betaljemur Adammakna).
(Sumber: Buku Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, Terapi
Qur’ani, hal. 49-53).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar